Sabtu, 26 November 2011

Pukul 12 malam



            Bagimu apa yang paling yang kau ingin lakukan didunia ini? Bertemu dengan artis idola? Berkencan dengan cowok paling tampan disekolah? Atau selebriti yang jadi pusat perhatian? Tapi, kau salah kalau kau bertanya begitu kepadaku karena aku tak menginginkan semua itu. Aku adalah cewek biasa yang tak punya kelebihan apa apa. Setiap hari hanya pergi kesekolah dan kursus, membuat pr sampai belajar keras untuk ulangan. Semua hidupku diserahkan dibidang itu sampai sampai aku tak punya waktu untuk diriku sendiri dan memikirkan apa yang kuinginkan. Hari hari terasa sangat cepat karena aku hanya mengerjakan itu itu saja. Tidur dari jam 10 malam dan bangun pukul setengah 6 pagi. begitu terus selanjutnya, mungkin sampai mati.
“coba baca ini”
“apa?” tanyaku sambil melepaskan selebaran kertas yang ditempelkan oleh Nina dan membacany pelan pelan, “kencan malam anak sekolahan? Apa ini?”
“sekarang sedang musim lho, acaranya seru, ngobrol dengan lawan jenis, nyanyi, dansa, dan..” Nina bermaksud mau menjelaskan selanjutnya, tapi dia lupa dan menatapku seolah aku harus merespon ucapannya, “itukan hobinya kamu, genit! Aku mana mau ikut yang begitu, ajak orang lain aja” Nina menarik tanganku dan memohon, “Carol, ayo dong, kok kamu tega sih? Masa kamu biarin aku pergi sendirian” , aku melepaskan tangannya dengan perlahan, menatapnya tajam dengan pandangan “pergi kau”-ku yang merupakan tatapan andalan, “Nina sayang, tolong ya, aku ini gak tertarik sama yang begituan, pacaran aja aku belum pernah, nanti aku dikira aneh lagi kenapa cewek kaku kayak aku bisa datang ketempat begitu” aku mencoba menjelaskan dan Nina memotong, “padahal aku ingin cewek yang katanya sahabatku ini bisa lebih ceria kalau dapet cowok” aku menatapnya dengan tatapan “itu tidak perlu”-ku lalu ia pergi dengan menggelengan kepala.
            Jam dinding dikamarku sudah menunjukkan pukul 7 malam saat aku baru saja duduk ditempat tidur untuk istirahat setelah melewatkan jadwal ‘ketat’-ku. Setiap hari memang selalu begini, memang agak membosankan, eh sangat membosankan malah. Mungkin aku memang harus ikut kencan malam itu agar kehidupan remajaku sangat berwarna, lho? Apa yang kupikirkan sih? Aku mana cocok ikut yang begituan. Tapi, jujur saja aku memang mau, aku memang belum pernah pacaran, tapi bukan berarti aku belum pernah mencintai. Aku sudah sangat sering mencintai seseorang, namun tak pernah tersampaikan. Aku hanya berani memandangnya dari jauh, dengan senyuman kecil, dan tatapan kosong, lalu lama lama rasa suka itu menjadi samar samar dan akhirnya menghilang, tak pernah sekalipun benar benar menyangkut dihati yang terdalam.
            “Nina!” sapaku dari jauh ketika aku melihatnya dikantin sekolah sedang makan bakso dengan porsi super, Nina memang tukang makan, tapi yang membuatku heran ia sama sekali tidak menggemuk, berbeda denganku yang makan agak banyak saja langsung nambah tiga kilo. “kenapa Carl?”
Sambil garuk garuk kepala aku menjelaskan dengan kaku, “ehm, kemarin kamu cerita kan soal kencan malam itu? Gue mau ikut deh, hitung hitung menyegarkan pikiran” wajah Nina menjadi seperti ketumpahan berjuta juta bunga saat itu, lalu dia memulukku dengan senang, “yang bener carl? Wah makasih ya! Gue bakal minjemin loe baju bagus deh, loe bakal jadi cantik, serius!”
“ssssst! Nina jangan keras keras ah, malu ntar didenger orang” kataku, “tunggu dulu, baju? Maksud kamu?” Nina menatapku dengan tatapan sok imutnya, “itukan disuruh pakai baju formal, gue tau kok loe gak ada gaun mini, jadi gue pinjeminlah” aku terkejut sampai berdiri, “apa? Gaun mini? Serius loe? Astaga, mestinya emang gue muter otak dulu buat yang beginian”
“kenapa?” tanya Nina, “kamu malu? Carol, kamu itu sebenarnya cantik kalo didandanin kok, pasti cocok deh, aku jamin” Nina menenangkan, lalu aku menghela nafas. Sepertinya kehidupan gue yang gak biasa, bakalan gak lama lagi.
            Ntar loe langsung temuin gue didalem ya, gue pakai gaun ungu. Aku meringis sesaat setelah membaca sms dari Nina, lalu melihat diriku dicermin, memakai gaun pendek selutut bewarna krem lembut dengan hiasan pita diperut dan dileher, rambut yang sudah ditata rapi dengan hiasan pita berwarna putih, lalu sepatu cantik yang diperoleh dari meminjam dengan sepupuku. kenapa aku harus melakukan sejauh ini hanya untuk acara konyol itu? Entahlah. Mungkin kalau kau melihatku lebih dari 2 menit kau takkan dapat menahan muntahmu. Lalu akau mengambil tas kecil yang juga berwarna krem dan meninggalkan kamar.
            Tak lebih dari 10 menit aku sudah sampai ditempat itu, tempat parkir sudah dipenuhi mobil mobil berwarna warni anak anak muda. Lalu ketika aku turun dari mobil, astaga! antrian pintu masuknya sangat panjang. Aku tak habis pikir banyak juga orang yang lebih konyol dari Nina. Berarti aku harus menunggu yang membuat kakiku pegal dan make up-ku luntur. Hore! Yang benar saja. Aku melihat keadaan lalu mengendap endap lewat jalur belakang. Dan, aha! Aku bisa melihat pintu kecil dibelakang gedung itu, tak terkunci pula. Pintu itu tersambung ketoilet ruangan pesta, syukurlah. Aku memang agak curang, tapi apa mungkin mereka mau memeriksa pengunjung satu persatu.
            Aku akhirnya keluar dari toilet yang cukup megah dan bersih itu setelah berjalan cukup lama melewati koridornya, akhirnya aku tiba diruangan pesta. Disana banyak remaja remaja yang sedang mengobrol, menyanyi, berdansa, makan, dan lain sebagainya. Ditemani musik klasik yang benar benar menentramkan jiwa, dinding yang dibaluti wallpaper berwarna putih dan motif motif bunga, tiran gorden yang sepanjang 7 meter membentang dari ujung langit langit kelantai. Dan aku bisa menatap tangga yang menuju lantai 2 dan 3, disana aku bisa melihat cahaya cahaya lampu luar, bintang bintang, dan bulan sabit dari jendela. Sangat indah dan menawan.
            Dan karena aku sangat terpaku dengan pemandangan pemandangan itu, tanpa sengaja aku menginjak kaki seseorang, “aduh” teriaknya, spontan aku menoleh. Ternyata itu adalah suara lelaki remaja yang wajahnya tampan, cukup tampan, aku merasa sangat bersalah dan sifat kaku milikku muncul lagi, “ah, maaf.. aku.. s.. sakit ya?” ia menatapku dengan tatapan curiga, tapi tak lama kemudian menjadi tatapan menggoda, “ah, tak apa. Ngomong ngomong siapa namamu?” ia bertanya, “Carol”, kataku “Caroline Angelica” “nama yang bagus, apa hobimu?”
            Tiba tiba terdengar suara kegaduhan yang mendekat, lalu aku sadar kalau beberapa pria yang seperti satpam itu berlari kearahku, memanggil manggilku dengan suara keras. Spontan seluruh orang dalam ruangan melihat kearahku dan aku seperti menjadi selebritis mendadak, “itu dia! Cewek itu masuk tak bayar!” bayar? Oh iya aku lupa, masuk ketempat mewah ini pasti bayar, dan aku sudah seenaknya lewat jalan belakang dan masuk sini, astaga. Sepertinya ada seseorang yang melihatku masuk tadi, spontan aku lari tunggang langgang agar tidak kena hukuman, kuangkat rok gaun miniku dan melepaskan sepatu yang sedikit punya hak tinggi itu. mungkin saat aku lari aku menabrak 5 sampai 6 orang, aku tak perduli lagi, aku hanya lari dan lari, padahal sudah cukup jauh, tapi aku masih bisa melihat mereka mengejarku, terpaksa aku memanjat pohon yang cukup tinggi untuk bersembunyi. Aku cukup mahir memanjat, sejak sd aku selalu memanjat pohon untuk tidur dan memakan apel. Dengan takut takut aku bersembunyi didedaunan pohon itu, sepertinya mereka tak berhasil menemukanku dan akhirnya menyerah. Syukurlah, inikah kehidupan tak biasa yang kuinginkan? Oh bukan. Maaf ya Nina, aku ada sedikit masalah, aku tak bisa datang, besok aku traktir deh sebagai tanda maaf. Nina percaya saja dengan ceritaku, sepertinya dia tak melihat kegaduhan tadi, hari ini hari keberuntungan yang sial.
            Aku baru ingat kalau ada pr mengarang, segera kukeluarkan buku dari tas ranselku, tapi tiba tiba aku melihat kertas yang tak kukenal berada ditumpukan bukuku. Sebuah surat. Segera kubuka dan kubaca.
 Namaku Gery Mandala, maaf tidak sopan mengirimimu surat seperti ini, tapi aku hanya ingin kau tahu, aku sedikit menyukaimu. Aku hanya cowok malang yang kau tabrak beberapa waktu lalu dikencan malam,bagiku saat kau berlari dengan muka cemas itu sangat keren, aku sangat berharap bisa menyapamu, tapi itu tak bisa kulakukan. Aku ingin kenal lebih dekat denganmu, besok jam 12 siang temui aku di taman air mancur, aku akan menyapamu. Bye. Gery.
            Apa apaan ini? Seenaknya saja dia menganggapku yang berlari memalukan itu keren? Minta ketemuan lagi, astaga. Aku sudah berkali kali bertemu dengan cowok seperti ini, aku tahu harus diapakan, didiamkan saja, dan kalau dia masih ngotot, pukul dengan tinju langsung.
            Tiga hari setelah kejadian itu, tak terjadi apa apa. Biasa saja, sepertinya dia tidak terlalu ngotot. Jam dinding sudah menunjuk kepukul 10 malam, saatnya tidur. Aku melihat istana, pegasus, dan putri kupu kupu, lalu aku mendengar suara gitar. Seperti nyata, tidak, mungkin memang nyata. Seketika aku terbangun dari tidurku yang nyaman, dan memang benar, suara gitar itu tetap terdengar. Aku menyadari kalau asal suaranya ada diluar jendela kamarku, dengan takut takut aku membuka nya dan aku melihat  seorang anak lelaki yang belum pernah kutemui  berdiri dengan memegang gitar sambil bernyanyi, memndangku dengan mata penuh harap. Merdu, harus kuakui itu, tanpa terasa aku mengikuti nyanyiannya, bergerak kesana kemari seperti menari, mungkin aku memang terpesona. Lelaki itu memang tak begitu tampan, tapi aku merasa aku bisa dibuat gila olehnya. Tak lama kemudian lagunya berhenti dan gerakanku juga berhenti spontan, seolah sadar dan malu apa yang kulakukan, lalu aku bertanya, “siapa kau? Untuk apa kau menyanyi disini? Kau tahu sekarang jam berapa? Jam 12 malam!. “aku tahu” katanya, “karena kau tak memenuhi ajakanku bertemu jam 12 siang, jadi kubuat jadi jam 12 malam” aku tersentak dengan perkataannya, “jadi, kau?” dia memotong pembicaraanku, “eh, aku ada pidato, mau dengar?” mulutku hanya ternganga dengan tingkah laku anehnya. “selamat malam nona Caroline, namaku Gery Mandala, aku menyukaimu dan aku kesini untuk membuatmu terkesan, mungkin aku memang gila, tapi aku gila karenamu, demikianlah” mulutku kembali menganga, kali ini lebih lebar, begitu banyak pertanyaan yang ingin kutujukan kepadanya, saking banyaknya aku bingung harus bertanya apa. “baiklah nona Caroline, aku menunggu jawabanmu, sampai jumpa”. Gery meninggalkan lapangan rumahku begitu saja dengan tenang. Setelahnya aku dibuat tak bisa tidur olehnya, menyebalkan.
            Dan ternyata benar, Gery datang lagi jam 12 malam ini, membuyarkan mimpi indah dalam tidurku. Kali ini ia tidak menyanyi, tapi ia menari, dengan tarian kuno yang aku tak tahu. Seperti orang gila, diiringi dengan musik yang gila juga, dan bukan hanya itu, ia berkostum pangeran, lalu berteriak kearahku, “aku datang untuk menculikmu, putri!” aku benar benar tak tahu apa isi otaknya. Seperti biasa setiap tengah malam ia datang, kadang berkostum raja, lupin, monster, atau semacam itu. ia selalu menyanyi dan menari hanya ditujukan kepadaku. Ini menjadi rutinitas yang menyenangkan. Tanpa terasa aku jadi mulai menyukainya, ia berani berkorban datang malam begini kerumahku hanya untuk bertigkah seperti orang gila.
            Hanya pada malam itu, akhirnya aku turun dari jendela kamarku yang terletak dilantai dua, karena dibawahnya ada petaan bunga yang empuk, aku bisa langsung melompat. “akhirnya kau turun putri, maukah kau menjadi pendampingku?” tanyanya dengan sok meniru pangeran romantis, “ya aku bersedia, bawa aku ke istanamu, wahai pangeran”. Mungkin bisa dibilang kami jadian, ia pacarku yang pertama, setiap malam kami bernyanyi bersama, mungkin ini baru bisa dibilang kencan malam. Kencankan memang harus dengan orang yang dicintai. Setiap hari aku pulang pergi dengannya kesekolah, sekolahnya tak jauh dengan sekolahku. Ternyata ia anak orang kaya, membuat teman teman yang melihatku dengannya jadi cemburu, tidak termasuk Nina. Hari hariku yang membosankan berubah menjadi berwarna.
            Tapi sudah beberapa hari ini ia tidak datang pada malam hari, saat aku menanyainya ada apa, ia hanya bilang “aku ketiduran” biasanya ia takkan begitu, saat kami sedang berdua, wajahnya seolah mengatakan ia tidak sedang bahagia, gery sangat beda dari biasanya, meskipun kutanyai berkali kali, ia selalu menjawab “tak apa” atau “bukan salahmu”, mungkin ini yang namanya berubah. Laki laki akan merasa sangat penasaran kalau belum mendapatkan apa yang ia inginkan, tetapi kalau sudah didapat ia akan sangat mudah melepaskannya karena sudah menegetahui semua tentang perempuan itu, aku membaca itu dibuku bertema psikologi cinta. Mungkin ini memang akhirnya, aku tak akan pernah menemukan apa yang diinginkan diriku sebenarnya.
            Aku menceritakan semua masalahku pada Nina, ia menjawab begini dengan menggebu gebu “tak boleh begitu! Buat dia benar benar terkesan! Buatlah sesuatu yang tak mungkin bisa ia lupakan denganmu” aku mencerna baik baik kata katanya tapi aku tetap tak bisa menemukan solusi, aku tahu aku benar benar mencintainya tapi aku tak bisa mempertahankannya, apa ini yang bernama, ‘pengecut’? aku memandang jendela tepat dimana aku bisa memandangnya dari sini waktu itu. ia bernyanyi, menari, dan melakukan hal gila lainnya hanya untuk membuktikan dia mencintaiku. Dan itu dia! aku juga harus membuktikan cintaku.
            Maka pada malam itu jam 12, aku berdandan selayaknya seorang putri, berlatih akting juga suara. Aku mendatangi rumahnya menyetel musik keras keras dan menari nari, Gery muncul dari jendelanya dan sangat kaget melihatku, lalu aku berkata, “aku punya pidato, mau dengar?” ia mengangguk, masih dengan wajah yang kaget, “selamat malam tuan Gery, aku datang untuk membuatmu ceria, aku adalah utusan raja yang diperintahkan untuk menyelamatkanmu dari kegelapan, turunlah dan kita jelajahi dunia dengan sinar cahaya” Gery tersenyum dan turun dari kamarnya lalu menghampiriku, “kau? Berani melakukan ini demi aku?” “kenapa kaget?” aku bertanya, “kau saja bisa melakukannya apalagi aku, kita kan sama sama suka” “ya, aku mencintaimu”. Sekarang aku tahu apa yang benar benar kuinginkan, yaitu cinta abadi.

1 komentar:

  1. Wew, tepuk tangan deh. Spontan, tapi kreatif juga, hahaha =D by : @cyberpoem

    BalasHapus