Sabtu, 26 November 2011

Ingin Hidup


Aku tidak tahu harus sampai berapa lama aku menahan rasa sakit ini. Kaki, tangan, kepala serta perutku semuanya sakit. Tak dapat terbayangkan jika semua organ itu bisa bicara dan berteriak kesakitan. Mungkin seluruh tubuhku tertimpa atau tertusuk sesuatu, tak dapat kupastikan karena mataku tak bisa terbuka. Apa aku akan mati? Orang bilang jika menjelang kematian kita bisa melihat masa lalu kita selama hidup, saat bayi, remaja, dewasa, semuanya akan tertonton jelas dibenak kita. Tapi sekarang aku tak melihat apa apa, semuanya gelap gulita dan disertai rasa sakit disekujur tubuh. Ayah, ibu, kakak? Apa kalian masih hidup? Seingatku kita pergi dan bernyanyi bersama sampai sebuah truk pengangkut batu bara yang dikendarai oleh supir jahanam menyeruduk mobil keluarga kita seperti badak mengalahkan musuh kecilnya. Apa yang harus kulakukan sekarang? Mengangkut seluruh anggota keluargaku yang malang kerumah sakit? Kalau ditanya begitu aku akan jawab “iya”. Tapi saat ini tak ada yang bisa kulakukan, hidup atau mati saja aku tak tahu. Ya Tuhan, lindungilah aku dan keluargaku jauhkanlah kami dari jurang yang bernama kematian
                Mataku akhirnya terbuka, dan bisa melihat dunia. Perasaan bahagia meluap luap dari hatiku yang terdalam, dan kenyataan bahagia dalam otakku yang pertama kali terpikirkan adalah aku masih hidup. Badanku bisa kugerakkan dengan ringan, tapi ada sesuatu yang janggal. Kupikir semua organ tubuhku terluka karena sebelumnya terasa amat sakit dan seperti meluarkan cairan merah kental yang bernama darah, ternyata tidak, semua bagian tubuhku bersih tak ada bekas luka apapun. Mungkin rasa sakit itu terjadi karena aku berhalusinasi akan mati. Aku sekarang merasa ada didalam ruangan yang nyaman yang selalu kupakai selama lebih darih 15 tahun, ini kamarku. Mungkin seseorang mengangkutku kesini karena kecelakaan itu. Kecelakaan? Oh iya aku lupa soal kecelakaan itu? Dimana keluargaku? Apa mereka selamat?. Kaki tangan dan kepala yang terasa ringan tadi sekarang terasa amat berat, berat karena takut menerima kenyataan. Tapi kupaksakan bergerak dengan sekuat tenaga berlari keluar pintu kamar dan menyusuri 9 anak tangga dan berlari keruang keluarga. Berharap menemukan keluargaku sedang menyesap teh hangat pagi dengan canda tawa seperti biasanya.
                Tapi aku tak melihat satu pun anggota keluargaku,malah ada tamu tamu yang cukup banyak memenuhi ruang keluarga, dapur, sampai keluar teras rumah. Apa yang terjadi disini? Pikiran seratus persen negatif mulai memasuki pikiranku satu persatu. aku menyerobot dan bahkan menabrak banyak tamu tamu itu, aku juga bisa merasakan wajahku yang pucat pasi. Dan akhirnya aku sampai pada pusat keramaian rumah ini, yang menjadi sebab akibat datangnya tamu tamu tak diundang. Disana terbaring 3 tubuh kaku yang diselimuti kain putih dan bau melati. Yang terlihat hanya wajah tak berdosa pemilik tubuh tubuh tersebut yang berwarna putih yang teramat pucat. Aku mengusap mataku bahkan sampai 5 kali untuk bisa meyakinkan kenyataan seperti apa yang kulihat. Tiga buah mayat tersebut adalah ayah, ibu dan kakakku. Aku tidak tahu sudah berapa liter air mata ini menetes, kenyataan yang pahit ini harus kutelan mentah mentah. Tidak ada anak laki laki yang tak menangis jika melihat keluarganya sudah seperti ini dengan bola matanya sendiri. Tangisanku semakin mejadi dan aku mulai berteriak teriak ditengah keramaian, tak ada tamu yang memperdulikan dan menenangkan aku karena aku tak begitu menginginkannya, aku tahu kesedihan dan kepedihan ini tak bisa dibuat tenang begitu saja.
                Aku kembali berlari kekamar dan mengunci pintu, menutup wajahku dengan bantal dan mulai menangis lagi, lebih dari tiga jam aku sudah melakukannya, tak ada yang bisa membuatku tenang. Aku melirik kearah lemari lemari baju yang biasa kukenakan. Ibuku selalu merapikannya setiap hari dengan sambil mengomel mengenai kerapian, lalu aku melihat sepatu bola mahal kesayanganku yang terletak disamping lemari yang sudah kupakai lebih dari satu tahun, itu adalah hadiah dari ayahku karena aku berhasil mencetak 3 gol berturut turut dalam satu pertandingan saat aku SMP. Lalu kaca gantung yang pecah yang masih digantung didinding, itu terjadi karena aku berkelahi dengan kakak yang lebih tua 2 tahun dariku karena memperebutkan gantungan kunci yang didapat dari teman ayah dari jepang, aku mendorong kakakku terlalu keras sehingga punggungnya mengenai pecahan kaca dan harus dirawat dirumah sakit selama seminggu, dan aku mendapatkan tamparan keras sebagai hukuman dari ayahku. Tapi setelahnya kakakku memberikan gantungan kunci itu padaku, rasa bersalah yang besar melekat dihatiku sampai saat ini seperti melekatnya bekas luka  dipunggung kakakku. Kami sekeluarga sering melakukan piknik bersama setiap minggu mulai dari kelaut, kekebun binatang, kemall, ketaman bahkan keacara keluarga yang membosakan yang isinya selalu membicarakan masa depan anak anak. Kalau mengingat semua kejadian itu hatiku terasa pedih, sakit dan dingin. Seperti ditikam pedan es. Bagaimana aku harus melewati semua sisa hidupku tanpa keluargaku? Umurku masih 15 tahun dan belum bisa bekerja. Aku menemukan wajah ku dicermin, rambut acak acakan pinggiran mata yang mengitam dan bengkak, hidung dan pipi yang memerah seperti tomat. Setelah rasa sedih, rasa marah meluap luap dari tubuhku, seperti hawa pembunuh. Aku ingin sekali membunuh sopir jahanam itu, yang sudah membuat keluargaku harus berpulang.
                Aku tak perduli apa yang terjadi diluar sana, mungkin keluargaku sudah dikuburkan. Aku tak kuat untuk melihat mereka, makanya aku lebih memilih dikamar meskipun harus megorbankan banyak air mataku. Besok aku harus pergi kesekolah, mungkin ada banyak teman temanku yang menghiburku. Pagi sudah menjemput dan tiba saatnya aku pergi kesekolah, mungkin tampangku sangat jelek sekarang karena semalaman aku tak bisa tidur, terus mengeluarkan air mata. Mungkin aku termasuk kategori anak laki laki yang cengeng. Akhirnya aku tiba disekolah dengan berjalan kaki, rumahku tak jauh dari sekolah. Tapi tak seperti yang aku harapkan, teman temanku sama sekali tak menghiburku bahkan sama sekali tak melihat kearahku, kehadiranku sama sekali tak dirasakan oleh mereka. Bahkan pacarku, Emily tak mau bicara padaku. Apa yang terjadi? Kenapa mereka terlihat sangat jahat ketika aku sedang sangat membutuhkan mereka?. Waktu pulang telah tiba, aku masih menerima jika teman temanku tidak menegurku, tapi aku sangat tak terima jika pacarku tidak menghiburku, aku sudah lebih dari satu tahun memacarinya. Jadi, aku berlari menemuinya. “tahukah kau apa yang aku butuhkan sekarang?” tanyaku padanya, “tidak, apa?” dia menjawab dengan wajah tanpa dosa yang amat menyebalkan. Dan aku mulai berteriak, “kau tidak tahu? Aku merasa seperti dikhianati! Bukankah kau mencintaiku? Kenapa kau sama sekali tak menghiburku karena aku sudah kehilangan keluarga yang teramat aku sayangi!?” “maaf, aku tak memikirkan itu, karena sebenarnya aku juga sedang bersedih, aku juga kehilangan orang yang amat kusayangi.” Jawabnya. “maksudmu?” aku sangat tak mengerti dengan apa yang ia katakan. “maaf ya, aku tak menghiburmu disekolah tadi, sekarang maukah kau menemaniku makan siang? Aku rasa kau sedang lapar”. Aku sangat bahagia mendengar kata katanya barusan, aku rasa ialah satu satunya orang yang aku butuhkan sekarang. Setelah menyantap sebuah hamburger berukuran sedang disalah satu restoran dekat sekolah, aku baru menyadari kalau matanya bengkak, seperti habis menangis semalam. “matamu kenapa? Semalam kau menangis?” tanyaku, “aku, baru saja kehilangan orang yang aku sayangi, kan sudah kubilang tadi” jawabnya, “siapa?”. Ia tak menjawab pertanyaanku, aku memakluminya, mungkin ia baru kehilangan kucing kecil kesayangannya, aku tahu kalau dia memelihara banyak anak kucing dirumahnya. Setelah aku berpisah dari Emily dan pamit untuk pulang, Emily ditanyai oleh teman temannya. “kenapa kau tadi makan sendirian? Dan bicara sendiri?”
                Jam sudah menunjukkan pukul empat tepat, satu jam berlalu setelah aku tiba dirumah, rumahku sudah bersih dan rapi kembali, tamu tamu itu sudah merapikannya sendiri. Kini aku sendirian lagi dirumah ini, amat sakit merasakannya tapi air mataku sudah kering untuk menangis lagi. Untuk menghibur keadaan aku memencet remote tv dan berusaha menemukan channel bagus, jariku terhenti menekan ketika melihat tanyangan berita. “selasa,24 november 2009 kemarin terjadi kecelakaan dikawasan X, Kejadian bermula ketika supir bus mengantuk dan menabrak mobil kijang yang berada didepannya, yang berisi satu keluarga. Semuanya meninggal seketika karenak terpental sejauh 50 meter. Menurut saksi satu keluarga tersebut terdiri dari empat orang, dan semuanya mati. Tetapi saat ambulans datang mayat yang ditemukan hanya 3 orang, padahal saksi sudah memeriksa kalau empat orang yang mati. Kini pencarian terus dilanjutkan”. Tubuhku terbujur kaku tak bergerak sedikitpun, yang mati ada empat orang? Apa maksudnya? Kulihat cermin sekali lagi, tapi aku tak melihat diriku disana. Akhirnya semua semakin jelas, aku harus menelan kenyataan pahit ini sekali lagi, kenyataan bahwa aku sudah mati. Dan aku sekarang adalah roh. Pandanganku mulai gelap, sampai tak dapat melihat apa apa dan tak dapat melakukan apa apa. Akhirnya aku melihat tontonan mengenai kehidupanku saat aku masih hidup dibenakku, saat aku digendong ibuku, saat aku pertama kali masuk sekolah sampai aku menyatakan cintaku pada Emily, semua tertonton jelas disini. Sekarang aku benar benar akan mati.
                “Emily, Emily akhirnya jenasah pacarmu ditemukan di dalam semak semak, syukurlah sekarang ia bisa dikuburkan dengan tenang” “aku sudah tahu, bu. Saat ini aku sedang bahagia karena tadi siang aku bertemu dengannya, aku sangat bersyukur do’a ku terkabul” “do’a apa?” “do’a untuk melihat orang yang kusayangi sekali lagi, aku yakin sekarang ia sudah berada disurga bersama keluarganya, ia laki laki terbaik yang pernah kumiliki”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar