Jumat, 27 April 2012

Destiny bagian 1


Juliana menghela nafas perlahan sambil membuka kaitan jendela satu demi satu dan mendorong kaca dengan tangannya yang halus berwarna putih pucat, tampak pemandangan malam sunyi sepi yang berbanding terbalik dengan suasana didalam istana, aliran rembulan yang menghunus diantara celah celah pohon elm raksasa terpatri jelas didanau ‘takdir’, patung nenek Elma dan paman Jacob yang berdiri tegak ditengah kebun bunga mawar yang membentuk labirin tampak hidup dan memainkan peran mereka kembali sebagai ratu dan penyelamat istana, meskipun Juliana cukup mengetahui tentang  sosok dua orang yang sudah lama gugur ini, ia memutuskan untuk tidak memikirkan mereka malam ini karena ada sesuatu yang mengganjal dihatinya, perasaan yang sesak dan takut yang amat mendalam dari dasar hatinya, angin malam yang teramat dingin menggosok pipi lembutnya,, memainkan rambut yang keritingnya keemasan, lalu masuk ke sela sela gaun pestanya. ia menghembuskan nafas perlahan, menggosok gosok kedua pipi nya yang sudah lama memerah, hidung mancungnya mendengus berkali kali untuk mengeluarkan hawa hangat.
“sepertinya Juliana kecil kita tidak menyukai pesta ulang tahun yang sudah kita persiapkan selama tiga bulan terakhir ini, istriku” kata seorang pria yang sedang meminum anggur merah ditangan kirinya dan cerutu ditangan kanannya sambil menatap istrinya dengan lembut, “jangan terlalu diambil hati, suamiku, hari ini dia sudah berumur 18 tahun, ia bukan lagi gadis kecil yang suka duduk dipangkuanmu, Juliana kita sudah dewasa, dia pasti sedang punya masalah yang lebih kompleks, yang hanya bisa kita lakukan adalah harus selalu menyiapkan semua yang ia inginkan” jawab seorang wanita yang mengenakan gaun pesta kuning keemasan sambil menggerak gerakan kipasnya yang terbuat dari bulu angsa, “meskipun ia berumur 18 tahun, ia tetap Juliana kecilku” jawab pria yang bertahtakan ‘Raja’ itu, “Juliana kita adalah gadis tercantik dikota ini, lihatlah semua dandanan teman temannya, tak lebih dari boneka kerdil yang didandani, tapi Juliana kita berbeda, dia selalu terlihat cantik, anggun, dan berkelas, itulah sebab semua orang bisa langsung mengetahui kalau dia adalah anak raja”, “Juliana kita sudah cukup umur untuk menikah” potong sang istri “tidakah kau menyadari itu, wahai suamiku?” tanyanya, “tentu saja aku menyadarinya, aku selalu tahu apa yang dibutuhkan oleh satu satunya putri kita, karena itulah malam ini aku mengundang laki laki keturunan bangsawan dan pengeran dari kerajaan ternama, salah satu dari mereka akan meneruskan generasi di istana ini dan menjadi raja berikutnya, ingat istriku, kita harus memilihkan menantu yang cocok”.
“putri Juliana, kau tampak cantik dan anggun sekali malam ini, tangan putihmu sepertinya menginginkan gerakan, maukah kau berdansa denganku?” pinta seorang lelaki sambil membungkuk perlahan kearah Juliana, ia keturunan bangsawan, ayahnya pemilik perusahaan pembuat kapal terbesar  dinegara ini. “mohon maaf dengan teramat sangat, tuan, aku sedang tidak ada keinginan untuk berdansa, takutnya aku akan melakukan kesalahan dan itu akan membuatmu malu, sebaiknya kau berdansa dengan para gadis yang sudah memandangi mu dari tadi” jawab putri Juliana dengan suara lembutnya sambil tersenyum, biasanya senyuman ini akan memikat para lelaki dan mereka akan menuruti apa saja yang Juliana katakan, meskipun hanya dengan senyum palsu, “oh, maafkan aku sudah mengusik lamunanmu yang berharga, putri, aku akan menunggu disana kalau kalau kau mau berdansa denganku, permisi” lelaki itu pergi setelah membungkuk.
Entah sudah berapa kali Juliana menolak permintaan lelaki untuk berdansa, ia tidak peduli, sekarang ia hanya menunggu seseorang dengan perasaan gugup, saat cahaya bulan menerang, engkau hanya perlu duduk didekat jendela yang bersebrangan dengan pohon elm diruang pestamu, tataplah kebawah terus menerus, aku janji akan datang saat kau memikirkanku, wahai Juliana tercinta. Kata kata itu terus bergeming dan melewati telinganya. Apakah malam ini ia akan datang? Apakah ia merindukanku seperti aku merindukan dirinya? Selamatkah ia dalam perjalanan menuju kesini? Apa yang harus kulakukan kalau malam ini ia tidak kunjung datang?, satu demi satu pertanyaan memasuki pikiran Julia yang malang, sayangnya ia tidak dapat menjawab semua pertanyaan itu.
“juliana, oh juliana, aku tidak percaya kau masih menungguku, bisakah kau turun sekarang? Ada banyak sekali cerita yang harus kuceritakan padamu, Juliana”. Terdengar suara seorang lelaki yang berwibawa memanggil dari halaman istana ayah Juliana, Wajah Juliana yang pucat sekarang berubah menjadi merah merona, senyum lebarnya menandakan kebahagiaan dan rasa leganya, ia mengendap endap saat kedua orang tuanya berbincang bincang dengan para lelaki oportunis, ia menuruni tangga perlahan sambil memegangi gaunnya, bahkan pada saat terburu buru begitu pun, ia masih tetap terlihat anggun.
Juliana berjalan perlahan kearah kebun bunga mawarnya sambil mencari cari lelaki yang diharapkannya itu, “juliana!” panggil seorang lelaki yang keluar dari balik pohon elm, lelaki itu bertubuh tinggi, sedikit berisi, tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gendut, ia tersenyum , “kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu, Remi? Kupikir kau tidak akan datang” kata Juliana sambil menunduk dan menunjukkan wajah masamnya. “maafkan aku ” kata Remi sambil berlutut dan mengecup tangan Juliana dengan lembut, membuat wajah gadis yang baru berumur 18 tahun itu merah merona seperti bunga mawar yang baru mekar, “aku harus menyiapkan berbagai hal untuk datang kesini” kata Remi sesaat setelah ia berdiri, “berbagai hal?” tanya Juliana penasaran sambil menaikkan alis coklatnya yang tebal, “ayo ikut aku” ajak Remi sambil menarik tangan julia, julia berjalan dibelakang sambil mengangkat rok gaunnya yang panjang.
Remi dan Juliana tiba didanau ‘takdir’ dihalaman istana keluarga Juliana. “kau lihat itu?” tanya Remi, “perahu? Kau membuatkanku perahu?” tanya Juliana yang penasaran melihat sebuah perahu kecil yang dicat berwarna kuning keemasan, dihiasi lentera lentara kecil, namun ada suatu benda di dalam perahu itu, kotak kayu berukuran sedang yang tertutup, Juliana pergi melihatnya, Remi mengikuti. “apa ini?” tanya Juliana, “kau akan segera tahu” jawab Remi, “sekarang naiklah keperahu., kemudian mereka berdua menaikki perahu itu dan Remi mendayung sampai ke bagian tengah danau ‘Takdir’.
“kau membuatkan perahu ini untukku, Remi? Jadi inikah alasan keterlambatan mu?”
“mohon maaf dengan teramat sangat, putri, sepertinya iya, kemarin malam aku membuatnya sendirian , aku harus menyiapkan kereta kuda berukuran besar agar bisa diisi dengan perahu ini, kuharap ayahku tidak tahu kalau aku mengambil satu kereta miliknya, aku menyeret perahu ini ketepian agar kita siap menggunakannya, semua ini kulakukan demi dirimu Juliana, selamat ulang tahun yang ke 18, putriku sayang, aku tidak akan lupa saat kau berkata padaku bahwa engkau ingin mendayung perahu bersamaku didanau ini, danau takdir, kau bilang bahwa jika ada sepasang kekasih yang mendayung perahu didanau ini selama 1 jam penuh, maka mereka akan menjadi satu selamanya, benar kan putriku? ” jelas Remi, tangannya yang kekar masih berusaha mendayung, “oh, aku sangat senang mendengar semua usahamu itu, Remi” seru Juliana dengan pipi merah merona, “lalu, apa isi kotak kayu ini?” tanya Juliana yang tidak dapat menyembunyikan ekspresinya yang penasaran, “ini kembang api, aku meminta pamanku yang tukang pedagang kembang api membuatkannya khusus untukku, aku yakin kau sangat menyukainya,”.
“kau mau menghidupkan kembang api ditengah halaman yang sepi begini? Oh, kumohon jangan” kata Juliana dengan nada cemas dan mencoba menjelaskan, “semua orang diistana akan mengetahuinya dan mereka akan menemukan kita, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh ayahku padamu kali ini, Remi”.
“tidak apa apa Juliana, aku sudah siap untuk itu, kita tidak bisa terus terusan bersembunyi begini, aku ingin terus terang kepada ayahmu, aku tidak tahu apa alasan ayahmu tidak menyukaiku, tapi semua akan kulakukan jika itu demi dirimu, putri Juliana”. Kata Remi dengan nada yang lembut namun berwibawa, kilatan tajam dimatanya seolah bisa menembus hati Julia yang sedang gundah gulana, ia menatap Remi, dan berkata “aku ragu akan itu, Remi, kau belum tahu mengenai ayahku, mungkin kali ini kau akan benar benar disakiti, ayahmu pasti tidak akan terima dan ini bisa jadi pemicu perang antar negeri kita, aku tidak mau itu terjadi, bila saatnya tepat aku pasti akan bilang pada ayahku mengenai kecintaanku padamu, aku mohon, tunggulah sampai saat itu tiba” jawab Juliana sambil memegang kedua pipi Remi yang dingin dan tersenyum menenangkan.
                Tiba tiba terdengar suara gemuruh dan kegaduhan dari arah halaman depan istana, terdengar dua tembakan, tiga tembakan, sampai lima tembakan meriam raksasa. Api merah besar menyala berkobar seolah hendak melahap semua yang bisa dilihatnya, api tersebut menjalar dari arah dinding bagian bawah depan sampai kehalaman samping istana keluarga Julia, terdengar kumpulan tembakan yang kedua, kini menyerang menara raja dan Juliana,terdengar jelas teriakan teriakan melolong dan rintihan orang orang yang berada didalam istana, lonceng peringatan berdentang 10 kali, ini menandakan situasi yang teramat darurat. kesunyian malam, hembusan angin yang menenangkan dan kerlap kerlip bintang kejora tidak dapat dinikmati kembali setelah semua tragedi mengerikan ini. Teriakan julia seolah memecah kengerian semua itu. “a... apa yang terjadi? Serangan? Ada serangan mendadak dari arah halaman depan!” teriak Julia, ia hendak meloncat dari perahu, “tunggu! Apa yang kau lakukan? Kau bisa mati beku jika berenang didanau ini!” tahan Remi sambil menarik tangan Julia yang gemetar, “sudah tidak ada waktu untuk mendayung ketepian, Remi!” potong Juliana “ayahku, ibuku dan semua orang disana sedang dalam bahaya! Aku tidak bisa berdiam diri disini!” pekik Julia, air matanya seolah berbicara mengenai kecemasannya itu, bibirnya bergetar hebat saat melihat kobaran api yang semakin membesar sudah melahap seperempat istana terbesar dinegeri itu. Remi yang ikut panik juga tidak dapat menghentikan perbuatan Julia yang hendak meloncat dari perahu, “oke, begini saja” kata Remi yang mencoba tenang “aku dan kau akan terjun dari perahu sampai ketepian, tapi kau harus berpegangan erat denganku, jangan sekali kali kau melepaskan tanganmu, sepanik apapun dirimu” kata Remi, Julia mengangguk setuju.
                Julia dan Remi meloncat berdua dan masuk kedanau, rambut Julia yang keriting keemasan kini menjadi lepek dan tidak berkilau lagi, gaun pestanya yang seharga dengan segudang emas dibiarkannya basah dan kotor terkena air danau, mahkota emasnya yang berkilau karena berlian dan tiara tiara kecil digenggamnya dengan erat karena sudah tiga kali hampir terjatuh, begitu juga dengan Remi, rambut coklatnya yang tebal kini terlihat seperti rumput laut yang menggupal, berbeda dengan Julia, Remi menggigit mahkota kepangeranannya dengan giginya yang kuat dan berwarna putih karena kedua tangannya memegangi kaki Julia yang digendongnya dibelakang, pasangan putri dan pangeran ini sudah tidak memperdulikan penampilan mereka lagi, yang dipikirkan Julia hanya satu, yaitu menyelamatkan kedua orang tuanya dan para pelayan istananya, ia berpikir “aku putri disini, dan aku akan melakukan apapun untuk melindungi rakyatku”, dan dipikiran Remi hanya satu, yaitu menyelamatkan Julia, ia akan melakukan apapun demi putri tercintanya yang cantik itu. Belum sampai mereka ke tepian, kaki Julia dan Remi sudah seperti membeku, mereka tidak tahan dengan dinginnya danau malam itu, nafas mereka terengah engah dan tubuh mereka gemetar, sedangkan kobaran api dengan cepat melahap istana dan halamannya, wajah Julia kini menjadi pucat pasi, matanya berkunang kunang dan kepalanya mulai sakit, Remi tidak akan diam saja melihat putrinya mengalami hal demikian meskipun keadaannya tak jauh beda dengan Julia, Remi bergegas menarik tangan Julia dan mempercepat gerakan renangnya, alhasil sekita 15 menit kemudian, mereka sampai ketepian, mereka berdua terbatu batuk dan memuntahkan air dari dalam tenggorokan mereka. Danau takdir memang mempunyai sihir yang amat mendalam didalamnya, ia akan membuat sepasang kekasih yang berduaan disana dalam kurun waktu satu jam menjadi satu selamanya. Sayang, Remi dan Julia hanya 50 menit berada didanau itu, sepasang kekasih yang berada disana dalam kurun waktu kurang dari satu jam tak akan bisa menyatu selamanya, namun apakah itu hanya mitos atau fakta? Yang hanya bisa anda lakukan adalah tetap diam dan membaca kisah ini sampai akhir.
                “semua orang sudah diungsikan kedalam ruang darurat kan!? Apa masih ada yang tinggal? Cepat katakan padaku!?” teriak komandan pasukan berkuda satu yang dari tadi sibuk mengungsikan orang orang, “cepat! Bawa orang orang yang terluka kedalam kereta! Beri perawatan seadanya dan antar kerumah sakit melalui saluran air bawah tanah!” pekik ia berkali kali, sosoknya yang berkumis dan beralis tebal dengan pedang panjang berwarna perak ditangannya. Aku tidak tahu apa keinginannya menyelamatkan orang orang sambil memegang pedang, mungkin dia hanya terbiasa. “tunggu, putri? Dimana putri Juliana?” kata raja yang hendak dibawa kedalam kereta kuda, padahal lukanya tidak terlalu parah, hanya gores kecil ditangan kanannya, ada anak kecil yang kepalanya berdarah hebat namun orang orang istana mendahulukan raja diobati terlebih dahulu, memang panggilan ‘raja’ bukan sekedar untuk main main. “ooh.. putriku? Apa ia masih didalam? Ia bisa mati ditelan kobaran api” kata sang ratu dengan nada cemas, ia menjerit dua kali setelahnya dan hampir pingsan, “tenang yang mulia, aku akan segera masuk kedalam dan menyelamatkan putri” kata komandan itu dengan cepat. “tunggu!” terdengar teriakan dari seorang gadis yang baru berumur 18 tahun “jangan panik, aku ada disini”, putri Juliana keluar dari belakang semak semak, dengan penampilan yang serba basah dan kotor ia tersenyum dengan percaya diri, meskipun kecantikannya tidak luntur, orang orang yang melihat penampilan putri yang basah kuyup itu tetap terkaget kaget. “sungguh penampilan yang menjijikkan Julia, apa yang kau lakukan sehingga menjadi begitu kotor? Seorang putri tidak boleh berpenampilan begitu didepan rakyatnya” pekik sang ratu, ia tidak malu sama sekali memarahi anak tunggalnya didepan semua orang. “sudahlah istriku, yang penting ia selamat” kata raja yang turun dari kereta, “seseorang cepat gantikan gaun putri dan suruh dia menunggu dikereta dengan penjagaan super ketat, aku tidak mau ia mengkhawatirkan semua orang”
“aku tidak mau! Aku tidak mau pergi dari sini sebelum aku dapat penjelasan ayah, siapa yang menyerang istana kita?” tanya Julia dengan nada cemas.
“pasukan dari negeri sebelah, putriku, aku tidak tahu apa yang membuat mereka menyerang istana kita, tapi mereka sudah dipukul mundur oleh pasukan berkuda terbaik kita” jawab raja “sekarang masuklah kekereta, ganti gaunmu itu”
“tapi... ada..” mulut julia tertahan saat ingin mengatakan mengenai remi yang masih menunggu dan bersembunyi dibalik semak semak sambil memperhatikannya. Tunggu dulu, ayah bilang yang menyerang istana mereka adalah tentara pasukan dari negeri seberang, apakah yang dimaksud adalah negeri tempat asal kekasihnya itu?
“ayah, apakah pasukan yang menyerang itu berasal dari negeri timur?” Julia berharap ayahnya berkata ‘bukan’.
“benar putriku” jawab ayahnya “aku tidak tahu apa yang membuat mereka begitu membenci negeri kita ini, mereka sudah bermusuhan dengan kita selama berabad abad, tinggal menunggu waktu sampai peperangan dimulai”. Satu satunya jantung putri julia berdetak hebat, ternyata saat ia dan pengeran dari negeri seberang itu berduaan didanau ‘takdir’, bala tentara dari negeri masing masing saling menyerang, sungguh kenyataan yang sangat menyakitkan menusuk nusuki pikirannya, ia sadar kalau ia tidak bisa menyatu dengan Remi, sekeras apapun usaha mereka berdua, Julia mengutuk dirinya sendiri yang seorang putri kelahiran istana negeri sebelah barat, andai saja Remi bukan orang timur dan ia bukan orang barat, andai saja ia bukan seorang putri, melainkan rakyat biasa, ia pasti sudah menikah dengan Remi dan hidup bahagia, namun kehidupan tidak selalu indah seperti didalam benak manusia.
                Julia masuk kedalam kereta diikuti para pelayan wanita yang sudah memegang gaun sutra, pakaian dalam, dan handuk, dan beberapa penata rambut juga turut masuk kedalam kereta itu. Julia bisa melihat keadaan istana tempat ia dibesarkan itu dari balik jendela keretanya, seperempat bagian dinding istana yang semula dicat dengan warna kuning emas dan biru langit kini menjadi hitam legam, untunglah orang orang istana banyak berkumpul diruang pesta, jadi mudah bagi mereka untuk menyelamatkan diri, mengingat ruangan pesta terletak dibagian yang jauh dari jangkauan api. Juliana tidak percaya bahwa semua kekacauan ini adalah ulah ayah kekasihnya sendiri, tunggu dulu, ia lupa akan kekasihnya yang menunggu disemak semak, apa Remi baik baik saja? Banyak sekali yang ingin ia utarakan kepada kekasihnya itu, namun ayahnya pasti tidak akan ijinkan putrinya keluar dari kereta sebelum selesai didandani, dan butuh waktu dua jam untuk mendandani putri, dalam kurun waktu yang cukup lama itu, sudah pasti membuat Remi jengah dan pulang ke negerinya lagi.
                Tiba tiba Juliana tersadar bahwa Remi memperhatikannya dari balik pohon pinus didepan istana, dengan kaget dan bahagia Juliana tersenyum kearah Remi, tidak satupun dari para pelayan menyadari ulah mereka berdua ini karena mereka sedang sibuk menata rambut Juliana yang sekarang keras karena air danau. Remi menggerakkan tangannya dan berbicara bahasa isyarat ala keluarga kerajaan, bisa dibilang begini percakapan mereka. “bisakah kita bertemu? Besok atau lusa?” jari jari Remi terampil memainkan bahasa isyaratnya, dan Juliana menjawab “aku tidak tahu, ayahku pasti akan mengurungku selama beberapa hari”
“aku akan mendatangimu setiap hari dan melihatmu meski hanya dari balik jendela, sampai jumpa putriku yang cantik”. Tak lama kemudian, Remi pun bergegas pergi, tanpa tahu kalau penyerangan ini didalangi oleh ayahnya sendiri, namun tragedi yang sangat mengerikan yang tidak bisa diterka oleh semua orang yang terlibat, terjadi setelah ini.
                Sesuai perkiraan Juliana, ia dikurung didalam kamarnya yang terletak dimenara istana, tak ada yang bisa ia lakukan selain membaca buku dan bermain kecapi, tangan Juliana yang ramping terlihat sangat anggun dengan musiknya yang menentramkan jiwa raga.
“Juliana, tak ada musik yang melebihi kemerduan yang dimainkan oleh tanganmu yang gemulai itu!” terdengar suara laki laki yang sudah lama ia kenal memanggilnya dengan suaranya yang penih wibawa, itu adalah suara Remi. Juliana tersontak kaget, dan berlari kearah balkon, benar dugaannya, Remi sudah menunggu dibawah dengan menyunggingkan senyumnya yang dapat membuat wanita meleleh.
“bisakah aku menemuimu? Wajahmu tampak sangat kecil dari sini, putriku” kata Remi dengan meletakkan tangan diatas alis tebalnya.
“ssstt.. jangan keras keras” bisik putri sambil menempelkan jari didepan bibirnya “aku akan mengambilkanmu tali, jadi tunggulah”. Sesaat kemudian Julia keluar menuju balkon sambil menurunkan tali kearah Remi dan ia mengikat sumbunya di tiang beranda balkonnya. Remi menangkap tali tersebut dengan lincah dan mulai memanjat menuju balkon Julia dengan sangat hati hati. Untunglah para tentara hanya berjaga di depan pintu kamar Julia dan tidak ada seorang pun yang berjaga disekitar balkon.
“bagaiman caranya kau bisa tahu kalau aku berada disini?” tanya Julia kepada Remi yang baru saja menjejakkan kaki dibalkonnya.
“semua putri biasanya dikurung didalam menara, dan ini menara yang paling tinggi, dan lagi aku bisa mendengar suara merdu kecapimu dari bawah sana” kata Remi sambil menggulung kembali tali yang diapakainya itu.
“emm.. Remi, apa kau sudah tahu kalau yang menyerang istana keluargaku kemarin adalah pasukan dari negerimu?” tanya Julia dengan gemetar, Remi tersontak kaget mendengarnya dan memegang pundak Julia, matanya berkaca kaca dan ia mulai berkata “benarkah? Benarkah itu Julia?”, julia hanya mengangguk pelan, membuat Remi semakin terjerumus kedalam rasa bersalahnya. “jadi, ayahku yang membuat semua ini? Ia hampir membunuh semua orang orang istana termasuk kekasihku sendiri, apa yang ada dibenak ayahku itu?”. Juliana menunduk dan menenangkan diri, ia menarik nafas dalam dalam dan berkata, “itu wajar kan? Negeri kita sudah lama bermusuhan dan tinggal menunggu waktu hingga perang sesungguhnya terjadi”, Remi hanya diam, Julia melanjutkan kata katanya “sudah tidak ada lagi yang bisa kita berdua lakukan, kita tidak bisa merubah apa apa, bagaimana kalau kita akhiri saja hubungan kita ini, Remi?” tanya Julia yang menahan air matanya. “apa?” tanya Remi “apa yang barusan kau ucapkan?”
“hubungan kita hanya akan membawa bencana, semakin dalam perasaan kita berdua, semakin banyak orang yang akan terluka, ini demi keselamatan keluarga kita, Remi, kau juga tidak ingin ayah dan ibumu celaka, kan, ini yang terbaik untuk kita, aku ingin kita bahagia, tidak dalam keadaan yang terbebani begini” kata Julia, kini air mata sudah mencapai kehernya yang jenjang. Perkataan Julia membuat remi sangat terkejut, rasa sedih, bingung dan marah berkecamuk dalam dadanya, namun sebagai laki laki, ia harus kuat. Remi duduk disebelah Julia menatap wajahnya lekat lekat dan menyibakkan rambutnya yang keriting. “Julia, apa yang kau katakan mungkin benar, namun apakah air matamu adalah kebahagiaan? Dari awal kau sudah menyadari bahwa kau tidak akan bahagia jika tidak bersamaku, begitu pula aku, maka dari itu, kumohon putri, berikan aku kesempatan untuk tetap menjadikanmu milikku, akan kulakukan apa saja demi melindungimu” kedua jempol tangan Remi menghapus air mata Julia, lalu ia memegang kedua pipi Julia yang merah dengan lembut mendekatkan jarak dengan perlahan, dan mulai mencium bibir Julia yang lembut dan merah dengan perlahan, Julia hanya menahan nafas pelan saat remi melakukann itu padanya untuk yang pertama kali, setelah melakukan itu, remi tersenyum hangat dan berkata “aku akan mulai berbicara dengan ayahku mengenai hubungan kita, kuharap ia bisa mengerti” setelah berkata begitu, Remi turun dengan menggunakan tali perlahan, Julia hanya tersenyum saat melihat kelakuan Remi yang terburu buru itu, saat melihat wajah Remi yang memerah, ia akhirnya mengerti.