“iya aku sudah tahu tempatnya, tak usah khawatir, aku baik baik saja” trek, segera kuputuskan panggilan dalam handphone ku lalu berbaring kelelahan diranjang, sejak tadi pagi aku sibuk mengurus barang barang yang akan kubawa saat liburan ke villa di bandung besok. Yah, tidak bisa dibilang liburan karena sebenarnya aku ingin menenangkan diri dari kesibukanku di jakarta, sejak tiga bulan ini aku terus bekerja keras menyelesaikan dua novelku, dan kini aku ingin istirahat sekaligus mencari inspirasi baru. Aku sudah membayangkan suasana divilla itu, hening, rindang, dan sejuk. Handphone ku berdering lagi, sekarang ada pesan masuk, “besok lusa aku akan menyusulmu kesana, miss you. Robby”. Aku tersenyum lega melihatnya, rasanya seluruh kecapekan di tubuhku lenyap dalam sekejap. Robby adalah kekasihku yang pertama, aku sangat mencintainya.
Jam didalam mobilku menunjukkan pukul 11.00 malam, dan aku masih berada jauh dari villa tujuanku, butuh satu jam lagi untukku sampai kesana. Aku menghela nafas kesal mengingat kejadian tadi siang aku menerima pesan dari editorku untuk memperbaharui bagian klimaks dan penyelesaian dalam novelku, itu banyak membuang waktuku yang berharga, sehingga aku baru bisa pergi dari Jakarta pukul 9 malam, sebenarnya Robby melarangku pergi karena sudah terlanjur larut malam, tapi menurutku lebih bagus kalau bisa tidur di villa itu saja. Zruuuukk ban mobilku masuk kedalam lubang yang becek, “Sial! Kok malah disaat begini sih?”, dengan cepat aku menekan gas berkali kali dan hasilnya nihil, sepertinya ban mobilku masuk kedalam lubang yang dalam. Bagaimana ini? Sekarang aku berada didaerah hutan yang tak kukenali, sendirian ditengah malam.
Aku tak berani keluar dari mobil, sambil menghela nafas aku melihat sekeliling. Tiba tiba aku melihat sesuatu yang berbunyi di pohon tepat disebelah kanan mobilku berhenti. Kriiiieeet kriiiieeet sepertinya itu bunyi tali tambang yang hampir putus, lebih dari 5 detik aku memperhatikan pohon itu, sepertinya aku hampir melihat sesuatu, karena sangat penasaran, aku mengambil senter yang berada dibelakang jok kursiku, dan meneranginya. Di pohon itu, aku melihat seorang perempuan memakai baju terusan abu abu dengan rambut tergerai panjang kedepan, mata yang masih melotot, dan wajah biru pucat yang telah membeku karena hawa dingin, tergantung dengan tali tambang dipohon beringin itu. Jeritanku tak bisa keluar. Mungkin jarakku tak sampai setengah meter dengan mayat tergantung itu, dari sini aku bisa melihat ekspresi sedihnya, seolah mengatakan “tempat ini tidak aman”. Seperti mendapat pertolongan dari Tuhan, ketika aku menginjak pedal gas sekali lagi, mobilku bisa jalan. Segera kukendalikan dengan kecepatan 75 km/jam.
Air mataku terasa menetes, bayang bayang mayat tadi masih berbekas dipikiranku, ini baru pertama kalinya aku melihat mayat. Aku hanya menghela nafas berkali kali, menenangkan diri. Aku mencerna ini dalam pikiranku, “tidak apa apa, mungkin ia hanya bunuh diri karena dikejar kejar rentenir”. Setelah menyetir selama setengah jam, ada polisi yang menghentikkan dan menghampiri mobilku. “tolong tunjukkan SIM anda” aku menyerahkan SIM ku sambil menggerutu dalam hati “malam malam begini kok ada razia”. Oh iya, aku teringat dengan mayat tadi, harus kuberitahukan pada polisi, “pak.. dihutan belakang tadi ada…” belum selesai aku bicara ia menyela, “mbak berdua mau kemana?” aku heran dengannya, “berdua? Aku kan Cuma sendirian” “sendirian? Lho bukannya ada cewek dibelakang kamu?” aku tersentak dengan perkataannya, dan tak berani menoleh kebelakang. Segera kuinjak pedal gas ku dan kutinggalkan polisi itu bersama SIM ku, tak kupedulikan ia memanggilku. Akhirnya aku sampai divilla tujuanku, aku tak berani melihat kearah mobilku lagi, segera kumasuki kamarnya dan menutup mata dengan paksa, berharap yang terjadi hanya mimpi yang bisa dilupakan.
Tidurku tak begitu nyenyak, ketika terbangun masih jam setengah tiga pagi, hujan deras serta diikuti petir yang dahsyat terjadi diluar, petir membuat jendela besar yang berada tepat disamping ranjang tempatku sekarang berbunyi keras seperti akan didobrak. Tiba tiba aku melihat pintu kamarku terbuka lebar, padahal tadi sebelum tidur aku ingat bahwa aku telah menutupnya, terdengar bunyi air keluar dari kran bak mandi dengan deras. Perasaan takut mulai berkecamuk dalam dadaku, seperti guntur sekarang, irama degup jantungku terdengar sama kerasnya dengan suara petir. Aku ingin memeriksanya, tiba tiba terdengar petir yang sangat kuat dan dahsyat, membuat ruangan yang gelap ini menjadi terang benderang, tapi sepertinya ditengah suasana terang yang tak lebih dari satu detik tersebut aku melihat sesuatu di denjela, sebuah bayangan. Yah, aku dengan jelas melihatnya. Seketika aku menoleh kebelakang, karena gelap tak telihat apa apa dijendela. Sekali lagi petir yang dahsyat berkecamuk, membuat yang kulihat tadi terlihat lagi, kali ini tepat didepan mata. Aku melihat mayat gadis yang kutemui dihutan tadi, tergantung di ujung jendela atas. Membuatku bisa melihat wajahnya dari ruangan.matanya menatap tajam kearahku, seperti menimbulkan sebuah teror.
Segera kuambil langkah seribu menjauhi pemandangan itu, aku harus lari, tapi tanpa arah dan tujuan, aku tak bisa masuk kedalam mobilku lagi karena kejadian tadi. Aku benar benar harus lari, sepertinya aku memang dikejar kejar setan, aku sering melihatnya ditv, tapi ini kenyataan dan aku sendiri yang mengalaminya. Setelah berbelok menuruni tangga, aku seperti menabrak orang, aku tahu tidak ada siapa siapa di villa ini kecuali aku, aku tak sanggup melihat apa yang kutabrak, aku menutup mataku dan menjerit. “viona! Viona! Kau baik baik saja?” aku mengenali suara itu lalu membuka mataku, “Robby?” “Viona, kau baik baik saja? Wajahmu pucat” ia memegang wajah dan menghapusa air mataku, aku tak bisa menjawab pertanyaannya, karena aku yakin pasti Robby tak kan percaya. Ia menaruh handuk dipundakku dan membuatkanku coklat panas. Jujur saja aku sangat lega sekarang, ditemani dan dihibur oleh orang yang kucintai setelang mengingat kejadian buruk yang kualami barusan.
“bukannya kau akan kesini besok?” “aku khawatir, karena kamu pergi malam malam begini, jadi aku menyusulmu” “terima kasih”, ia duduk disampingku dan mulai bertanya dengan serius, “sebenarnya apa yang terjadi selagi kau masih sendirian disini tadi?” aku tahu ia ingin aku bicara jujur, tapi aku tak bisa berkata seperti ada mayat yang mengikutiku sampai sini, aku hanya bisa berkata “aku tadi mimpi buruk, maaf sudah mengejutkanmu”. Ia menatap wajahku, ia tahu kalau aku berbohong, tapi ia hanya tersenyum lega dan memahamiku. Robby benar banar pengertian,aku sangat mencintainya. Tak ingin ia jauh dariku.
Matahari sudah terbit dari arah timur, aku lega hari sudah terang. Lalu aku mendapati Robby sedang memasak sarapan untukku, aku menghampirinya dan berkata, “sudah bisa jadi calon suami yang baik rupanya” sadar bahwa aku menggodanya, ia menyela “calon istri yang baik juga tak akan lupa mandi sampai jam delapan” aku melihat jam dinding, benar sudah pukul 8 lewat 5 pagi. “baik, aku mandi dulu”. Perasaan takut semalam sekarang sudah kulupakan, berharap bahwa itu hanya imajinasiku. Aku melewatkan 10 menit dikamar mandi, tiba tiba aku mendengar suara pukulan dan dentuman keras dari luar, karena kaget dan penasaran aku cepat cepat memakai baju dan berlari kearah suara.
Lalu hatiku terasa hancur, seperti dipukul dengan palu besi oleh orang terkuat sedunia, aku terduduk melihat pemandangan itu, tak terasa air yang asin sudah mengalir sampai keleherku. Aku melihat Robby sudah tergantung di langit langit dengan mengenaskan, semua tubuhnya bengkak membiru, matanya masih melotot seolah memperhatikanku dalam diam. Aku hanya bisa menjerit, menjerit sekuat tenaga dan menangis meraung raung. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa? Siapa yang melakukannya? Beribu ribu pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku, hatiku makin lama makin hancur ketika pertanyaan itu bertambah satu. Tergantung, aku yakin ini ulah setan itu, memang tidak logis kalau setan membunuh manusia, tapi yang harus kulakukan sekarang adalah membunuh orang yang sudah membunuh Robby, ia sangat berharga bagiku. Ia selalu ada untukku, melindungiku, serta memberiku semua tentang kebahagiaan. Ya, benar, Robby sangat berharga bagiku. Perasaan sedih ku kini berubah menjadi marah, dendam, dan benci.
Aku berdiri tegak dengan sorot mata yang tajam, lalu berkata, “keluar kau! Apa yang kau inginkan!?” aku sudah tak takut, aku benar benar tidak takut. “keluar kau setan sialan!” lalu semua ruangan yang terang kini menjadi gelap, pintu pintu dan jendela jendela yang tebuka kini tertutup dengan kasar. Aku hanya memperhatikannya, lalu ia muncul didepanku dengan bangganya ia berkata “apa yang kuinginkan katamu? Aku sudah berusaha mengusirku sejak berada dihutan itu, Kalian para manusia hanya menggangguku, kini kau yang akan mati karena villa ini sangat berharga bagiku, tidak ada seorangpun yang boleh menempatinya” ia menjulurkan tangan dan ingin mematahkan leherku seolah ingin menarikku kedunia sana, kedunia yang telah Robby lalui. Tapi aku tak akan membiarkan itu, katanya villa ini sangat berharga baginya, sekarang aku juga akan merebut yang berharga bagimu, sambil berlari dan mengelak aku mengambil kursi dan melemparkannya ketabung gas, seketika itu juga tabung itu meledak dan membuatku terlempar sejauh 3 meter, tapi aku masih bisa berlari, menyeret nyeret kakiku yang patah. Aku berhasil meloloskan diri dari villa yang terbakar itu, dan membiarkan mayat Robby juga terbakar dari kejauhan aku mendengar jeritan wanita dalam api. Sungguh mimpi buruk yang teramat buruk.
Aku berjalan sejauh setengah kilometer dengan luka luka yang parah, darah mengalir deras dari kepalaku, lalu aku melihat polisi yang waktu itu meraziaku, dengan lega aku menghampirinya. Polisi itu kaget melihatku dan berkata, “kalian berdua kok terluka?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar