Minggu, 09 Desember 2012

The lovely protector (bag 1)


“jadi, katakan padaku apa yang kau lihat, nona?”, pria setengah baya itu menatapku dan memandangi wajahku lekat-lekat dengan tatapan sinisnya, aku tahu ia sudah benar benar jengkel melihatku, atau mungkin ia sebenarnya tidak bersedia untuk memeriksaku.
“kenapa kau masih diam saja? Kami sudah menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk pemeriksaan, kenapa kau masih saja tetap tidak bisa diajak kerja sama? Satu satunya petunjuk hanyalah dirimu yang saat itu berada di TKP, apakah kau...”
“pak polisi! Cukup!” potong pria setengah baya yang tadi menatap sinis kearahku, ia berdiri, “lebih dari satu bulan yang lalu, sebuah keluarga besar dibunuh secara sadis dan misterius, dan gadis ini” ia memegang bahu kananku, “melihat dengan mata kepalanya sendiri kematian semua keluarganya, tidakkah kau berpikir mengenai keadaannya? Itu pasti membuatnya shock berat, kalau anda membentaknya begitu lagi itu akan membuatnya sangat tertekan, yang harus kita lakukan hanya tetap tenang dan menunggu ia bicara, karena gadis ini satu satunya kunci kasus ini, ia pasti tahu sesuatu” kata pria itu mencoba menjelaskan, meskipun aku sebenarnya tidak tahu apa yang ia bicarakan, namun dalam hati aku lega karena ia sebenarnya membela diriku.
“lebih baik kita tinggalkan dia disini dengan penjagaan anak buahku” kata pria yang dipanggil ‘polisi’ tadi, “kau benar, dokter, kita harus tetap sabar, atau mungkin gadis itu sebenarnya bisu?” ia menatap kearahku dengan kasar , “kuharap kau bisa membantu kami untuk membuat gadis itu bicara sesuatu” katanya lagi, lalu pergi meninggalkan aku dan dokter ini didalam ruangan sempit yang dipenuhi kaca, “nah, aku tahu kau tidak sedang berbohong, maafkan atas ketidaksopanan kami” ia membungkukkan badan, lalu pergi.
***
               
                Dinding dengan cat yang terkelupas, tempat tidur berwarna putih yang keras, jam dinding yang sudah tidak berfungsi, TV yang selalu dibiarkan menyala, dan sebuah kursi kosong. Aku tidak tahu apa yang membawaku berada disini sekarang, sejauh yang kuingat, aku sudah berbaring diranjang tak nyaman ini dan satu persatu polisi masuk kesini dan menanyaiku berbagai hal seperti, apa yang kau lihat? Bagaimana wajahnya? Senjata apa yang ia pakai?, dan semacam itu, jujur saja aku benar benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, terkadang mereka membentakku dengan kata kata yang tidak kumengerti pula, dan aku kembali ditinggalkan diruangan ini sendirian, seperti tadi. Melihat apa? Senjata apa? Wajah siapa? Aku sama sekali tidak tahu, sekeras apapun aku berpikir, aku tetap tidak mendapatkan jawabannya. Sesekali aku berdiri dan menemukan diriku yang sedang melihat kearah cermin, yang kulihat hanya seorang gadis berwajah pucat, berambut tebal acak acakan, bibir yang semakin hari semakin membiru dan hidung yang kasar dan mengkerut, aku menyentuh cermin itu dengan hati hati dan bertanya, apa benar bahwa gadis yang berdiri menatapku dicermin ini adalah diriku? Kenapa wajahku mirip sekali dengan wajah gadis yang selalu berada di TV setiap channel berita? Apakah itu aku? Kenapa aku ada di TV? Kenapa aku ada disini? Siapa aku?.
Toktoktok, terdengar ketukan pelan dari arah pintu ruanganku, dan seseorang membuka pintu, “Laila, temanmu datang menjenguk” kata seorang wanita berseragam putih dari ujung kepala sampai kaki, ia tersenyum kearahku, “kau hanya dikasih waktu selama satu jam” katanya kepada laki laki disebelahnya, “terima kasih, suster”, katanya.
“aku membawakanmu makan siang, kau pasti bosan makan makanan rumah sakit terus, kan” kata laki laki itu kepadaku, aku menatapnya, tubuh tinggi yang agak kurus, rambut coklat dan tahi lalat di kening sebelah kanan, ah, aku tidak bisa mengingatnya juga, aku tidak tahu siapa laki laki ini, aku tidak bisa mengingat apa apa.
“laila? Kau baik baik saja?” tanyanya sambil melambai lambaikan tangannya didepan mataku, aku tersadar dari lamunanku, “eh?.. uhm.. siapa kau?” tanyaku dengan suara kecil nan parau, ia terkejut mendengar pertanyaanku barusan, matanya yang agak sipit kini mulai terlihat jelas, lalu ia duduk disebelahku, “maafkan aku kalau aku tidak segera menjengukmu dari sebulan lalu, aku punya banyak kerjaan di kanada, aku harap kau mengerti, maafkan aku”, aku bertambah bingung mendengar ucapannya, aku pikir dia tidak mengerti, lalu kuulangi lagi, “maaf, aku bertanya siapa kau?” , raut wajahnya berubah dari bingung menjadi agak kesal, “sudahlah Laila, hentikan candaan ini, kau membuatku takut” katanya sambil memelototiku, “Laila? Apa itu namaku?” tanyaku, wajahnya bertambah bingung saat kutanyai begitu, lalu aku berdiri dari tempat tidur, “sepertinya kau tahu sesuatu, bisa kau jelaskan kenapa wajahku ada di berita setiap hari? Lalu kenapa aku berada disini dan setiap hari selalu ditanyai macam macam oleh para polisi?”, laki laki itu beranjak dari tempat tidur, “aku akan memanggil dokter” katanya, kemudian ia berlari.
                “kau benar, Laila sepertinya hilang ingatan, kenapa aku tidak menyadarinya? Kupikir ia masih shock akan kejadian itu dan tidak mau bicara” kata dokter itu kepada laki laki tadi, mereka berdua berbicara didepan ruanganku setelah aku diperiksa dimesin berwarna putih yang aneh, “lalu kita harus bagaimana, dok?” tanyanya, “hilang ingatan yang diderita Laila bukan yang permanen, ia hilang ingatan karena gangguan didalam pikirannya, bukan karena benturan, hal yang harus kau lakukan adalah membawanya ketempat asalnya dan membuatnya ingat kembali akan kejadian itu, kuharap kau mampu melakukkannya,kami sudah kehilangan cara untuk membuat ia bicara, para polisi pasti juga akan senang, kau harus membuatnya tenang dan mengingat perlahan” kata dokter itu, jadi saat ini aku hilang ingatan? Bagaimana diriku yang sebenarnya dan dimana tempat tinggalku sebenarnya? Apa aku bisa mengingat semuanya lagi? Kataku dalam hati.
                “apa yang anda lakukan, dokter? Kenapa anda seenaknya akan mengeluarkan Laila dari rumah sakit? Ada banyak sekali misteri yang belum terungkap dan gadis itu adalah kuncinya, kami belum mendapatkan petunjuk apa apa dan anda seenaknya mau membiarkan dia bebas?” tanya seorang laki laki yang disebut polisi tadi pagi, aku mendengar semua percakapan mereka diluar karena dinding rumah sakit ini sudah rapuh dan banyak sekali lubang dimana mana, aku tahu mereka sedang membicarakan diriku, aku hanya diam, terus mendengarkan.
“mohon maaf, pak polisi yang terhormat jika aku sudah berkata dan melakukan sesuatu yang tidak sopan sehingga membuat anda tersinggun, namun akulah yang lebih paham mengenai keadaan dan kedetailan kesehatannya, aku tahu apa yang harus kulakukan dan apa yang tidak akan kulakukan, Laila mengalami gangguan ingatan didalam pikirannya, memori dalam otaknya seperti hilang sebagian dan terpecah belah, tentu saja ini bukan gangguan otak permanen, namun akan menjadi masalah yang sangat serius jika anda terus menahannya diruangan sempit ini sedangkan ia sedang tidak tahu apa apa, dari dulu aku tahu, terus menahannya disini bukanlah perbuatan yang menguntungkan untuk memecahkan masalah ini, karenanya kita harus membebaskannya, membiarkan dia menghirup udara segar sejenak, dan membiarkan ia mengingat perlahan akan kejadian itu, aku harap anda mengerti”, ada jenjang yang sangat panjang setelah dokter itu berbicara panjang, semuanya hening, diam tanpa kata, lalu polisi itu kembali bicara, “pelaku pembunuhan keluarganya itu belum tertangkap sampai sekarang, ia pasti tahu wajah perempuan yang melihatnya, Laila sedang dalam bahaya, ia bisa saja diserang kapan dan dimana saja ia berada, pelaku itu pasti sedang mengintainya sampai sekarang, akan jauh lebih berbahaya jika anda membiarkan Laila bebas”
“aku yang akan melindunginya” terdengar suara laki laki yang berambut cokelat yang menemuiku tadi.
“orang luar tidak boleh ikut campur! Kau mengganggu pekerjaan polisi! Tinggalkan aku dan dokter ini sendirian, ini pembicaraan yang sangat penting!” teriak polisi itu
“dimohon jangan berteriak didalam rumah sakit tuan, anda bisa mengganggu pasien yang lain” kata dokter itu, “anak ini tidak mengganggu, dia bisa membantu kita untuk mengumpulkan kembali ingatan Laila yang hilang, ia sahabat dekat Laila dari kecil, ia tahu seluk beluk keluarga Laila dan kehidupan Laila sendiri, keputusanku Laila akan dibebaskan dari rumah sakit ini, tidak boleh ada yang menanyainya tentang pembunuhan itu sampai ia mengingatnya sendiri” kata dokter itu lagi, kembali ada beberapa senjang waktu setelah kata katanya, lalu polisi itu berkata lagi, “baiklah kalau itu memang keputusan yang tepat, aku akan meminta para anak buahku untuk melindungi dan mengikuti dimana pun ia berada”
“para anak buahmu harus menyamar menjadi orang biasa agar membuat Laila merasa nyaman akan kehidupannya, saya harap anda mengerti, saya mohon pamit, saya harus mengurus berkas Laila agar ia bisa keluar dari sini, permisi”
“huh, dia pikir dia siapa? Seenaknya saja membebaskan kunci penting dalam kasus ini” gumam polisi itu, lalu terdengar langkah kaki, ia meninggalkan si laki laki berambut coklat itu, saat keadaan agak mereda, aku keluar dari kamar itu dan menghampirinya.
“kau mendengarkan dari balik pintu ya? Kau dengar semua percakapan kami?” tanya laki laki berambut coklat yang katanya sahabatku dari kecil itu, aku hanya menunduk, “aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan” katanya memulai “dan aku juga tidak tahu aku harus menjelaskan dari mana” katanya lagi, aku tetap diam beberapa detik, dan mulai berkata.
“aku tidak tahu siapa diriku sebenarnya dan kenapa aku ada disini, aku juga tidak tahu siapa kamu, tapi saat mendengarkan percakapan tadi aku sedikit banyak mengerti apa yang terjadi dalam diriku” laki laki itu menelan ludah dan menatapku dengan menerawang, aku memulai lagi sambil melangkahkan kaki memasuki kamarku, ia mengikuti, “kau tahu tidak rasanya berada disini? Ditempat yang tidak kau kenali dimana satu persatu orang yang juga tidak kau kenali seenaknya masuk dan berkata macam macam, sedangkan dirimu sendiri sedang mengalami sebuah pertempuran dalam ingatan yang masih tidak bisa diketahui siapa yang menang” aku menghela nafas perlahan dan melanjutkan lagi, “saat aku tahu aku kehilangan ingatan, aku agak sedikit lega, lega karena mengetahui aku sebenarnya pasti mempunyai kehidupan yang selayaknya, aku sangat ingin ingatanku kembali dan keluar dari sini, karena itu, bisakah kau membantuku? Meskipun aku tidak mengenalmu, tapi dari tadi aku yakin kau bukan orang orang jahat yang akan berkata hal yang tidak aku mengerti, aku percaya padamu” kataku sambil tersenyum kearah laki laki yang sedang menatapku dengan terkejut, kemudian ia tersenyum perlahan, “namamu laila” ia memulai, “laila vanderwicks,nama yang bagus kan?” tanyanya sambil tersenyum, “kau adalah gadis berumur 25 selayaknya, dan aku adalah orang yang akan membantumu mengingat kembali kenangan dalam hidupmu, melindungimu dari bahaya, menceritakan semua yang ingin kau dengar, membantumu dalam segala hal dan akan tersenyum padamu jika kau ingin melihatnya, namaku beverley even anderson, orang orang suka memanggilku ‘bev’, tapi kau boleh memanggilku ‘even’, even diambil dari kata evening karena aku lahir pada jam dua siang” katanya sambil mengambil telapak tanganku untuk berjabat.
***
                Gemirisik ranting pohon yang diterpa angin pagi musim semi, suara tetesan embun pagi yang jatuh ke daun daun bunga mawar putih, meriahnya kicauan burung pipit yang bertengkar memperebutkan remah roti yang ditebar miranda si nenek tua diseberang sana, dan sinar matahari pagi yang menembus kecela cela kayu dan membelai wajahku dengan hangat, membuat diriku menyadari betapa menyenangkannya dunia luar, aku beranjak dari tempat tidur, membersihkan debu debu yang menempel di celah celah jendela kayu yang wangi, dan membuka jendela yang berderit itu, dan menatap sekeliling sambil tersenyum. Nenek tua miranda yang sedang asyik menebar remah roti menyadari kehadiran laila yang memperlihatkan wajah cantiknya dari jendela atap lantai dua, ia berkata, “hai nona cantik, kau memakai baju yang agak tipis untuk cuaca pagi sedingin ini, wajahmu memerah, kau baik baik saja? Apa perlu aku pinjamkan jaket? Sepertinya kau baru tinggal disini” katanya sambil berjalan pelan kearahku, aku tersenyum dan menggelengkan kepala, “aku tidak apa apa” kataku “terima kasih atas kebaikanmu, nyonya”
“kau baru tinggal disana ya? Apakah kau saudara perempuannya beverley?” tanyanya lagi
“tidak, aku temannya, aku tinggal disini sementara karena suatu hal” kataku lagi
“hei ada lingkaran hitam di sekitar matamu, kau yakin kau baik baik saja, nona?”
“iya, aku tidak apa apa, mungkin kita bisa ngobrol lain kali, sampai jumpa” kataku dengan agak buru buru, aku takut ia akan bertanya macam macam seperti orang orang dirumah sakit itu.
“kau sudah bangun?” tanya even dengan piring berisi empat buah roti panggan yang sudah diolesi selai blueberry, “hati hati tangga itu agak rapuh karena jarang dipakai” katanya saat ia melihatku menuruni tangga untuk menghampirinya, “sebenarnya kamar itu dulu ditinggali oleh ayahku sekitar dua tahun lalu, tapi sekarang ia sudah berada di kanada dan hanya pulang dua kali dalam setahun, ayahku suka tidur di atap yang ia buat seperti kamar, menurutnya inspirasinya akan lebih lancar kalau ia berada ditempat sempit yang lebih tinggi” katanya, “oh iya, ayahku seorang penulis” tambahnya. “iya, tempatnya nyaman kok” kataku memulai sambil menyesap teh susu yang ia julurkan kepadaku barusan, “setidaknya sangat jauh lebih nyaman dari pada kamar kecil disudut koridor rumah , setidaknya disini ada jendela, aku suka”
“Baguslah kalau begitu, setelah ini aku akan mengajakmu kesuatu tempat” katanya , “oh iya, air mandinya sudah kusiapkan, setelah itu pakailah baju yang ada dilemari besar berwarna coklat disebelahnya, sebenarnya aku punya adik perempuan dan sekarang sedang berkuliah di new york, umurnya 23 tahun, tubuhnya juga tidak beda jauh denganmu”, aku terdiam beberapa saat, lalu aku bertanya, “even, boleh aku bertanya suatu hal?” kataku
“apa?”
“kenapa kau baik padaku? Sebenarnya aku ini siapa mu?” tanyaku
“kau akan segera tahu” jawabnya sambil tersenyum dan melemparkan handuk kering berwarna putih kearahku.
                Setelah mandi dan berpakaian, aku melihatnya mengangkat pintu garasi dengan tangannya putihnya yang kekar, ia masuk kedalamnya dan aku mengikuti dengan ragu ragu sambil menebak nebak kendaraan apa yang ada disana, garasi itu cukup luas dengan kaleng kaleng bekas wadah minyak ditumpuk dan disusun rapi disudut garasi yang agak gelap dan lembab, lalu ditengah ruangan ada sebuah mobil yang dibungkus kain berwarna perak yang sudah agak debuan, even membukanya perlahan sambil menepuk nepukkan debu di permukaan bungkus itu tanpa mengetahui keberadaanku, ternyata itu adalah sebuah mobil roadstar tipe lama berwarna coklat tua yang sudah jarang ada dijaman sekarang ini.
“oh, kau sudah selesai” katanya, ia menyadari keberadaanku karena suara batuk yang disebabkan oleh debu halus yang masuk ketenggorokan, sepertinya tempat ini sudah lumayan lama tidak diapakai, pikirku, “maaf ya disini banyak debu, aku sudah lama tidak mengendarai ini semenjak ayahku pergi, ini mobil milik ayahku, tapi aku cukup mahir mengendarainya, naiklah, aku akan memanaskan mesinnya” katanya sambil membukakan pintu mobil.
“kita mau kemana?” tanyaku saat mobil sudah melaju kencang menuju pusat kota
“tempat yang mungkin bisa membuatmu ingat tentang dirimu” jawabnya
“oh iya, dari kemarin aku penasaran, sebenarnya apa pekerjaanmu?” tanyaku lagi sambil mengancingkan baju yang baru sadar belum aku kancingkan dari tadi
“kau masih linglung ya, aku sengaja tidak memberi tahu kukira kau akan menyadarinya lebih cepat”katanya sambil tertawa kecil melihatku mengancingkan bajuku, wajahku sedikit memerah dan menunduk malu “aku seorang teknisi di sebuah perusahaan swasta di new york” katanya lagi, “aku lulusan teknik mesin di suatu institut, tapi hari ini sampai minggu depan aku minta cuti dengan alasan ada urusan keluarga”
“oooh” kataku dengan nada cuek, “jangan marah begitu dong, aku sengaja untuk mengetahui keadaanmu, ternyata pikiranmu masih agak kacau, sepertinya aku harus minta cuti tambahan satu minggu lagi” katanya sambil tersenyum kearahku. Tak lama kemudian kami sampai di sebuah sekolah yang sepi.
“turunlah” katanya sambil membukakkan pintu, mataku masih terpaku melihat bangunan tua ini, ada sesuatu yang bersesir dan melewati pikiranku dengan perlahan, namun aku masih tetap tidak bisa menggapainya, aku tidak bisa mengingat apa apa tentang sekolah tua ini, sedikitpun.
“jangan dipaksa, kalau kau memaksa untuk mengingat sesuatu bukankah itu akan membuatmu tersiksa? Biarkan itu mengalir sendiri dari dasar jiwamu, jangan tergesa gesa, ada aku disini yang akan selalu membantumu” kata even dengan suaranya yang lembut seakan merasuki kedalam jiwaku, ia menarik tanganku dan mengajakku masuk kedalam lingkungan sekolah itu, lalu ia berkata “ini tempat dimana kau menghabiskan masa kecilmu, mulai dari taman kanak kanak sampai sma, kau habiskan di sini, dan disini jugalah tempat kita pertama kali bertemu” katanya sambil tersenyum kearahku, aku tertegun melihatnya dan membiarkan ia memegang tanganku dengan tangannya yang lembut dan hangat.
“kenapa tidak ada orang disini?” tanyaku kepadanya
“tentu saja, inikan hari minggu, tidak ada satupun yang mau kesekolah di hari minggu kan, penjaga sekolah yang tua itu, pak jack, juga tidak datang hari ini karena setiap hari minggu ia selalu mengunjungi makam ibunya setiap hari minggu, sejak 18 tahun yang lalu” jawabnya
                Ia mengajakku kesebuah taman bermain kecil di lingkungan taman kanak kanak, lalu ia memulai “kita pertama kali bertemu disini” katanya sambil duduk diayunan “saat tk, tubuhku sangat kecil dan membuat anak anak disekitarku menyakitiku, aku tidak dibiarkan bermain di permainan apa saja, kalau aku melawan mereka akan menghajarku ,sesekali aku ingin melawan, namun tentu saja aku kalah, aku sangat lemah tak berdaya, tapi suatu hari saat aku menangis karena luka dipipiku sesaat setelah mereka menghajarku, kau datang sambil berkata begini ‘kau sedang apa sendirian menangis disini? Kenapa tidak bermain?’ lalu aku menjawab ‘aku tidak diizinkan bermain’ lalu kau mengangkat tanganku sambil berkata ‘aku ajarkan kau cara berkelahi, aku sering diajarkan oleh kakakku, lihat aku ya’ lalu dengan sekejap mata kau mampu melawan semua anak laki laki yang bertubuh besar itu dan berkata kepada mereka ‘kalau kalian macam macam lagi sama dia, kalian akan berurusan dengan aku dan kakakku, kakakku orang yang paling kuat’, aku bahkan masih ingat bagaimana wajah ketakutan mereka saat kau berkata demikian, kau dulu kuat sekali sampai semua teman teman di taman kanak kanak itu menjuluki dirimu ‘ratu’, kau sering berkata kepadaku, ‘kakakku bilang anak laki laki harus kuat, anak laki laki tak boleh menangis’,
lalu ada bagian yang sangat aku sukai, kau bertanya padaku siapa nama ku, lalu kujawab dengan takut takut ‘beverley even anderson, orang orang biasa memanggilku bevvy untuk mengejek karena hampir sama dengan nama perempuan’ kataku, tapi kau malah berkata begini ‘baiklah, aku akan memanggilmu even, karena kupikir even berasal dari kata evening, aku sangat suka siang yang menunju senja, bagiku itu waktu yang enak untuk santai dan minum jus dirumah’ katamu dengan wajah polos” kata even sambil menghela nafas panjang dan tersenyum kearahku “ayo duduk diayunan ini, selamat atas keberhasilanmu menghajar mereka dan terima kasih telah memberikan kursi ini untukku waktu itu, sang ratu” aku tersenyum kepadanya, bagiku itu adalah cerita yang paling indah, sesaat kemudian aku penasaran dengan suatu hal dan bertanya padanya “even, tadi kau bilang aku punya kakak? Dimana kakakku? Apa dia baik baik saja?” tanyaku sambil mecengkram rok yang kupakai, even terlihat terkejut namun ia menyembunyikan mimiknya itu, dan berkata “kau akan segera tahu”.
“baiklah, ayo kita keruang kelas di lingkungan smp” katanya sambil menarik tangan kananku, setelah melewati taman yang dihiasi pohon pohon apel yang masing masing diberi nama anak anak yang menanamnya dan melewati koridor yang dipenuhi lukisan tangan tangan kecil anak sd, sampailah kami ketempat yang sepertinya ingin even tunjukkan kepadaku, ruang kelas di lingkungan smp, ia menggeser sebuah pintu kayu yang dilapisi cat minya berwarna abu abu sambil berkata “kunci pintu kelas ini selalu rusak dari tahun ke tahun, akhirnya tak pernah ada yang mencoba menguncinya lagi” ia masuk kedalam ruang kelas yang berisi meja meja dan kursi kursi kayu, juga berisi loker loker kecil yang atasnya diletakkan bunga yang dinamain nama anak anak perempuan di setiap vasnya, juga terdapat lukisan hasil tangan tangan anak smp, even berjalan ke sebuah kursi didekat jendela kanan paling belakang, lalu duduk disana “dulu aku duduk disini” katanya “dan laila duduk disana” katanya sambil menunjuk kearah kursi paling depan dekat meja guru, “kau suka mengangkat tangan saat guru belum mengizinkan untuk bertanya, kau suka menghentakkan kaki sebanyak tiga kali saat kau tidak bisa memecahkan soal sulit, kau suka meletakkan pensil diatas bibirmu yang kau monyongkan dan selalu melepas kacamata sesaat setelah menulis” katanya lagi “aku selalu memperhatikanmu dari sini”
“kenapa kau suka memperhatikanku?” tanyaku dengan bingung
“karena kau sangat manis, bahkan dari belakang” katanya dua suara ringan, aku tertegun mendengarnya, keingintahuanku terhadap siapa sebenarnya laki laki ini semakin bertambah dan meningkat.
                Even menutup pintu mobilnya dan mulai menjalankan mesin mobilnya, “sekarang kita mau kemana?” tanyaku, aku rasa kecanggungan diantara kami berdua mulai hilang, diperjalanan sesekali kami besenda gurau dan tertawa kecil, beberapa saat kemudian sampailah kami disebuah apotek, itu yang kutahu dari papan yang tertera disana.
“kenapa kita kesini? Kau mau membeli obat? Tapi apoteknya masih tutup kan” kataku dengan bingung
“tidak, apoteknya tidak tutup, pemiliknya ada disini” katanya sambil membuka pintu apotek tersebut dengan kunci diar saku celananya, “oh kau juga punya apotek ya, kenapa tidak bilang?” kataku sembil memanjangkan leher untuk melihat apa saja yang ada didalamnya “tidak bukan aku, tapi kau” katanya lagi “kau pemilik apotek ini, aku mengambil kunci ini dirumahmu semalam”
“maksudmu? Aku pemilik apotek? Jangan bergurau, melihat orang meracik obat saja aku belum pernah” kataku sambil mundur dua langkah karena ketakutan.
“ayolah jangan takut, kau tidak akan apa apa” katanya sambil menarik tanganku masuk, bau obat obatan tercium jelas dari hidungku saat baru melangkahkan dua kaki masuk ke apotek ini, aku sama sekali tidak ingat aku pernah mendirikan apotek ini, tidak ingat kalau ada tiga sofa panjang minimalis berwarna coklat muda diletakkan di tengah dan dipinggir apotek, tidak ingat kalau ada beberapa rak obat yang dijual dipabrik yang diletakkan maupun yang digantung didinding, tidak ingat kalau ada mesin kasir kecil lucu di sudut ruangan, tidak ingat kalau ada meja meja kecil disekitar kursi yang diletakkan beberapa vas bunga, tidak ingat kalau namaku terpampang didinding sebagai apoteker pengelola apotek, tidak ingat kalau ada dua kaca besar yang ditempel didinding yang dicat berwarna hijau, tidak ingat kalau ada beberapa lampu bergaya minimalis digantung dilangit langit, dan tidak ingat ada sebuah kulkas berisi berbagai macam susu didekat pintu, sama sekali tidak bisa kuingat, aku hanya terpana , melongo dan terdiam sesaat, “kau pasti bercanda, ini bukan apotek milikku” kataku kepadanya beberapa saat kemudian , “kau tidak lihat nama siapa yang terpampang disana?” ia menunjuk sebuah papan yang berterakan namaku “kau adalah apoteker, kau pemilik apotek ini” katanya lagi, aku mulai ketakutan, kepalaku pusing dan mataku berkunang kunang, aku belum bisa mengingat apa apa “kau pasti bercanda!” kataku sambil membuka pintu dan berniat untuk keluar, dengan cepat ia menarik tanganku “akan kutunjukkan kau sesuatu” katanya lagi, “jangan takut, tidak akan terjadi apa apa, aku yang akan melindungimu, laila, percayalah” aku menghela nafas perlahan dan bertanya “bisakah aku mempercayaimu?” lalu ia mengangat tangannya dan menggerakkan jarinya seperti mengambar tanda silang, lalu berkata “cross my heart”.
                Even menarik tanganku lagi dan menuntunku naik ketangga yang berada dibelakang apotek, lalu kami berada ditempat yang ‘sepertinya’ tempat para apoteker meracik obat mereka, bau obat obatan terasa sangat menusuk dan membuat pedih mata, berbagai macam wadah obat disertai namanya tersimpan rapi di masing masing raknya sendiri sesuai abjad, aku melangkah dan melihat melihat, seolah terpesona atau mungkin seolah ingat , “laila, bisa kau ambilkan aku bubuk parasetamol? Dimana letaknya?” tanyanya, aku dengan cepat menuju kesebuah rak yang berada ditengah dan mengeluarkan wadah obat yang bertuliskan ‘acetaminofen’ dan memberikan kepadanya “hmm, laila, aku minta serbuk obat paracetamol bukan acetaminofen” katanya sambil tersenyum, “acetaminofen sama saja dengan paracetamol” jawabku dengan enteng, beberapa saat kemudian aku kaget kenapa diriku berkata demikian “dari mana kau tahu?” katanya sambil tersenyum yang kini semakin melebar, “tidak tahu, tahu begitu saja” kataku kepadanya
“lalu, bisa kau ambilkan aku tetrasiklin hidroklorida? Sepertinya ada dilaci sana, ada empat wadah obat yang tidak ada namanya, aku rasa kau juga bisa membedakannya” katanya lagi sambil menunjuk sebuah rak kecil yang berada dibawah, “mana mungkin aku bisa membedakannya! Aku bukan apoteker, harus berapa kali aku bilang sih?” kataku dengan kesal, “sudahlah lakukan saja” katanya sambil mendorongku, dengan kesal aku membuka laci bagian bawah itu, dan benar ada empat bahan obat tidak ditempeli namanya, aku terdiam dan berpikir sejenak sambil menghela nafas perlahan, ada sesuatu yang mengalir dalam diriku, aku membiarkannya dan ternyata aku bisa mengingat sesuatu, hanya sedikit tapi kurasa ini penting, di dalam laci itu ada empat wadah obat yang berbeda warna yaitu coklat, putih, kuning dan hitam dengan cepat aku mengambil wadah sebuk yang berwarna kuning, dan membawanya ke even
“kau benar lagi” katanya sambil tersenyum
“tidak perlu dites lagi, aku ingat, aku ingat kalau aku seorang apoteker, tiga tahun yang lalu aku mendirikan apotek ini dan bekerja disini dengan dua puluh asisten apoteker dan tiga apoteker pengganti, aku ingat cara meracik semua obat yang dulu pernah aku pelajari, namun ingatanku terputus sampai situ, aku belum bisa mengingat ada atau tidaknya dirimu dan keluargaku dan kehidupanku yang sebenarnya.
“yang penting jawaban atas pertanyaan tentang siapa dirimu sudah terjawab” katanya memulai “ayo kita segera pulang, hari sudah gelap, besok akan kutunjukkan kau sesuatu yang lebih mengejutkan, persiapkan dirimu.