“yah, apakah kali ini Ako berhasil mengalahkan lawannya kurang dari 30 detik seperti yang ia lakukan minggu lalu?” suara sang pembawa acara diikuti jeritan para penonton lainnya, mereka menari memperagakan yel yel yang sudah mereka latih dari jauh jauh hari sambil menyerukan nama Ako. Dari sudut bangku penonton yang terpaut sangat jauh aku sangat memperhatikan dirimu dengan cemas juga bahagia, aku mulai menggemari Ako sejak setahun yang lalu, waktu itu aku menemani pamanku yang ingin sekali menonton pertandingan, saat itulah ia tampil dengan kerennya di pertandingan kejuaraan karate wanita tingkat kota, tanpa disadari aku sangat mengaguminya, caranya meninju, menendang juga membanting lawannya dengan sempurna itu, apalagi diiringi dengan senyum sinis dan lirikan merendahkan yang ia tujukan pada lawannya yang kalah, membuatku seluruh tubuhku gemetar saking kagumnya.
Bel sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu, belum ada tanda tanda guru akan masuk dan memulai pelajaran “apa sebaiknya aku panggil pak guru, ya?” tanyaku kepada seorang teman sekelas yang duduk dibelakangku, sebagai ketua kelas, aku merasa mempunyai tanggung jawab untuk ini, “tidak usahlah, bentar lagi pasti juga masuk, soalnya pak guru itu selalu bersemangat kalau mengajar pagi, kan” katanya sambil membalik balikkan majalah olahraga dengan bosan, “eh Jiro, siang nanti kita ada tanding futsal dengan anak sebelah, kamu ikut ya” ajak temanku yang satunya, Keiji. Aku mencoba menolaknya dengan halus agar ia tidak tersinggung, “maaf hari ini, aku ada les” kataku
“lagi? Kapan sih kau mau bermain dengan kami? Sebagai ketua kelas kan mestinya sekali kali kau mengiyakan ajakan anak buahmu” kata Keiji dengan kesal
“sudahlah Kei, Jiro kan memang tidak suka olahraga” celetuk temanku yang satunya.
“masa sih? Semua laki laki normal kan suka olahraga” Keiji mengejekku seperti biasa. Dalam hati aku kesal dan berpikir mereka benar benar tak tahu tentang aku, aku juga sebenarnya sangat malu kalau berkata sedang menggemari atlit karate wanita remaja yang bernama Ako, dan saking sukanya sejak bulan lalu aku mengikuti klub karate dikota dan mereka tak mengetahuinya.
sreg bunyi pintu kelas dibuka dengan pelan seperti biasa oleh pak guru kami, namun pak guru sedang menggiring seorang anak perempuan masuk, sepertinya murid baru. Semua mata anak anak kelas tertuju pada wanita itu, ia menatap seluruh isi kelas dengan tatapan dingin, bola matanya yang kecoklatan dan berkilauan menambah kesan “dingin” nya. Anak perempuan itu bertumbuh agak tinggi, berkulit putih pucat, dengan rambut hitamnya yang diikat satu seperti ekor kuda.
“apa apaan sih anak baru itu? Baru masuk tatapannya sudah tak sopan begitu” bisik teman sebelahku.
“tapi, dia lumayan cantik, kok” bisik temanku lagi.
Saat itu aku benar benar kaget, seolah sedang berjalan diudara dan menemui bunga yang bisa bicara, seperti mimpi. Kau tahu? Anak perempuan itu adalah Ako Kobayashi, atlit karate wanita yang sekarang sedang tenar karena berturut mendapat medali emas karena ketangguhannya itu, dan wajar seluruh teman sekelasku tidak mengenalnya,pertandingan karate jarang dimuat di TV dan yang mempublikasikannya paling paling majalah olahraga, namun teman laki laki dikelasku hanya membaca majalah olahraga sepak bola, kalau yang perempuannya hanya membeli majalah cewek, aku berani bertaruh kalau mereka tak pernah menyentuh majalah olahraga. Namun aku yang saat ini sedang dilemma mengenai apa yang harus kulakukan, aku ingin sekali berteriak “waah! Ako!” tapi kutahan karena hobi ku menonton kejuaraan karate wanita yang kuangaap memalukan itu bisa bisa terbongkar, jadi aku memilih untuk diam saja dan tetap stay cool.
“Nah Ako, coba tuliskan namamu dipapan tulis agar temanmu bisa menghafal nama lengkapmu” suruh pak guru sambil memberikan spidol
Ako menulis namanya dengan besar dan kasar, tapi saat dilihat, tulisannya benar benar jelek seperti anak 10 tahun belajar menulis dengan tangan kiri, alhasil semua teman teman dikelas tertawa geli dan mengejek “ternyata wajah memang tak sebagus keahlian ya” seru seorang anak laki laki bertubuh pendek gendut dan memang terkenal suka mencela. Ako tak menghiraukan ejekannya dan terus menulis, tetapi setelah ia menyelesaikannya dan pak guru yang juga tertawa tadi meminta spidolnya kembali, ia malah melemparkannya kebelakang dengan kasar. Semua isi kelas ternganga melihatnya, tak ada yang berani tertawa setelah melihat tatapan lebih sinis dari sebelumnya, ia berjalan cepat dan membanting tasnya kesamping kursiku yang kosong, lalu duduk dengan kasar. Sepertinya teman sekelas yang lain tak berani lagi menertwakannya kalau melihat sifatnya yang kasar ini.
Ditengah pelajaran saat kejadian tadi sudah dilupakan oleh sebagian teman sekelas dan pak guru tetap menerangkan seperti biasa, aku mencoba untuk menyapa Ako, wanita yang kugemari itu.
“hai, aku ketua kelas disini, kalau ada yang tidak kau ketahui kau boleh Tanya denganku” kataku sambil tersenyum ramah, namun ia melihatku dengan tatapan sinis selama tiga detik, lalu berpaling dan menidurkan kepalanya. Aku benar benar bingung, ternyata memang sifatnya seperti ini, pikirku. Tiba tiba ia memanggilku “hei ketua kelas” katanya
“a.. apa?” tanyaku yang sedikit kaget
“kasih tahu kepada anak jelek dan gendut itu, kalau berani berkata begitu lagi aku akan merontokkan gigi gigi nya” katanya sambil tetap menidurkan kepala yang sedang tidak menghadap kearahku. Tangan ku terasa gemetar dan mengucurkan keringat dingin “o.. oke” kataku, entah apa yang terjadi padaku juga kalau menasihatinya saat itu.
Sudah seminggu sejak kepindahan Ako disekolahku, aku memang membaca artikel tentang dirinya yang pindah ke Shimizu karena ikut bibinya, namun tak kusangka ia bisa sekelas denganku. Dikelas, Ako tak mau berbincang dengan siapa siapa, sebelumnya anak anak cewek dikelasku pernah menyapanya, namun selalu tak ia hiraukan, ini membuat ia semakin dibenci dikelas, tatapannya yang sinis itu menjadi nilai minus bagi guru guru lainnya, Ako dianggap anak yang tidak sopan. Suatu hari, ia pernah dihampiri oleh kakak kakak perempuan kelas tiga, rupanya ketidak sopanan Ako sudah menjadi buah bibir sampai kesenior, mungkin mereka mau menantang Ako, mereka juga merupakan anak nakal yang selalu membuat onar, meskipun perempuan mereka sering terlibat berkelahi dengan laki laki, merokok, membawa pisau dan semacamnya, namun mereka yang juga ditakuti oleh seluruh sekolah itu seolah tak berdaya ketika berkelahi dengan Ako, mereka berlima seketika itu juga tumbang dengan sempurna, terang saja Ako merupakan juara pertandingan karate.
“kalian sendiri yang minta, ya” katanya sambil meninggalkan kelas, karena ulahnya, Ako mendapat skors selama satu minggu, anak anak lain beerkata senang mendengarnya dan berharap ia cepat cepat dkeluarkan dari sekolah ini, namun pemikiran mereka berbanding terbalik denganku.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, aku menyetir mobilku dengan kecepatan biasa melewati jalan biasa, namun aku melihat ada keributan ditaman kota, dari sini aku melihat belasan orang disana, seperti sedang berkelahi, aku menghentikkan mobilku dan melihat Ako sedang melawan lebih dari 15 anak laki laki, sepertinya mereka akan berkelahi, entah apa yang dilakukan Ako sehingga membuat mereka marah, namun aku yang cemas dan hanya bisa melihat orang yang kucintai dari jauh Cuma bisa berdoa agar dia selamat, aku tidak bisa terlibat dalam perkelahian karena aku lemah.
Aku melihat wajah Ako yang tenang dan dingin seperti biasa, lalu dengan cepat dan tepat ia menyerbu dan menyerang, satu persatu anak laki laki itu tumbang dengan darah bercucuran, ia menendang, memukul, meninju, juga melompat dengan sempurna, meskipun kelihatannya lawannya itu memakai senjata , namun tak satupun yang berhasil mengenainya, aku benar benar berdecak kagum, saat melihatnya berkelahi, ia selalu terlihat sedang menari dengan anggun dimataku. Tiba tiba, sebuah kayu besar yang dipakai oleh anak laki laki bertubuh besar mengenai kepala Ako, itu membuatnya mengeluarkan darah. Oh tidak, kataku dalam hati, aku benar benar cemas. Tetapi Ako sama sekali tak terlihat kesakitan, ia dengan gesit membanting laki laki besar itu dengan sempurna. Sekitar lima menit kemudian semua lawannya tumbang, ia berdiri seorang diri disana seperti pahlawan, sangat keren, ia meloncat dan duduk diperosotan taman, sambil tersenyum sinis seolah merendahkan.
Sudah tiga hari Ako tidak masuk sekolah tanpa kabar, untuk menolongnya aku membuat surat izin palsu karena aku yang mengatur absen, jikalau ada tugas, aku selalu membuat double seolah olah yang satunya milik Ako, saat mengumpulkannya aku selalu berkata begini pada guru, “ini tugas Ako, ia menitipkannya padaku” karena aku merupakan murid yang baik, jadi guru tak akan complain dengan apa yang aku kerjakan. Besoknya Ako masuk seperti biasa dengan tampang sinis yang juga seperti biasa, saat guru minta tugas matematika dikumpulkan, aku juga mengumpulkan punya Ako agar ia tidak dimarahi, namun sepertinya ia tak peduli.
Malam itu sepulang dari les aku menunggu jemputan pamanku karena mobilku sedang diperbaiki dibengkel, saat itulah Ako muncul “jadi kau kursus disini ya” katanya dengan tenagng dan meskipun sudah membuatku kaget. “iya, kau sedang apa disini?” tanyaku.
“aku sudah lama menunggumu, ayo ikut aku” ajaknya sambil menarik tanganku. aku mau ia bawa kemana? Apa ia mau menantangku berkelahi? Pikirku dengan takut takut, diluar dugaan tangannya sungguh halus, padahal kupikir ia memiliki tangan yang cukup kasar karena keseringan meninju orang. Ia membawaku ketaman belakang Kursus, tempatnya sungguh tenang, karena tempat itu merupakan bukit yang cukup tinggi, jadi semua pemandangan dikota, lampu jalan, lampu gedung sampai lampu kendaraan terlihat jelas dari bukit ini, belum lagi ditambah penerangan bintang bintang yang berkelap kelip. “wah, indah sekali disini” kataku dengan kagum.
“aku selalu kesini setiap malam” kata Ako
“oh ya? Sendirian?” tanyaku
“iya, aku menemukan tempat ini baru baru ini, saking nyamannya disini, aku selalu ketiduran dan terlambat kesekolah, karena itulah aku sering tidak masuk sekolah, terima kasih ya sudah membuatkan tugasku dan membuat surat izin palsu” katanya sambil tersenyum, diluar dugaan ia juga bisa tersenyum seperti anak perempuan lainnya.
“dari mana kau tahu kalau aku yang membuatnya?” tanyaku
“kau juga kan yang mengawasiku saat berkelahi ditaman, mudah bagiku untuk menebaknya” katanya.
“ngg… maaf kalau aku membuatmu tak nyaman, lain kali aku…..”
“sstt..” ia memotong perkataanku, “jangan bicara terus, nanti kita tak bisa mendengarnya” katanya
“mendengar? Mendengar apa?” tanyaku dengan bingung
“kembang api, anak anak kota selalu meluncurkan kembang api setiap malam, kita bisa melihatnya dengan jelas disini, indah sekali” katanya dengan mata yang berbinar binar menunggu menatap langit. Tak lama kemudian kembang api benar benar muncul, diiringi dengan bintang yang semakin banyak juga cahaya gedung, warnanya indah sekali, mulai dari hijau, merah, biru, juga kuning, pemandangan indah yang tak akan kulupakan seumur hidupku.
“indah kan? Bagus kan? Kalau melihat kembang api, aku selalu tambah semangat, aneh ya, haha” katanya sambil tertawa, aku benar benar beruntung malam ini bisa melihat pemandangan indah bersama perempuan yang kucintai.
“kau suka kembang api ya? Kenapa tak bilang dari dulu? Pamanku punya usaha kembang api, akan kuperlihatkan kembang apii yang jauh lebih bagus dari ini, tunggu disini tiga hari kedepan ya” kataku sambil pergi dan melambaikan tangan.
Dikelas, aku yang semakin akrab dengan Ako membuat semua teman heran, begitu juga dengan guru, teman temanku juga sekarang jarang mengejekku karena takut dengan Ako.
“malam ini akan kutunjukkan kembang api yang dahsyat, kau harus tunggu ditempat dan jam yang sama” kataku, ia tersenyum
“mengerti, paman? Kalau kukirim sms kosong itu tanda bahwa paman harus meluncurkan kembang apinya segera ya”, aku menyuruh pamanku menunggu dijalan dimana kembang apinya bisa terlihat oleh aku dan Ako dibukit itu, aku dan pamanku sudah menyiapkan kembang api hebat itu dengan hati hati. Jam sudah menunjukkan pukul setengah Sembilan, Ako terlambat satu jam dari perjanjian, aku benar benar cemas, mungkin Ako terlibat perkelahian lagi. Saat aku mencari cari Ako disekitar sana aku melihat gubuk tua yang terang, sepertinya ada orang disana, hatiku mengatakan bahwa aku harus masuk kedalam gubuk itu.
Aku membuka pintu gubuk reyot itu pelan pelan, dan ternyata disana berkumpul sekitar 20 orang lebih, mereka menyadari keberadaanku.
“siapa laki laki culun ini? Apa dia teman cewek ini?” kata seorang laki laki yang umurnya jauh tua dibanding aku. Aku benar benar kaget ketika melihat Ako diikat disudut gubuk dengan mulut dibalut kain. “Ako! Kau baik baik saja!?” kataku dengan panik
“wah wah, ternyata benar ia teman Ako, apa kau mau berlagak jadi pahlawan, bocah?”
“kalau begitu, kita hajar dia, laki laki ini bisa apa?”
“bisa bisanya ia membela wanita yang yang jahat ini, mala mini kalian akan kami bantai, Ako sudah diikat, ia tak akan bisa melawan”
“ayo, majulah bocah, akan kami bunuh kau didepan Ako”
Kaki, mulut, tangan, da semua tubuhku gemetar, apa mungkin orang orang ini dendam pada Ako yang sudah menghajarnya? Namun Ako sekarang sedang tak berdaya, ia tak akan lolos karena sudah diikat kuat dipojokan sana, pikirku, aku harus cepat meminta pertolongan pamanku, segera aku mengeluarkan handphone. “mau apa kau bocah! Kau mau lapor polisi ya!” seru seorang laki laki bertubuh besar sambil menendang perutku, aku terlempar kedinding dan mulutku mengeluarkan darah, Ako yang sesaat sadar melihatku sambil teriak, namun ia tak bisa bergerak sedikitpun. Aku ditendang berkali kali hingga hamper tak sadarkan diri, Ako melihatku sambil menangis, aku benar benar tak bisa apa apa, aku tak bisa melindunginya, setelah aku pingsan, pasti mereka juga akan memukul Ako, dalam pandanganku yang mengabur karena kesakitan aku masih berpikir jalan keluar yang harus kulakukan agar bisa menang. Aku berpikir mengenai Ako yang semangat jika melihat kembang api, aku merayap mengambil handphone yang tidak jauh jaraknya denganku. Aku mengirim sms kosong dengan cepat kepamanku.
“hah! Apa yang kau lakukan? Sudah terlambat! Kau sudah mati sebelum polisi datang” mereka mulai mengeroyokku lagi, sesaat kemudian terdengar suara kembang api dliuncurkan, kembang api yang paling dahsyat, berkalii kali lipat indahnya dari kembang api biasa, besar, berkali kali dan berwarna warni, aku harap Ako melihatnya dan jadi semangat, aku berharap ia tak akan sedih lagi dan ini yang bisa kupersembahkan untuknya.
“apa ini siapa yang menghidupkan kembang api”
Ditengah pandanganku yang mengabur aku melihat Ako tiba tiba berdiri dengan tatapan merah tajam, tatapan yang berkali kali lipat sinisnya dari biasanya, ia mengenggam kepalan tangannya kuat kuat.
“a.. apa ini? Bukannya ia sudah diikat kuat? Mana mungkin ia bisa melepasnya” kata mereka sambil ketakutan.
“terima kasih Jiro, kau tahu kalau aku bisa semangat lagi kalau melihat kembang api, itu kembang api yang paling hebat, aku meriniding dan senang dibuatnya, tanpa sadar aku bisa melepaskan ikatanku” kata Ako kepadaku.
Ako dengan cepat menghindar serangan pria pria lain, ia melompat dengan cepat, lalu mendendang, membanting juga melempar mereka satu persatu, luka luka lawannya lebih parah dari biasanya, jadi inikah semangat yang diperolehnya ketika melihat kembang api? Pikirku.
Setelah mengalahkan semua pria itu tanpa terkecuali, ia berdiri dengan gagahnya, namun ia tidak memasnag senyum merendahkan seperti biasa, namun tersenyum lega kearahku sambil menopangku ia berkata, “tadi itu aku melihat kembang api yang sangat besar, itu membuatku menjadi sangat bersemangat, tapi kembang api itu bukan sesuatu yang meluncur dengan indah dan warna warni seperti barusan, melainkan semangat dan tekadmu untuk melindungiku itu adalah kembang api yang terbaik untukku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar