Minggu, 09 Desember 2012

The lovely protector (bag 1)


“jadi, katakan padaku apa yang kau lihat, nona?”, pria setengah baya itu menatapku dan memandangi wajahku lekat-lekat dengan tatapan sinisnya, aku tahu ia sudah benar benar jengkel melihatku, atau mungkin ia sebenarnya tidak bersedia untuk memeriksaku.
“kenapa kau masih diam saja? Kami sudah menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk pemeriksaan, kenapa kau masih saja tetap tidak bisa diajak kerja sama? Satu satunya petunjuk hanyalah dirimu yang saat itu berada di TKP, apakah kau...”
“pak polisi! Cukup!” potong pria setengah baya yang tadi menatap sinis kearahku, ia berdiri, “lebih dari satu bulan yang lalu, sebuah keluarga besar dibunuh secara sadis dan misterius, dan gadis ini” ia memegang bahu kananku, “melihat dengan mata kepalanya sendiri kematian semua keluarganya, tidakkah kau berpikir mengenai keadaannya? Itu pasti membuatnya shock berat, kalau anda membentaknya begitu lagi itu akan membuatnya sangat tertekan, yang harus kita lakukan hanya tetap tenang dan menunggu ia bicara, karena gadis ini satu satunya kunci kasus ini, ia pasti tahu sesuatu” kata pria itu mencoba menjelaskan, meskipun aku sebenarnya tidak tahu apa yang ia bicarakan, namun dalam hati aku lega karena ia sebenarnya membela diriku.
“lebih baik kita tinggalkan dia disini dengan penjagaan anak buahku” kata pria yang dipanggil ‘polisi’ tadi, “kau benar, dokter, kita harus tetap sabar, atau mungkin gadis itu sebenarnya bisu?” ia menatap kearahku dengan kasar , “kuharap kau bisa membantu kami untuk membuat gadis itu bicara sesuatu” katanya lagi, lalu pergi meninggalkan aku dan dokter ini didalam ruangan sempit yang dipenuhi kaca, “nah, aku tahu kau tidak sedang berbohong, maafkan atas ketidaksopanan kami” ia membungkukkan badan, lalu pergi.
***
               
                Dinding dengan cat yang terkelupas, tempat tidur berwarna putih yang keras, jam dinding yang sudah tidak berfungsi, TV yang selalu dibiarkan menyala, dan sebuah kursi kosong. Aku tidak tahu apa yang membawaku berada disini sekarang, sejauh yang kuingat, aku sudah berbaring diranjang tak nyaman ini dan satu persatu polisi masuk kesini dan menanyaiku berbagai hal seperti, apa yang kau lihat? Bagaimana wajahnya? Senjata apa yang ia pakai?, dan semacam itu, jujur saja aku benar benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, terkadang mereka membentakku dengan kata kata yang tidak kumengerti pula, dan aku kembali ditinggalkan diruangan ini sendirian, seperti tadi. Melihat apa? Senjata apa? Wajah siapa? Aku sama sekali tidak tahu, sekeras apapun aku berpikir, aku tetap tidak mendapatkan jawabannya. Sesekali aku berdiri dan menemukan diriku yang sedang melihat kearah cermin, yang kulihat hanya seorang gadis berwajah pucat, berambut tebal acak acakan, bibir yang semakin hari semakin membiru dan hidung yang kasar dan mengkerut, aku menyentuh cermin itu dengan hati hati dan bertanya, apa benar bahwa gadis yang berdiri menatapku dicermin ini adalah diriku? Kenapa wajahku mirip sekali dengan wajah gadis yang selalu berada di TV setiap channel berita? Apakah itu aku? Kenapa aku ada di TV? Kenapa aku ada disini? Siapa aku?.
Toktoktok, terdengar ketukan pelan dari arah pintu ruanganku, dan seseorang membuka pintu, “Laila, temanmu datang menjenguk” kata seorang wanita berseragam putih dari ujung kepala sampai kaki, ia tersenyum kearahku, “kau hanya dikasih waktu selama satu jam” katanya kepada laki laki disebelahnya, “terima kasih, suster”, katanya.
“aku membawakanmu makan siang, kau pasti bosan makan makanan rumah sakit terus, kan” kata laki laki itu kepadaku, aku menatapnya, tubuh tinggi yang agak kurus, rambut coklat dan tahi lalat di kening sebelah kanan, ah, aku tidak bisa mengingatnya juga, aku tidak tahu siapa laki laki ini, aku tidak bisa mengingat apa apa.
“laila? Kau baik baik saja?” tanyanya sambil melambai lambaikan tangannya didepan mataku, aku tersadar dari lamunanku, “eh?.. uhm.. siapa kau?” tanyaku dengan suara kecil nan parau, ia terkejut mendengar pertanyaanku barusan, matanya yang agak sipit kini mulai terlihat jelas, lalu ia duduk disebelahku, “maafkan aku kalau aku tidak segera menjengukmu dari sebulan lalu, aku punya banyak kerjaan di kanada, aku harap kau mengerti, maafkan aku”, aku bertambah bingung mendengar ucapannya, aku pikir dia tidak mengerti, lalu kuulangi lagi, “maaf, aku bertanya siapa kau?” , raut wajahnya berubah dari bingung menjadi agak kesal, “sudahlah Laila, hentikan candaan ini, kau membuatku takut” katanya sambil memelototiku, “Laila? Apa itu namaku?” tanyaku, wajahnya bertambah bingung saat kutanyai begitu, lalu aku berdiri dari tempat tidur, “sepertinya kau tahu sesuatu, bisa kau jelaskan kenapa wajahku ada di berita setiap hari? Lalu kenapa aku berada disini dan setiap hari selalu ditanyai macam macam oleh para polisi?”, laki laki itu beranjak dari tempat tidur, “aku akan memanggil dokter” katanya, kemudian ia berlari.
                “kau benar, Laila sepertinya hilang ingatan, kenapa aku tidak menyadarinya? Kupikir ia masih shock akan kejadian itu dan tidak mau bicara” kata dokter itu kepada laki laki tadi, mereka berdua berbicara didepan ruanganku setelah aku diperiksa dimesin berwarna putih yang aneh, “lalu kita harus bagaimana, dok?” tanyanya, “hilang ingatan yang diderita Laila bukan yang permanen, ia hilang ingatan karena gangguan didalam pikirannya, bukan karena benturan, hal yang harus kau lakukan adalah membawanya ketempat asalnya dan membuatnya ingat kembali akan kejadian itu, kuharap kau mampu melakukkannya,kami sudah kehilangan cara untuk membuat ia bicara, para polisi pasti juga akan senang, kau harus membuatnya tenang dan mengingat perlahan” kata dokter itu, jadi saat ini aku hilang ingatan? Bagaimana diriku yang sebenarnya dan dimana tempat tinggalku sebenarnya? Apa aku bisa mengingat semuanya lagi? Kataku dalam hati.
                “apa yang anda lakukan, dokter? Kenapa anda seenaknya akan mengeluarkan Laila dari rumah sakit? Ada banyak sekali misteri yang belum terungkap dan gadis itu adalah kuncinya, kami belum mendapatkan petunjuk apa apa dan anda seenaknya mau membiarkan dia bebas?” tanya seorang laki laki yang disebut polisi tadi pagi, aku mendengar semua percakapan mereka diluar karena dinding rumah sakit ini sudah rapuh dan banyak sekali lubang dimana mana, aku tahu mereka sedang membicarakan diriku, aku hanya diam, terus mendengarkan.
“mohon maaf, pak polisi yang terhormat jika aku sudah berkata dan melakukan sesuatu yang tidak sopan sehingga membuat anda tersinggun, namun akulah yang lebih paham mengenai keadaan dan kedetailan kesehatannya, aku tahu apa yang harus kulakukan dan apa yang tidak akan kulakukan, Laila mengalami gangguan ingatan didalam pikirannya, memori dalam otaknya seperti hilang sebagian dan terpecah belah, tentu saja ini bukan gangguan otak permanen, namun akan menjadi masalah yang sangat serius jika anda terus menahannya diruangan sempit ini sedangkan ia sedang tidak tahu apa apa, dari dulu aku tahu, terus menahannya disini bukanlah perbuatan yang menguntungkan untuk memecahkan masalah ini, karenanya kita harus membebaskannya, membiarkan dia menghirup udara segar sejenak, dan membiarkan ia mengingat perlahan akan kejadian itu, aku harap anda mengerti”, ada jenjang yang sangat panjang setelah dokter itu berbicara panjang, semuanya hening, diam tanpa kata, lalu polisi itu kembali bicara, “pelaku pembunuhan keluarganya itu belum tertangkap sampai sekarang, ia pasti tahu wajah perempuan yang melihatnya, Laila sedang dalam bahaya, ia bisa saja diserang kapan dan dimana saja ia berada, pelaku itu pasti sedang mengintainya sampai sekarang, akan jauh lebih berbahaya jika anda membiarkan Laila bebas”
“aku yang akan melindunginya” terdengar suara laki laki yang berambut cokelat yang menemuiku tadi.
“orang luar tidak boleh ikut campur! Kau mengganggu pekerjaan polisi! Tinggalkan aku dan dokter ini sendirian, ini pembicaraan yang sangat penting!” teriak polisi itu
“dimohon jangan berteriak didalam rumah sakit tuan, anda bisa mengganggu pasien yang lain” kata dokter itu, “anak ini tidak mengganggu, dia bisa membantu kita untuk mengumpulkan kembali ingatan Laila yang hilang, ia sahabat dekat Laila dari kecil, ia tahu seluk beluk keluarga Laila dan kehidupan Laila sendiri, keputusanku Laila akan dibebaskan dari rumah sakit ini, tidak boleh ada yang menanyainya tentang pembunuhan itu sampai ia mengingatnya sendiri” kata dokter itu lagi, kembali ada beberapa senjang waktu setelah kata katanya, lalu polisi itu berkata lagi, “baiklah kalau itu memang keputusan yang tepat, aku akan meminta para anak buahku untuk melindungi dan mengikuti dimana pun ia berada”
“para anak buahmu harus menyamar menjadi orang biasa agar membuat Laila merasa nyaman akan kehidupannya, saya harap anda mengerti, saya mohon pamit, saya harus mengurus berkas Laila agar ia bisa keluar dari sini, permisi”
“huh, dia pikir dia siapa? Seenaknya saja membebaskan kunci penting dalam kasus ini” gumam polisi itu, lalu terdengar langkah kaki, ia meninggalkan si laki laki berambut coklat itu, saat keadaan agak mereda, aku keluar dari kamar itu dan menghampirinya.
“kau mendengarkan dari balik pintu ya? Kau dengar semua percakapan kami?” tanya laki laki berambut coklat yang katanya sahabatku dari kecil itu, aku hanya menunduk, “aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan” katanya memulai “dan aku juga tidak tahu aku harus menjelaskan dari mana” katanya lagi, aku tetap diam beberapa detik, dan mulai berkata.
“aku tidak tahu siapa diriku sebenarnya dan kenapa aku ada disini, aku juga tidak tahu siapa kamu, tapi saat mendengarkan percakapan tadi aku sedikit banyak mengerti apa yang terjadi dalam diriku” laki laki itu menelan ludah dan menatapku dengan menerawang, aku memulai lagi sambil melangkahkan kaki memasuki kamarku, ia mengikuti, “kau tahu tidak rasanya berada disini? Ditempat yang tidak kau kenali dimana satu persatu orang yang juga tidak kau kenali seenaknya masuk dan berkata macam macam, sedangkan dirimu sendiri sedang mengalami sebuah pertempuran dalam ingatan yang masih tidak bisa diketahui siapa yang menang” aku menghela nafas perlahan dan melanjutkan lagi, “saat aku tahu aku kehilangan ingatan, aku agak sedikit lega, lega karena mengetahui aku sebenarnya pasti mempunyai kehidupan yang selayaknya, aku sangat ingin ingatanku kembali dan keluar dari sini, karena itu, bisakah kau membantuku? Meskipun aku tidak mengenalmu, tapi dari tadi aku yakin kau bukan orang orang jahat yang akan berkata hal yang tidak aku mengerti, aku percaya padamu” kataku sambil tersenyum kearah laki laki yang sedang menatapku dengan terkejut, kemudian ia tersenyum perlahan, “namamu laila” ia memulai, “laila vanderwicks,nama yang bagus kan?” tanyanya sambil tersenyum, “kau adalah gadis berumur 25 selayaknya, dan aku adalah orang yang akan membantumu mengingat kembali kenangan dalam hidupmu, melindungimu dari bahaya, menceritakan semua yang ingin kau dengar, membantumu dalam segala hal dan akan tersenyum padamu jika kau ingin melihatnya, namaku beverley even anderson, orang orang suka memanggilku ‘bev’, tapi kau boleh memanggilku ‘even’, even diambil dari kata evening karena aku lahir pada jam dua siang” katanya sambil mengambil telapak tanganku untuk berjabat.
***
                Gemirisik ranting pohon yang diterpa angin pagi musim semi, suara tetesan embun pagi yang jatuh ke daun daun bunga mawar putih, meriahnya kicauan burung pipit yang bertengkar memperebutkan remah roti yang ditebar miranda si nenek tua diseberang sana, dan sinar matahari pagi yang menembus kecela cela kayu dan membelai wajahku dengan hangat, membuat diriku menyadari betapa menyenangkannya dunia luar, aku beranjak dari tempat tidur, membersihkan debu debu yang menempel di celah celah jendela kayu yang wangi, dan membuka jendela yang berderit itu, dan menatap sekeliling sambil tersenyum. Nenek tua miranda yang sedang asyik menebar remah roti menyadari kehadiran laila yang memperlihatkan wajah cantiknya dari jendela atap lantai dua, ia berkata, “hai nona cantik, kau memakai baju yang agak tipis untuk cuaca pagi sedingin ini, wajahmu memerah, kau baik baik saja? Apa perlu aku pinjamkan jaket? Sepertinya kau baru tinggal disini” katanya sambil berjalan pelan kearahku, aku tersenyum dan menggelengkan kepala, “aku tidak apa apa” kataku “terima kasih atas kebaikanmu, nyonya”
“kau baru tinggal disana ya? Apakah kau saudara perempuannya beverley?” tanyanya lagi
“tidak, aku temannya, aku tinggal disini sementara karena suatu hal” kataku lagi
“hei ada lingkaran hitam di sekitar matamu, kau yakin kau baik baik saja, nona?”
“iya, aku tidak apa apa, mungkin kita bisa ngobrol lain kali, sampai jumpa” kataku dengan agak buru buru, aku takut ia akan bertanya macam macam seperti orang orang dirumah sakit itu.
“kau sudah bangun?” tanya even dengan piring berisi empat buah roti panggan yang sudah diolesi selai blueberry, “hati hati tangga itu agak rapuh karena jarang dipakai” katanya saat ia melihatku menuruni tangga untuk menghampirinya, “sebenarnya kamar itu dulu ditinggali oleh ayahku sekitar dua tahun lalu, tapi sekarang ia sudah berada di kanada dan hanya pulang dua kali dalam setahun, ayahku suka tidur di atap yang ia buat seperti kamar, menurutnya inspirasinya akan lebih lancar kalau ia berada ditempat sempit yang lebih tinggi” katanya, “oh iya, ayahku seorang penulis” tambahnya. “iya, tempatnya nyaman kok” kataku memulai sambil menyesap teh susu yang ia julurkan kepadaku barusan, “setidaknya sangat jauh lebih nyaman dari pada kamar kecil disudut koridor rumah , setidaknya disini ada jendela, aku suka”
“Baguslah kalau begitu, setelah ini aku akan mengajakmu kesuatu tempat” katanya , “oh iya, air mandinya sudah kusiapkan, setelah itu pakailah baju yang ada dilemari besar berwarna coklat disebelahnya, sebenarnya aku punya adik perempuan dan sekarang sedang berkuliah di new york, umurnya 23 tahun, tubuhnya juga tidak beda jauh denganmu”, aku terdiam beberapa saat, lalu aku bertanya, “even, boleh aku bertanya suatu hal?” kataku
“apa?”
“kenapa kau baik padaku? Sebenarnya aku ini siapa mu?” tanyaku
“kau akan segera tahu” jawabnya sambil tersenyum dan melemparkan handuk kering berwarna putih kearahku.
                Setelah mandi dan berpakaian, aku melihatnya mengangkat pintu garasi dengan tangannya putihnya yang kekar, ia masuk kedalamnya dan aku mengikuti dengan ragu ragu sambil menebak nebak kendaraan apa yang ada disana, garasi itu cukup luas dengan kaleng kaleng bekas wadah minyak ditumpuk dan disusun rapi disudut garasi yang agak gelap dan lembab, lalu ditengah ruangan ada sebuah mobil yang dibungkus kain berwarna perak yang sudah agak debuan, even membukanya perlahan sambil menepuk nepukkan debu di permukaan bungkus itu tanpa mengetahui keberadaanku, ternyata itu adalah sebuah mobil roadstar tipe lama berwarna coklat tua yang sudah jarang ada dijaman sekarang ini.
“oh, kau sudah selesai” katanya, ia menyadari keberadaanku karena suara batuk yang disebabkan oleh debu halus yang masuk ketenggorokan, sepertinya tempat ini sudah lumayan lama tidak diapakai, pikirku, “maaf ya disini banyak debu, aku sudah lama tidak mengendarai ini semenjak ayahku pergi, ini mobil milik ayahku, tapi aku cukup mahir mengendarainya, naiklah, aku akan memanaskan mesinnya” katanya sambil membukakan pintu mobil.
“kita mau kemana?” tanyaku saat mobil sudah melaju kencang menuju pusat kota
“tempat yang mungkin bisa membuatmu ingat tentang dirimu” jawabnya
“oh iya, dari kemarin aku penasaran, sebenarnya apa pekerjaanmu?” tanyaku lagi sambil mengancingkan baju yang baru sadar belum aku kancingkan dari tadi
“kau masih linglung ya, aku sengaja tidak memberi tahu kukira kau akan menyadarinya lebih cepat”katanya sambil tertawa kecil melihatku mengancingkan bajuku, wajahku sedikit memerah dan menunduk malu “aku seorang teknisi di sebuah perusahaan swasta di new york” katanya lagi, “aku lulusan teknik mesin di suatu institut, tapi hari ini sampai minggu depan aku minta cuti dengan alasan ada urusan keluarga”
“oooh” kataku dengan nada cuek, “jangan marah begitu dong, aku sengaja untuk mengetahui keadaanmu, ternyata pikiranmu masih agak kacau, sepertinya aku harus minta cuti tambahan satu minggu lagi” katanya sambil tersenyum kearahku. Tak lama kemudian kami sampai di sebuah sekolah yang sepi.
“turunlah” katanya sambil membukakkan pintu, mataku masih terpaku melihat bangunan tua ini, ada sesuatu yang bersesir dan melewati pikiranku dengan perlahan, namun aku masih tetap tidak bisa menggapainya, aku tidak bisa mengingat apa apa tentang sekolah tua ini, sedikitpun.
“jangan dipaksa, kalau kau memaksa untuk mengingat sesuatu bukankah itu akan membuatmu tersiksa? Biarkan itu mengalir sendiri dari dasar jiwamu, jangan tergesa gesa, ada aku disini yang akan selalu membantumu” kata even dengan suaranya yang lembut seakan merasuki kedalam jiwaku, ia menarik tanganku dan mengajakku masuk kedalam lingkungan sekolah itu, lalu ia berkata “ini tempat dimana kau menghabiskan masa kecilmu, mulai dari taman kanak kanak sampai sma, kau habiskan di sini, dan disini jugalah tempat kita pertama kali bertemu” katanya sambil tersenyum kearahku, aku tertegun melihatnya dan membiarkan ia memegang tanganku dengan tangannya yang lembut dan hangat.
“kenapa tidak ada orang disini?” tanyaku kepadanya
“tentu saja, inikan hari minggu, tidak ada satupun yang mau kesekolah di hari minggu kan, penjaga sekolah yang tua itu, pak jack, juga tidak datang hari ini karena setiap hari minggu ia selalu mengunjungi makam ibunya setiap hari minggu, sejak 18 tahun yang lalu” jawabnya
                Ia mengajakku kesebuah taman bermain kecil di lingkungan taman kanak kanak, lalu ia memulai “kita pertama kali bertemu disini” katanya sambil duduk diayunan “saat tk, tubuhku sangat kecil dan membuat anak anak disekitarku menyakitiku, aku tidak dibiarkan bermain di permainan apa saja, kalau aku melawan mereka akan menghajarku ,sesekali aku ingin melawan, namun tentu saja aku kalah, aku sangat lemah tak berdaya, tapi suatu hari saat aku menangis karena luka dipipiku sesaat setelah mereka menghajarku, kau datang sambil berkata begini ‘kau sedang apa sendirian menangis disini? Kenapa tidak bermain?’ lalu aku menjawab ‘aku tidak diizinkan bermain’ lalu kau mengangkat tanganku sambil berkata ‘aku ajarkan kau cara berkelahi, aku sering diajarkan oleh kakakku, lihat aku ya’ lalu dengan sekejap mata kau mampu melawan semua anak laki laki yang bertubuh besar itu dan berkata kepada mereka ‘kalau kalian macam macam lagi sama dia, kalian akan berurusan dengan aku dan kakakku, kakakku orang yang paling kuat’, aku bahkan masih ingat bagaimana wajah ketakutan mereka saat kau berkata demikian, kau dulu kuat sekali sampai semua teman teman di taman kanak kanak itu menjuluki dirimu ‘ratu’, kau sering berkata kepadaku, ‘kakakku bilang anak laki laki harus kuat, anak laki laki tak boleh menangis’,
lalu ada bagian yang sangat aku sukai, kau bertanya padaku siapa nama ku, lalu kujawab dengan takut takut ‘beverley even anderson, orang orang biasa memanggilku bevvy untuk mengejek karena hampir sama dengan nama perempuan’ kataku, tapi kau malah berkata begini ‘baiklah, aku akan memanggilmu even, karena kupikir even berasal dari kata evening, aku sangat suka siang yang menunju senja, bagiku itu waktu yang enak untuk santai dan minum jus dirumah’ katamu dengan wajah polos” kata even sambil menghela nafas panjang dan tersenyum kearahku “ayo duduk diayunan ini, selamat atas keberhasilanmu menghajar mereka dan terima kasih telah memberikan kursi ini untukku waktu itu, sang ratu” aku tersenyum kepadanya, bagiku itu adalah cerita yang paling indah, sesaat kemudian aku penasaran dengan suatu hal dan bertanya padanya “even, tadi kau bilang aku punya kakak? Dimana kakakku? Apa dia baik baik saja?” tanyaku sambil mecengkram rok yang kupakai, even terlihat terkejut namun ia menyembunyikan mimiknya itu, dan berkata “kau akan segera tahu”.
“baiklah, ayo kita keruang kelas di lingkungan smp” katanya sambil menarik tangan kananku, setelah melewati taman yang dihiasi pohon pohon apel yang masing masing diberi nama anak anak yang menanamnya dan melewati koridor yang dipenuhi lukisan tangan tangan kecil anak sd, sampailah kami ketempat yang sepertinya ingin even tunjukkan kepadaku, ruang kelas di lingkungan smp, ia menggeser sebuah pintu kayu yang dilapisi cat minya berwarna abu abu sambil berkata “kunci pintu kelas ini selalu rusak dari tahun ke tahun, akhirnya tak pernah ada yang mencoba menguncinya lagi” ia masuk kedalam ruang kelas yang berisi meja meja dan kursi kursi kayu, juga berisi loker loker kecil yang atasnya diletakkan bunga yang dinamain nama anak anak perempuan di setiap vasnya, juga terdapat lukisan hasil tangan tangan anak smp, even berjalan ke sebuah kursi didekat jendela kanan paling belakang, lalu duduk disana “dulu aku duduk disini” katanya “dan laila duduk disana” katanya sambil menunjuk kearah kursi paling depan dekat meja guru, “kau suka mengangkat tangan saat guru belum mengizinkan untuk bertanya, kau suka menghentakkan kaki sebanyak tiga kali saat kau tidak bisa memecahkan soal sulit, kau suka meletakkan pensil diatas bibirmu yang kau monyongkan dan selalu melepas kacamata sesaat setelah menulis” katanya lagi “aku selalu memperhatikanmu dari sini”
“kenapa kau suka memperhatikanku?” tanyaku dengan bingung
“karena kau sangat manis, bahkan dari belakang” katanya dua suara ringan, aku tertegun mendengarnya, keingintahuanku terhadap siapa sebenarnya laki laki ini semakin bertambah dan meningkat.
                Even menutup pintu mobilnya dan mulai menjalankan mesin mobilnya, “sekarang kita mau kemana?” tanyaku, aku rasa kecanggungan diantara kami berdua mulai hilang, diperjalanan sesekali kami besenda gurau dan tertawa kecil, beberapa saat kemudian sampailah kami disebuah apotek, itu yang kutahu dari papan yang tertera disana.
“kenapa kita kesini? Kau mau membeli obat? Tapi apoteknya masih tutup kan” kataku dengan bingung
“tidak, apoteknya tidak tutup, pemiliknya ada disini” katanya sambil membuka pintu apotek tersebut dengan kunci diar saku celananya, “oh kau juga punya apotek ya, kenapa tidak bilang?” kataku sembil memanjangkan leher untuk melihat apa saja yang ada didalamnya “tidak bukan aku, tapi kau” katanya lagi “kau pemilik apotek ini, aku mengambil kunci ini dirumahmu semalam”
“maksudmu? Aku pemilik apotek? Jangan bergurau, melihat orang meracik obat saja aku belum pernah” kataku sambil mundur dua langkah karena ketakutan.
“ayolah jangan takut, kau tidak akan apa apa” katanya sambil menarik tanganku masuk, bau obat obatan tercium jelas dari hidungku saat baru melangkahkan dua kaki masuk ke apotek ini, aku sama sekali tidak ingat aku pernah mendirikan apotek ini, tidak ingat kalau ada tiga sofa panjang minimalis berwarna coklat muda diletakkan di tengah dan dipinggir apotek, tidak ingat kalau ada beberapa rak obat yang dijual dipabrik yang diletakkan maupun yang digantung didinding, tidak ingat kalau ada mesin kasir kecil lucu di sudut ruangan, tidak ingat kalau ada meja meja kecil disekitar kursi yang diletakkan beberapa vas bunga, tidak ingat kalau namaku terpampang didinding sebagai apoteker pengelola apotek, tidak ingat kalau ada dua kaca besar yang ditempel didinding yang dicat berwarna hijau, tidak ingat kalau ada beberapa lampu bergaya minimalis digantung dilangit langit, dan tidak ingat ada sebuah kulkas berisi berbagai macam susu didekat pintu, sama sekali tidak bisa kuingat, aku hanya terpana , melongo dan terdiam sesaat, “kau pasti bercanda, ini bukan apotek milikku” kataku kepadanya beberapa saat kemudian , “kau tidak lihat nama siapa yang terpampang disana?” ia menunjuk sebuah papan yang berterakan namaku “kau adalah apoteker, kau pemilik apotek ini” katanya lagi, aku mulai ketakutan, kepalaku pusing dan mataku berkunang kunang, aku belum bisa mengingat apa apa “kau pasti bercanda!” kataku sambil membuka pintu dan berniat untuk keluar, dengan cepat ia menarik tanganku “akan kutunjukkan kau sesuatu” katanya lagi, “jangan takut, tidak akan terjadi apa apa, aku yang akan melindungimu, laila, percayalah” aku menghela nafas perlahan dan bertanya “bisakah aku mempercayaimu?” lalu ia mengangat tangannya dan menggerakkan jarinya seperti mengambar tanda silang, lalu berkata “cross my heart”.
                Even menarik tanganku lagi dan menuntunku naik ketangga yang berada dibelakang apotek, lalu kami berada ditempat yang ‘sepertinya’ tempat para apoteker meracik obat mereka, bau obat obatan terasa sangat menusuk dan membuat pedih mata, berbagai macam wadah obat disertai namanya tersimpan rapi di masing masing raknya sendiri sesuai abjad, aku melangkah dan melihat melihat, seolah terpesona atau mungkin seolah ingat , “laila, bisa kau ambilkan aku bubuk parasetamol? Dimana letaknya?” tanyanya, aku dengan cepat menuju kesebuah rak yang berada ditengah dan mengeluarkan wadah obat yang bertuliskan ‘acetaminofen’ dan memberikan kepadanya “hmm, laila, aku minta serbuk obat paracetamol bukan acetaminofen” katanya sambil tersenyum, “acetaminofen sama saja dengan paracetamol” jawabku dengan enteng, beberapa saat kemudian aku kaget kenapa diriku berkata demikian “dari mana kau tahu?” katanya sambil tersenyum yang kini semakin melebar, “tidak tahu, tahu begitu saja” kataku kepadanya
“lalu, bisa kau ambilkan aku tetrasiklin hidroklorida? Sepertinya ada dilaci sana, ada empat wadah obat yang tidak ada namanya, aku rasa kau juga bisa membedakannya” katanya lagi sambil menunjuk sebuah rak kecil yang berada dibawah, “mana mungkin aku bisa membedakannya! Aku bukan apoteker, harus berapa kali aku bilang sih?” kataku dengan kesal, “sudahlah lakukan saja” katanya sambil mendorongku, dengan kesal aku membuka laci bagian bawah itu, dan benar ada empat bahan obat tidak ditempeli namanya, aku terdiam dan berpikir sejenak sambil menghela nafas perlahan, ada sesuatu yang mengalir dalam diriku, aku membiarkannya dan ternyata aku bisa mengingat sesuatu, hanya sedikit tapi kurasa ini penting, di dalam laci itu ada empat wadah obat yang berbeda warna yaitu coklat, putih, kuning dan hitam dengan cepat aku mengambil wadah sebuk yang berwarna kuning, dan membawanya ke even
“kau benar lagi” katanya sambil tersenyum
“tidak perlu dites lagi, aku ingat, aku ingat kalau aku seorang apoteker, tiga tahun yang lalu aku mendirikan apotek ini dan bekerja disini dengan dua puluh asisten apoteker dan tiga apoteker pengganti, aku ingat cara meracik semua obat yang dulu pernah aku pelajari, namun ingatanku terputus sampai situ, aku belum bisa mengingat ada atau tidaknya dirimu dan keluargaku dan kehidupanku yang sebenarnya.
“yang penting jawaban atas pertanyaan tentang siapa dirimu sudah terjawab” katanya memulai “ayo kita segera pulang, hari sudah gelap, besok akan kutunjukkan kau sesuatu yang lebih mengejutkan, persiapkan dirimu.

Jumat, 02 November 2012

Macet


Mengerjakan tugas laporan, belajar untuk menghadapi kuis dan uts, membeli isi binder, pensil dan penghapus baru, mempersiapkan surprise untuk ibu tersayang, membantu kakak menjahit bros, dan.. satu persatu kegiatan mulai menyesaki benakku, kemudian aku membuka mata pelan sambil mengibaskan rambut yang lengket karena keringat perlahan kebelakang dan membenarkan posisi duduk di kursiku yang sempit dan kecil, belum lagi posisinya agak miring kebawah, kalau saja tidak setiap sepuluh menit sekali aku membenarkan posisi duduk, pasti seluruh tubuhku sudah merosot sampai kebawah. Sinar matahari yang sudah tidak malu malu lagi mulai menyerangku dengan kasar, menyilaukan mata dan hampir memerahkan setengah wajahku yang memang kukeluarkan sedikit dari jendela bus karena menginginkan sedikit udara segar dari bus yang sesak, namun bukanlah udara segar yang membelai wajahku, melainkan angin panas yang mengandung debu debu halus maupun kasar yang berlomba memasuki mata dan hidungku, klaksonan mobil dan motor, gemerisik gesekan ban yang menyentuh tanah berbatu terdengar saat beberapa supir memaksakan kendarannya melewati jalan yang terjal kebawah, dan teriakan sesumbar yang kasar terdengar keluar dari mulut orang yang berpindidikan maupun yang tidak, pemandangan ini, suara ini, rasa ini dan suasana ini sangat tidak bosan bosannya menjahili hari dan duniaku yang semula bisa dibilang tentram.
            “tik, tidur ya?” terdengar sesayup suara lembut dari sebelah tempatku duduk “macet lagi nih, gimana dong?”, katanya lagi, aku hanya diam sambil memerhatikan barisan kendaraan kacau balau yang memanjang kesamping kearah tikungan yang tajam. Macet, semua orang yang tinggal di kota atau di perbatasan kota sekalipun pasti pernah mengalami kejadian ini.”yah, padahal aku janji mau nemenin mama aku beliin kado buat adik aku” terdengar suara yang lebih melengking dari yang sebelumnya, itu suara Inne, “aku mau ngebalikin dvd yang kemarin aku pinjem, gimana nih, kalo malem tokonya udah tutup, kalo balikin besok, berarti aku bakalan kena denda” kata putri, teman yang duduk disebelahku. Benar, semua orang yang mengalami macet, pasti merasa kesal dan jengah karena menghabiskan waktu, banyak kegiatan lain yang harus dilakukan dan terasa membosankan, semua kegiatan yang terhenti atau tertunda diluar perkiraan adalah sesuatu yang tidak mengenakkan, memang kehidupan tidak selalu lancar seperti yang ada dalam benak manusia, contohnya, cinta.
            Masa menuju titik kedewasaan, menstabilkan emosi, dan merubah persepsi ‘cinta monyet’ terjadi di masa SMA, namun tidak terhitung jumlah murid yang berpacaran dengan teman satu sekolah mereka sendiri, tidak termasuk aku. Sejak masuk SMA hingga saat itu, aku tidak merasakan berpacaran dengan teman satu sekolahku, sekalipun jatuh cinta dan sempat mengalami masa pendekatan. Sesekali aku menatap iri dengan teman dekat maupun teman yang tidak terlalu dekat, iri saat melihat mereka berjalan kekantin berdua sambil tertawa kecil, iri saat melihat mereka berboncengan keluar masuk perkarangan sekolah dengan mengenakan seragam sekolah, iri saat melihat mereka berduaan di balkon lantai tiga maupun lantai dua gedung sekolah. Semenjak awal kelas satu SMA, aku sudah berkali kali jatuh cinta dengan beberapa laki laki, meskipun awalnya mengalami kedekatan, namun pada akhirnya status berpacaran tidak kunjung aku dapatkan. , aku berpikir kalau aku tidak akan pernah bisa pacaran dengan murid sekolah ini.
 jarum terus bergerak kearah kanan dengan kecepatan dan nada yang teratur, langit, menunjukkan waktu dan suasana yang sedang kita alami. Waktu terus berjalan dan menguasai kita sampai akhir dunia. Akan tetapi, waktu yang bisa menentukan suasana dan terlihat seperti menguasai segalanya pun tetap berlari mengejar tanpa mengetahui keinginan, takdir dan kejadian yang kita alami. Meskipun kau sudah berusaha sampai titik darah penghabisan untuk mencapai tujuanmu, takdirmu tetap ditentukan dan waktu terus mengejarmu. Terkadang, takdir dan waktu bisa bersahabat dengan dirimu hanya apabila kau mengerti mereka, mungkin takdir yang mempertemukanku dengan dirinya dan waktulah yang berkuasa saat memperlihatkan keindahannya. Akhirnya aku berada dalam situasi dimana orang orang mulai berlomba mencari tempat bimbel yang bagus, membeli buku buku soal soal persiapan UN dan SNMPTN, berkonsultasi dengan guru maupun mentor, mengikuti try out yang diadakan dimana, kapan dan oleh apa saja, dan memperhatikan promosi dan seminar seminar dari beberapa universitas dengan seksama, benar, aku memasuki semester dua kelas tiga SMA, ketegangan dan kegigihan mulai merambat satu persatu dan memasuki jiwa para murid yang ingin mempunyai masa depan yang menyenangkan. Disaat semua orang mulai sibuk dengan semua itu, ditengah tengah pelajaran yang berlangsung di sebuah kelas, teringat lagi akan keinginanku dulu untuk mempunyai pacar dengan anak satu sekolah saat melihat seorang temanku sedang menemui kekasihnya didepan pintu, bagaimana dan apa saja rasanya saat berpacaran dengan teman satu sekolah mulai kembali mengalir ke benakku, hanya satu jawaban yang kudapatkan setelah melamun sejenak dalam keadaan yang sunyi, ‘menyenangkan’. Kemudian, aku berpikir lagi bahwa ini bukan saatnya memikirkan cinta , yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya lulus dengan nilai yang tinggi dan mendapatkan universitas bergengsi untuk mendapatkan masa depan yang terbilang cerah. Namun, saat aku berpikir untuk mencintai laki laki yang kutemui di jurusan yang sama dan berpacaran dengannya suatu saat nanti, aku salah besar.
Tok tok tok pintu kayu yang dilapisi cat minyak berwarna coklat diketuk oleh tangan seseorang, dan terdengar bunyi engsel pintu dipegang dan ditarik, aku dengan sigap menundukkan wajah, mengambil pena, dan pura pura menulis, namun saat aku sengaja mengangkat dagu perlahan dan menggerakan mata kekanan, bukan orang itu yang kulihat, bukan orang yang kutunggu tunggu dengan jantung yang berdegup dari tadi, aku menghela nafas pelan dan melihat kearah arloji temanku sekilas, waktu menunjukan pukul 14.50, hampir setengah jam saat jam pelajaran di sebuah kelas bimbel ini dimulai. ‘mungkin dia tidak masuk’ pikirku pelan dengan nada kecewa, ‘berarti aku baru akan bertemu dengannya minggu depan’, aku merasakan rasa kecewa yang lumayan dalam. Sepuluh menit setelahnya, pintu kembali diketuk dan dengan penuh harapan aku mengangkat daguku dan membelalakkan mataku dengan sigap melihat siapa yang akan memasuki ruangan, ternyata benar, laki laki yang kuharapkanlah yang memasuki kelas, sosok yang aku tunggu tunggu dengan perasaan gugup dari tadi, tanpa sengaja aku menatap dirinya selama beberapa detik, sadar diperhatikan, ia melirik kearahku, kearah mata hitamku yang penuh dengan dirinya, kami bertatapan tidak lebih dari satu detik, aku kembali melihat kebuku catatan dan ia kembali menunduk sambil melangkahkan kaki masuk kedalam ruangan, diiringi dengan sorakan anak anak lainnya yang berkata “sudah telat setengah jam, enggak usah kursus aja sekalian”, dan lain sebagainya, jantungku bertambah kencang degupannya dengan irama yang tidak konstan, mungkin kalau aku sebuah boneka bersekrup, sekrupku harus diputar lima detik sekali saat melihat dirinya, hanya satu detik, satu detik saat aku bertatapan dengannya, satu detik yang berharga.
Aku menggenggam erat handphoneku ditangan kanan dan melirik kearahnya satu menit sekali, saat led dari hadphoneku menyala merah, dengan sigap dan cepat aku membuka kunci dan melihat messenger yang kuterima, dengan senyum sumringah aku melihat nama yang tertera disana, ternyata benar, itu dirinya, sesegera mungkin aku menekan tombol ‘open chat’.
Hei :p lagi apa? Udah mandi sama sholat kan? Kalo belum, sholatlaah :p
Aku membalasnya dengan cepat, dan aku memulai membincangkan kejadian tadi.
Tadi kita selihatan kan? Kok kamu nunduk sih? Hahahaha
            Haha, aku masih malu, maaf ya L :p
            Haha, gak papa kok, aku juga malu, hehe J
            Oiya, sudah US nanti gak ada acara kan? Aku mau ngajak jalan, mau nggak?
Air minum yang semula berada dalam mulutku, setengahnya menyembur keluar, jantungku mulai berdegup kencang seperti biasa, dengan cepat aku kembali mengetik
            Hehe, maulah :P kemana?
Ia serius mengajakku jalan berdua saja setelah ujian sekolah nanti, rasa bahagia yang tak tertahankan menjalar dari ujung rambut sampai ujung kakiku, pikiranku seolah ingin mengeluarkan ‘bunga’, kalau saja dirumahku sekarang terdapat kolam renang, aku pasti akan melompat kedalamnya dengan tanpa melepas pakaianku dan berteriak keras keras. Namun, pikiran ‘bunga-bunga’ ku terhenti saat aku memikirkan kalau kami tidak pernah sekalipun bertatapan dan berbincang bincang, bagaimana mungkin kami berdua akan ‘berkencan’ dengan tenang, aku pasti akan mengalami degupan jantung yang dahsyat, keringat dingin dan sakit perut saking gugupnya, namun pikiran itu kutunda sementara, yang kupikirkan saat ini hanyalah ‘kebahagiaan’, aku sangat bahagia diajak kencan oleh laki laki yang kuciintai meskipun bukan kekasihku, sudah lama sekali aku tidak merasakan sensasi kebahagiaan karena cinta ini.
            Waktu yang sudah ditunggu tunggu telah tiba, semakin mendekati jam dua siang, degupan jantungku semakin kencang dan terdengar sampai ketelingaku sendiri, handphone yang aku pegang berkali kali hampir jatuh karena keringat di telapak tanganku yang keluar dengan teramat banyak. Sekarang, aku sudah berada di tempat yang dijanjikan, aku sengaja duduk dan menghela nafas panjang untuk menenangkan pikiran, kakakku bilang kalau kau ingin semuanya berjalan lancar, tariklah nafas dalam dalam dan hembuskan seperti kau mengeluarkan seluruh masalahmu, belum sempat aku melakukan semua itu, sosok laki laki yang kutunggu tunggu mulai terlihat batang hidungnya, semula aku menunduk dan begitu pula dirinya, saat ia sudah mendekat kearahku, aku berdiri dengan menguatkan kedua kakiku yang kesemutan, aku menahan nafas dan mengatur suaraku sejenak agar tidak terdengar gemetar, dengan perlahan dan dengan satu kata yang kuucapkan pertama kali untuknya, “mau langsung keatas?” tanyaku dengan menatap matanya, ia juga terlihat gugup, kondisinya hampir sama denganku “hmm.. iya” jawabnya. Aku berpikir kalau kencan pertama dalam hidupku ini akan berlangsung hambar karena kami berdua sama sama gugup, namun pikiranku salah besar, kami berkencan selayaknya pasangan muda mudi biasa, ia dengan mudah mencairkan suasana dengan suaranya dan nada bicaranya yang lembut serta didampingi dengan tawaan dan canda kecilnya, aku sangat bersyukur bisa hidup sampai hari ini saking senangnya, aku senang sekali bisa berkencan dan mencintai laki laki ini sampai detik ini. Waktu menunjukkan pukul setengah 6 sore, dan kami mulai memutuskan untuk mengakhiri kencan ini, sesaat setelag kami berjalan kearah berlawanan, ia berteriak “Makasih manis” aku terkaget mendengarnya berkata demikian, saking kagetnya aku tidak bisa berkata apa apa, aku hanya membalas dengan senyuman kecil dan menunduk lalu berjalan kearah pintu luar. Sebenarnya, aku agak kecewa dengannya, semula aku berpikir kalau dia akan menyatakan cintanya padaku, namun tidak berjalan semulus itu, inilah awal ‘macet’ bermula.
            Hampir seluruh teman dekatku mengetahui kedekatan kami, tidak sedikit dari mereka menulis dan mengolok olok kami di dunia maya maupun nyata, namun itu tidak masalah buatku, aku senang bisa digosipkan dengan laki laki yang memang aku sukai. Hampir satu bulan berlalu setelah kencan itu kami masih melalukan komunikasi lewat handphone seperti biasa, rasa penasaran dan harapanku sedikit demi sedikit mulai sirna akan cinta dari dirinya, aku mulai berpikir yang tidak tidak, akankah tiba saatnya saat ia menyatakan rasa cinta padaku? Apakah sebenarnya ia mencintaiku? Kalau ia benar benar menyukaiku tidak mungkin ia membiarkanku menunggu begitu lama? Apa yang sebenarnya ia pertimbangkan? Satu persatu pertanyaan memasuki pikiranku, dan malangnya aku tidak dapat menjawabnya sendiri, semua orang benar, terjebak dalam situasi macet itu sangat tidak mengenakkan, banyak hal yang harus kita pikirkan, banyak hal yang harus kita lakukan, menunggu bukan sesuatu yang enak untuk dilakukan mengingat kita tidak bisa melakukan apa apa selain duduk diam dan berpikir positif, karena kalau tidak berpikir positif, kita bisa jadi gila.
            Ada seorang ‘teman’ yang pernah berkata begini “tik, kok kamu mau sih di PHP-in kayak gitu? Kalian udah ada panggilan sayang lho, masa’ kamu belum ditembak sih? Kalau aku sih gak bakalan mau menunggu selama itu, masih banyak kok cowok yang lain”.kata katanya yang tajam seolah menyiram minyak kedalam api yang merah membara, ia benar, aku seperti seorang yang bodoh karena terus menunggu sesuatu yang tidak begitu pasti, akan tetapi setelah menimang nimang, berpikir keras dan melamun sejenak, aku mendapatkan sebuah jawaban, untuk apa selama ini aku berkomunikasi dengannya? Untuk apa selama ini aku menunggu dia datang keruang kelas sambil menunduk dan gugup? Untuk apa selama ini aku menunggunya datang kesekolah dan menunggu dia lewat dari atas balkon? Untuk apa selama ini aku memeperhatikan punggungnya sampai hilang sosoknya saat pulang sekolah? Itu semua demi dirinya, itu semua demi kebahagaiaan diriku, aku yakin kalau aku bisa menunggu saat ia menyatakan cintanya padaku selama apapun itu, karena itu yang memang aku tunggu, karena itu yang memang aku inginkan, aku menginginkan dirinya dengan semua lebih dan kurangnya.
            Beberapa hari kemudian saat mentari sudah malu malu dan membenamkan dirinya, ia menyatakan rasa cintanya padaku, demi semua rasa, yang aku rasakan saat ini hanya rasa bahagia, hanya satu rasa, namun memenuhi jiwaku dengan amat berlimpah. Sampai sekarang, aku dan dirinya tetap menjalin cinta tanpa adanya rasa kurang sedikitpun, kami dijuluki pasangan yang paling romantis oleh teman teman kami. Adakah hal lain yang dapat menggantikan semua ini? Aku rasa tak ada, andai saja saat itu aku sudah mundur, andai saja saat itu aku sudah menyerah, pasti rasa bahagia ini tidak akan pernah aku dapatkan seumur hidup. Macet dan menunggu memang kejadian yang sangat tidak menyenangkan untuk diperbincangkan, namun, kalau kita bisa mengerti akan arti dibalik semua itu, akan ada balasan yang jauh lebih berarti.
            “wah akhirnya sampai Palembang tepat waktu, asiiik bisa nemenin mama, apalagi mama sedang berada drestoran pasti setelahnya aku bakalan ditraktir” kata inne dengan senyum sumringah
“rental dvd juga belum tutup, eh, barusan aku dapet kabar dari pemiliknya kalau ada stok dvd film terbaru dan baru muncul hari ini, entar aku pinjem, kita nonton sama sama dirumah aku ya, teman” kata putri sambil memegang handphonenya, tak lama setelah itu, handphoneku bergetar, ada sebuah messenger yang masuk. Sayang, kamu udah dipalembang kan? Aku jemput ya, setelahnya kita makan yuk, kamu pasti belum makan.

Rabu, 20 Juni 2012

Waktu dan Takdir


Tik tok tik tok, jarum terus bergerak kearah kanan dengan kecepatan dan nada yang teratur, langit, menunjukkan waktu dan suasana demi suasana yang sedang kita alami. Waktu terus berjalan dan menguasai kita sampai akhir dunia. Akan tetapi, waktu yang bisa menentukan suasana dan terlihat seperti menguasai segalanya pun tetap berlari mengejar tanpa mengetahui keinginan, takdir dan kejadian yang kita alami. Meskipun kau sudah berusaha sampai titik darah penghabisan untuk mencapai tujuanmu, takdirmu tetap ditentukan dan waktu terus mengejarmu. Terkadang, takdir dan waktu bisa bersahabat dengan dirimu hanya apabila kau mengerti mereka, mungkin takdir yang mempertemukanku dengan dirinya dan waktulah yang berkuasa saat memperlihatkan keindahannya.
                “kau belum tidur?” suara yang agak parau dengan nada sedikit cemas terdengar ditelingaku “jangan bermain dengan handphone mu terus, apa kau sudah menyelesaikan tugasmu?” kali ini suara itu terdengar melengking dan ada perasaan kesal didalamnya.
“sebentar lagi bu” jawabku dengan singkat dan datar, ibu hanya menghela nafas perlahan  dan pergi setelah menutup pintu kamarku. Sebenarnya aku suka sekali tidur lebih cepat dan bangun lebih awal, namun ada sesuatu yang sangat menarik perhatianku malam ini, aku sedang membaca timeline seseorang, rutinitas ini sudah kulakukan baru baru ini dan semakin lama aku semakin tertarik. Orang ini sangat menyukai sajak, ia mempunyai akun twitter kedua dan menyembunyikan identitasnya meskipun itu usaha yang sia sia, aku tahu persis siapa yang memiliki akun ini. Setiap malam ia selalu membuat beberapa sajak mengenai dirinya. Meskipun ini tidak bisa dibilang perbuatan yang terpuji karena kurang sopan men-stalke twitter orang lain dengan sengaja dan terus menerus. Namun aku menyukai kata kata yang ia posting meskipun sebenarnya kata kata itu tak lebih dari perasaan sedih pembuatnya yang bisa membuat hati pembacanya teriris, terus terang aku juga tidak begitu mengerti kata kata yang ia rangkai, akan tetapi aku sangat tertarik dengan apa yang dilakukannya, dia membuat suasana sedih, pedih dan sakit menjadi begitu nyata.
                Ia selalu membuat sajak sajak yang menorehkan kesedihan yang amat mendalam, aku tahu itu, aku dapat merasakannya, mungkin ini karena kegagalannya dalam menjalin hubungan dengan pacarnya. Kalau aku yang menjadi pacarnya, aku akan sangat sedih bila orang yang mencintaiku terus menuliskan sajak kesedihannya tentang diriku terus menerus, ini sama seperti seorang penulis yang membuatku sebagai pemeran utamanya dan mengakhiri cerita dengan unhappy ending. Terbesit keinginan dibenakku, suatu saat akan kubuat orang ini menuliskan namaku dan aku sebagai pemeran utama dan tokoh didalam sajaknya, namun bukan sajak yang mengadung kesedihan dan kepiluan, melainkan sajak yang mengandung kebahagiaan dengan berbagai arti.
                Banyak wanita yang menginginkan bunga, boneka beruang raksasa, kue, atau coklat dari kekasihnya, namun tidak denganku, yang aku inginkan hanya kata kata penuh cinta yang dibuat oleh orang yang sangat mencintaiku dengan sepenuh hatinya, suatu saat ketika aku menjadi seorang penulis terkenal, sajak sajaknya akan kumuat dalam cerita cerita ku, dan kami berdua akan membacanya berulang ulang sampai tua, sampai salah satu dari kami tidak bisa lagi merangkai kata kata, itu keinginanku, sederhana.
“aku tidak mau pacaran dengan orang yang tidak mengerti hobiku” kataku dengan kasar kapada seorang teman wanitaku, “maksudmu?” tanyanya dengan mengernyitkan alisnya yang tipis, “kau tahu tidak, baru baru ini aku membuat cerpen untuk menguji seseorang”, jawabku
“menguji?” tanyanya lagi
“aku membuat sebuah cerpen dan meminta ia untuk menilainya, dan kau tahu apa komentarnya? Dia hanya bilang ‘bagus’ dan ketika kutanyai lagi mengenai bagian apa yang ia sukai, dia menjawab ‘semuanya’ “, jawabku dengan nada kesal.
“lho, itu baguskan, artinya cerpen buatanmu benar benar bagus dan ia menyukai semua bagiannya”
“apanya yang bagus, jawaban itu membuatku kesal, suasananya seperti ini, jika kau ditanyai mengenai film kesukaanmu kau pasti akan menjawabnya dengan bersemangat dan menyebutkan bagian khusus yang kau sukai, kan? Pasti begitu, dan itu bukti kalau dia tidak menyukai cerpenku atau mungkin tidak menyukai hobiku” jawabku, mencoba menjelaskan
“mungkin ia hanya tidak mengerti mengenai cerpenmu, kau sering memakai kata kata sulit dan orang yang agak kaku pasti tidak bisa memahaminya, kan”
“nah itu tadi!” jawabku dengan nada kesal “aku tidak mau pacaran dengan orang yang tidak mengerti hobiku, meskipun ia menelepon dan mengirimiku pesan berkali kali, aku tidak akan memerdulikannya, bisa kau bayangkan betapa tersiksanya aku ketika pacaran dengan dia, kan? Aku pasti akan terus menahan hati” jawabku
“kau memang orang yang keras kepala, ami, bukan salah dia kalau dia tidak mengerti hobimu kan? Kalau begitu kau harus berpacaran dengan laki laki yang mengerti sastra, hahaha” jawab nya sambil mengolok olok
“yah mungkin aku memang keras kepala, tapi kalau aku membuat cerita dan merangkai kata kata bagus untuknya dan dia tidak mengerti itu pasti akan membuatku kesal, itu saja”
“ngomong ngomong” katanya lagi “aku tahu laki laki yang mengerti sastra , anak kelas unggulan disebelah kan? Setiap pagi ia terus terusan me-retweet sajak sajak cinta, sepertinya kau cocok dengan orang yang seperti itu” jawabnya dengan sinis.
“ehm, sesudah ini pelajaran matematika kan? Aku pinjam buku latihanmu dong, semalam aku lupa membuat PR”  kataku, mencoba mengalihkan pembicaraan, aku takut ia akan menjelek jelekkan laki laki yang saat ini sedang menarik perhatianku itu, sepertinya orang orang tidak menyukai hobinya itu, memang jarang ada sih laki laki yang menyukai sajak sajak indah begitu dijaman dan suasana yang serba kasar begini, ‘cerpenpun sekarang sudah tidak begitu diminati, apa lagi sajak’, pikirku. Namun itulah letak keunikannya, aku kira laki laki seperti itu hanya satu diantara dua ratusan orang.
                Semua berawal saat dia menanyaiku mengenai ulangan biologi, ibuku guru biologi disekolahku dan mengajar dikelasnya, ia menanyaiku mengenai pelajaran dikelas dan aku juga begitu, ia orang yang cukup bisa diajak bersahabat dan bercanda, bisa dibilang aku merasa nyaman saat berkomunikasi dengannya walaupun dalam pesan pesan, belum lagi ia tidak seperti laki laki yang berada didalam lingkungan unggulan dalam waktu lama yang selalu bersikap serius, kaku dan tidak begitu bisa diajak bercanda. Obrolan kami berlanjut semakin akrab dan semakin akrab sehingga ada suatu ketertarikan dalam diri kami masing masing. Aku kira ia dan aku menyadari ketertarikan ini.
                Namun saat berada didunia nyata, kami tidak pernah sekalipun mengobrol atau sengaja bertemu meskipun dalam obrolan dihandphone terlihat begitu akrab seperti sudah mengenal sejak lama, ada rasa teramat gugup yang menguasai seluruh tubuhku saat bertemu atau berpapasan dengannya secara tidak sengaja, begitu pula dengannya, aku selalu berpura pura melakukan sesuatu atau memandangi sesuatu yang lain saat berpapasan dengannya, dan ia sepertinya terus melakukan hal terbaik untuk menghindar, kami hanya diam seperti orang yang tidak saling kenal saat bertemu. aku masih ingat perasaan ketika menunggu dan memandanginya dari balkon setiap pagi, aku masih ingat perasaan dimana aku memperhatikannya mengemudikan motornya hingga tak terlihat lagi, aku masih ingat saat aku terkaget dan berpaling kebelakang seperti orang bodoh saat tiba tiba melihatnya didepan mataku, aku masih ingat saat ia pura pura melihat kearah denah sekolah saat melihatku turun dari tangga, dan  aku masih ingat ketika menunggunya datang keruang kelas tempat kursus dengan perasaan gugup. Aku dan dia terus menyimpan rasa di waktu yang cukup lama dalam diam.
                Akhirnya setelah agak lama kami berdua melalukan pendekatan dengan sengaja, ia mulai sedikit bisa menggodaku, ia mencoba memanggilku dengan panggilan ‘manis’, aku sangat senang mendengarnya, namun itu berarti aku juga harus mempunyai nama panggilan khusus untuknya, awalnya aku hanya bercanda dengan memanggilnya ‘jelek’, namun ia menanggapinya dengan serius dan kami berpikir bahwa ini lucu, jadi kami membuat status dalam blackberry masing masing yang berbunyi ‘we are sweet and ugly  J’, dan mulai muncul rumor rumor mengenai kedekatan kami. Aku menyukai sajak sajaknya dan ia pernah mengirimkan beberapa kepadaku, yang bunyinya
Aku selalu berdoa, mudah mudahan kau tak sama seperti mereka, yang menilai hanya dari apa yang bisa mereka lihat. Sungguh aku bukan siapa siapa dan tak punya apa apa, namun aku takkan pernah berhenti mencintaimu.
Aku selalu heran, mengapa Tuhan menciptakanmu begitu manis didepanku, berkedip adalah cara Tuhan menegurku, agar tak terlalu lama memandangmu.
Kau tahu, aku tak peduli bagaimana dunia menjatuhkanku. Selama kau disisiku, aku sudah punya lebih dari segalanya.
Demi semua rasa indah yang belum bisa kuberi nama, aku berharap bisa menjadi satu-satunya lelaki yang mampu mengusap air matamu, dengan lembut.
Takkan ada yang mampu mengungkap diam kita. Ya, tak ada, bahkan aku atau kau sekalipun. Hanya waktu, dan sebuah rasa dalam hati kita, yang belum juga mampu kita ungkapkan.
Kau lebih terang dari kerjap cahaya, lebih anggun dari purnama, lebih bias dari angan angan. Aku, hanya seorang lelaki yang bermimpi  bisa mencintaimu, dan dicintai olehmu.
Tahukah kau Ami, mungkin Tuhan menciptakan cinta, agar tak ada yang perlu didukakan lagi, dalam hidup kita.
Tersenyumlah selalu Ami, tersenyumlah; Tetaplah tersenyum, meski dalam tangisanku.
Lihatlah, Ami, langit malam yang hening, seakan ingin memecah ketuk jantung kita; Ketuk jantung yang mencintai, dalam sepi.
Hujan terhempas dari biru lazuardi, saat aku hendak buru-buru pergi, saat kulihat matamu berair, sungguh airmu lebih mendukakan dari apapun bagiku.
Hujan, cukuplah engkau menangis sedih kehilangan matari, tidakkah kau lihat, kekasihku, jauh lebih duka, tak dapat bertemu daku.
Jangan sekali lagi kau menangis, manisku; Perpisahan, hanya soal jarak yang bernak pinak, bukan perasaan kita, yang mati suri.
Tak ada yang perlu kau sedihkan manisku; sungguh, kau hanya perlu menunggu waktu, membawa daku, kepelukanmu.
Bersabarlah manisku, dunia menunggu senyumanmu, hujan menanti pelangimu, dan aku selalu menunggu kehadiranmu, disisiku.
Walau aku selalu tak bisa menghapus kesedihanmu, setidaknya aku tidak akan membiarkan kau bersedih sendirian, sayang.
                Semakin aku gugup saat melihatnya, semakin aku senang saat membaca semua pesan pesannya, dan semakin aku menyukai sajak sajaknya, semakin aku menyadari kalau aku mencintainya. Takdir dan waktu terus mengampiri dan berjalan kearah kami berdua. Suatu hari dimana ujian sekolah sudah berakhir, ia mengajakku untuk pergi kencan untuk yang pertama kalinya, awalnya aku bingung, bagaimana bisa dua orang yang tidak pernah bercakap satu patah katapun bisa berkencan? Apa yang akan kami berdua bahas dan apa yang akan kami berdua lakukan jika bertemu? apakah akan berpaling atau menunduk seperti biasa?. Pertanyan pertanyaan itu terus menghantui dan membuatku semakin bingung. Namun, aku menerima ajakannya karena ini kesempatan dan mungkin ia mulai menyadari dan ingin membina hubungan kami dengan lebih serius. Waktu itu tanggal 6 april 2012, hari Jumat, dimana suasana siang sangat terasa menyengat dan mengganggu pikiran, sejak mulai bangun tidur pagi tadi perasaanku sudah mulai gusar, gugup dan gelisah, ‘hari ini hari dimana aku berkencan untuk yang pertama kalinya dalam hidupku’ kataku dalam hati, aku sudah menyiapkan pakaian yang akan kupakai pada siang itu, dia bilang bahwa foto yang aku pajang di display picture sangat manis ketika tersenyum sambil memakai baju berwarna pink, jadi aku berencana memakai baju itu, untuk memikatnya, aku juga memakai minyak wangi beraroma vanilla agar terasa lebih manis. Jam yang sudah dijanjikkan akhirnya datang juga, perasaanku mulai terasa campur aduk, mulai dari gugup, gelisah, bahagia, dan bingung, aku mencoba menenangkan diri, dan berpikir obrolan apa yang akan kami bicarakan nanti. Syukurlah, kencan berlangsung lancar tanpa kejadian konyol apa apa, karena aku selalu melakukan hal konyol jika gugup, kami menonton film hantu yang berjudul woman in black dan tak terhitung sudah berapa kali aku menjerit, awalnya aku merasa malu sekali, namun aku senang jeritanku membuat dia tertawa. Kemudian, kami memakan masakan restoran yang cukup mahal, meskipun menunggu pesanannya sangat lama namun  aku juga senang bisa menghabiskan waktu dengannya lebih lama, kegugupan dan kegelisahanku akhirnya berkurang sedikit demi sedikit, ia selalu bisa mencairkan suasana sehingga tidak kaku, rasanya kami sudah seperti sepasang kekasih. Semenjak hari itu, rumor diantara kami semakin parah, tapi kami tidak meperdulikannya dan agak senang karenanya.
                Tidak sampai sebulan waktu berlalu, semenjak rumor diantara kami semakin parah dan teman teman kami semakin mengolok olok, timbul kejadian yang tidak begitu mengenakkan.
“kalian ini lucu ya, padahal sudah berkencan berdua dan sudah punya panggilan masing masing, namun kalian belum juga jadian” kata temanku yang saat ini sepertinya tidak ingin kuakui sebagai temanku, saking kesalnya.
“bukannya kalian sudah lama melakukan pendekatan?” katanya lagi “ia seperti seorang pemberi harapan palsu, kalau aku sih tidak mau terus terusan menunggu laki laki begitu, kalau aku jadi kau, aku akan meninggalkannya” katanya dengan nada sok cantik, seolah olah berkata kalau dia lebih cantik dan lebih diminati oleh para lelaki melebihiku. Aku diam saja, dan ‘mendiami’nya selama beberapa waktu, terbesit dipikiranku sesaat, akankah tiba saatnya dimana ia menjadikanku sebagai kekasihnya? Jika tidak ada tanda tanda itu, sepertinya aku harus menjauhinya, pikirku. Namun, apalah guna kesediaanku menunggunya selama ini? Kesediaanku menerima ajakan kencannya dan kesediaanku digosipkan dengannya? Bukankah itu karena diriku mencintainya, yah aku mencintainya, dan aku akan menunggu sampai saat itu tiba, waktu dan takdir pasti akan berpihak padaku.
                Sampai saat ini dan sampai detik ini aku tidak akan melupakan kejadian kejadian yang pernah kualami dengannya dan moment indah pada tanggal 28 april 2012 hari sabtu dan pukul lima sore hari dikomplek perumahanku, ia memberanikan diri untuk menyatakan rasa suka nya dan ingin menjadikanku kekasihnya, aku bahagia, sungguh bahagia yang tidak dapat dinilai harganya, dan aku berharap bisa selalu bahagia bersamanya sampai waktu berhenti untukku dan takdir memang berpihak padaku. Aku harap ia senang karena aku menjadikan dia sebagai pemeran utama di cerpenku yang happy ending ini.