Sabtu, 26 November 2011

Love song


“kata mama kalau aku sudah berumur 17 tahun, akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih daripada ditahun tahun sebelumnya, kau tahu?” aku mengatakan apa yang dikatakan mamaku kemarin, lalu ia menatapku dengan bingung, “aku tak begitu mengerti, kebahagiaan yang seperti apa?” aku senang dia bertanya, lalu aku menjawab “aku tidak tahu, makanya aku tak sabar menunggu 10 tahun lagi”,
“kalau begitu aku akan memberikan hadiah terindah saat kau berumur tujuh belas tahun nanti”
 aku sangat senang mendengarnya dan tanpa sadar aku berdiri kehadapannya, “benarkah begitu? Kalau begitu aku juga akan memberimu hadiah saat kau juga berumur 17 tahun seperti aku, janji ya”,
“iya,nanti kita akan bertemu lagi disini untuk memberikan hadiah masing masing ya”. Aku takkan lupa janji itu, dimana aku melilitkan kelingkingku dengan kelingkingnya, dibawah pohon apel dibelakang rumahku.
****
            Tok tok tok, terdengar seperti seorang monster sedang menggedor gedor pintu, “Opi! Opi! Cepat bangun, Ian sudah datang menjemput!” “iya, ma! Sebentar lagi” aku sedang berdandan untuk pergi kesekolah, melilitkan dasi dileher membutuhkan waktu yang cukup lama bagiku karena aku tak terlalu hafal caranya, lalu aku berlari terburu buru menuruni tangga dan keluar rumah. Disana berdiri sosok anak laki laki egois yang sangat familiar dimataku “lama amat sih, kalo gini bisa telat nih” aku hanya memasang senyum kelelahan padanya dan mulai berjalan membuntutinya dari belakang menuju sekolah.
            Semalam aku tidur sangat malam karena aku harus kerja paruh waktu hingga malam, kerjaku adalah memainkan piano kesatu kafe ke kafe lain, sejak kecil aku sangat mahir memainkan piano dan aku cukup percaya diri dengan bakatku, honor yang kuterima juga cukup besar, jadi tak ada salahnya kan. Mamaku sangat mengkhawatirkanku yang terus bekerja hingga malam, aku sudah bilang berkali kali tak perlu khawatir karena aku ingin berusaha sendiri dan semua akan baik baik saja.
            Tujuanku bekerja paruh waktu hingga malam karena ingin memberikan hadiah ulang tahun ke 17 sahabatku, Ian. Aku ingin memberikannya biola yang cukup mahal karena Ian sangat mahir main biola, kalau biolanya bagus pasti lagunya akan tambah bagus. Pasti ia akan sangat bahagia karena sudah lama ia menginginka biola itu. Aku takkan lupa janji 9 tahun yang lalu, pasti Ian juga memikirkannya, apa yang akan Ian berikan untukku ya?
            “ciiie ciiie, suami istri datang kesekolah berdua lagi nih, romatiiiis bangeet” “kenapa kalian gak jadian aja? Kan cocok”, “kalo jadian jangan lupa traktir ya”, rayuan rayuan menyebalkan barusan datang dari beberapa teman sekelasku, karena aku dan Ian sangat dekat dan sering terlihat bersama, kami digosipkan begini. Sejujurnya aku agak senang mendengarnya, karena sepertinya aku mempunyai sedikit perasaan padanya, wajahku tiba tiba memerah dan berkata, “apaan sih kalian ini? Kami gak ada hubungan apa apa tahu”. Sesaat bilang begitu aku menoleh kearah Ian, wajahnya biasa saja dan tak ada tanda tanda salah tingkah sedikitpun, aku tahu Ian cuma menganggapku sebagai teman, padahal dulu dia begitu lucu.
            “aduh aku gak tahu jawabannya nih” kepalaku sangat sakit melihat soal soal matematika yang tak dapat kujawab, dari dulu aku memang tak begitu pintar, masuk sepuluh besar saja hanya untung untungan, saat menghela nafas aku mendengar Ian memanggilku. “ssst, Opi, Opi!” spontan aku menoleh kearahnya dan ia berbisik “ini jawaban nomor satu sampai lima, jangan sampai ketahuan guru, ya” bisiknya sambil memberikan kertas contekan. Ian memang sangat pintar, juara satu berturut turut dari SD, sangat jauh dibandingkan aku. “makasih banget ya, nanti aku masakin kue coklat deh”
            Bel pulang sekolah sudah berbunyi, dan saatnya pergi dari penjara itu. “nggak pergi, nggak pulang, kamu ini selalu telat ya” Ian masih mengomel ngomel seperti biasanya, “iya iya, aku lagi masukin buku nih, lumayan banyak” tak lama setelah itu muncul teman Ian dan berkata “tadi pertandingannya hebat banget lho, berhasil cetak 4 gol berturut turut, hebat banget kamu!”
 “oh makasih”
Ian hanya garuk garuk kepala dan sedikit malu malu. Aku tersenyum mendengarnya, Ian anak yang pintar, jago olahraga dan pintar main biola tak hanya itu wajahnya juga lumayan, diatas rata rata wajah cowok biasanya,saat aku jalan berdua dengannya, cukup banyak para gadis lain yang memelototiku, aku merasa sangat cocok padanya, karena kami berdua sama sama pencinta musik.
            “sore nanti kerumahku ya Opi, aku sudah punya lagu yang kuciptakan sendiri” “ya tentu!”. Saat sampai dirumah aku tak sabar menunggunya, mencoba coba baju baju yang cocok kupakai kesana. Mamaku hanya menghela nafas dan berkata “kamu itu sebenarnya mau kemana sih? Pakai itu, pakai ini, pusing mama” “Cuma kerumah Ian kok ma, meskipun hanya sebelah sini aku kan cuma ingin tampil sedikit bagus, apa salahnya?” sekali lagi mama menghela nafas dan pergi meninggalkan kamarku, “kalau kamu lapar, tinggal turun kebawah makanan sudah siap”
            “wah sudah datang, duduk duduk, dengerin ya” aku hanya menatapnya yang sedang bermain biola dengan mempesona, kalau ia sedang bermain biola ia terlihat 100 kali lebih tampan dari biasanya, bagaikan seorang utusan Tuhan yang datang dari langit untukku, aku tak akan pernah bosan meskipun lebih dari 2 jam hanya menatap wajahnya, sekarang aku benar benar menyadari kalau aku mencintainya. “bagus kan? Aku amat percaya diri, lho. Baik, satu lagu lagi” tak lama setelah itu, salah satu senar biolanya putus dan jarinya terluka. “ah! Kau tak apa apa, Ian?” “tak apa, Cuma tergores sedikit, tolong ambilkan kotak obat” aku membalut jarinya yang terluka dengan plester, wajahnya tampak sedih, tak lama kemudian ia berkata, “biola usang ini pemberian ayahku saat aku berumur 6 tahun, aku sangat menyayanginya. Aku sangat sedih mendengarnya, tapi tak lama ini kau akan mendapatkan biola dariku yang akan kau sayangi, aku mengatakannya dalam hati.
            Hari demi hari berlalu, dan saat ini aku sudah kelas 3 SMA. Masa masa yang sulit dimana kita harus benar benar memikirkan sesuatu kedepan, apa yang akan kita lakukan dan sebagainya. Karena aku mencintai Ian, aku ingin tahu apa cita citanya “Ian, kalau nanti kau mau jadi apa?” dia terlihat acuh tak acuh menjawabnya, “aku? Mungkin dokter atau dosen”“begitu ya” pikirku, lalu aku dengan senang berkata “kalau aku ingin berada disebuah panggung mewah dan memainkan piano terbaikku, lalu diakui sebagai pianis internasional” “hmmm” aku kecewa mendengarnya, Ian hanya menjawab ‘hmmm’, mungkin dari awal ia memang tak perduli padaku.
            Saat jam makan siang disekolah tiba, Ian duduk disampingku dan makan dengan lahapnya, meskipun aku sudah terbiasa, tapi tiap hari debaran hatiku makin kencang bila berada didekatnya. Karena aku selalu memperhatikannya, aku tahu dari tadi ia melihat ketempat lain. “kau lihat apa?” sadar aku tengah memperhatikannya, ia tersipu malu, “aku lihat cewek cantik disana” mendengarnya aku tersentak kaget, “apa!? Yang mana?” “itu, cewek yang duduk dekat teman temannya itu, yang pakai kuncit pita” spontan aku langsung mencari dimana posisi gadis itu, aku melihat gadis yang amat cantik, wajahnya begitu putih dan tubuhnya bagus. “kau suka cewek itu?” “iya” katanya tersipu malu.
            Aku hanya bisa menatap wajahku dicermin kamarku saat ini, aku melihat seorang gadis yang berkulit agak hitam dan sedikit gendut, wajah yang berjerawat dan rambut yang selalu acak acakan, kalau dibandingkan dengan gadis yang disukai Ian tadi, sangat jauh berbeda, jauh berbeda, seperti angsa putih dan itik buruk rupa. Aku tak tahu apa perasaanku saat ini, mungkin patah hati, sedih sekali. Padahal kukira Ian juga mencintaiku, ternyata ia hanya menganggapku teman dan mencintai gadis cantik lain, aku sangat bodoh terlalu percaya diri, padahal sebenarnya memang aku tak pantas untuk Ian.
            Tiga hari aku menyelidiki tentang gadis itu, ternyata namanya Viona, namanya saja sudah jauh lebih bagus dari namaku, dari SMP ia juara 1 sampai sekarang, kapten cheers disekolah dan banyak digemari para lelaki. Mungkin ia yang lebih cocok untuk Ian yang begitu sempurna. Tak terasa air mataku menetes, perasaan ku saat ini sangat hancur, sakit dibagian dada. Benarkah ini yang namanya patah hati? Ternyata cinta itu begitu menyedihkan.
            “hei, kok akhir akhir ini wajahmu murung sih, tambah jelek tuh” Ian menyapaku, tapi aku tak begitu senang, “tak apa” aku sangat berharap setelah ini ia akan menghiburku, tapi ternyata tidak. “oh iya, Pi. Kamu inget kan cewek yang aku tunjuk waktu itu? Aku kepingin nyapa dia nih, gimana caranya” aku sangat jengkel mendengarnya, “ya sapa aja gitu, gitu aja kok susah” “kok kamu sekarang gitu sih, payah ah” Ian berbalik badan dan pergi menelusuri koridor, aku hanya menatapnya dan menahan agar mata ini tak menetes lagi.
            Besok adalah hari ulang tahun kami berdua yang ke tujuh belas, kami memang lahir disaat yang sama, kebetulan yang menyenangkan. Saatnya untuk memberikan kado terindah sesuai janji, tapi dengan keadaan begini aku tak tahu bisa memberikannya atau tidak, semakin lama aku semakin sering melihat Ian memperhatikan gadis itu, itu sangat membuatku sakit. Meskipun begitu, aku tak boleh ingkar janji, aku sudah membelikan biola mahal untuknya dari hasil kerja paruh waktuku selama 4 tahun, besok akan kuhadiahkan padanya.
            Semalaman aku tak bisa tidur memikirkan apa reaksi Ian menerima hadiah dariku ini, meskipun selama ini kami tak pernah ungkit ungkit lagi tentang janji itu, aku yakin ia takkan pernah lupa. Apa yang akan dia hadiahkan padaku? Pertanyaan itu selalu terngiang ngiang di kepalaku. Kalau sedang bingung aku selalu bermain piano, memainkan lagu lagu dari musisi favoritku, karena rumah aku dan Ian berseblahan, aku ingin ia mendengarnya. Agar ia tak lupa kalau besok adalah hari ulang tahunku.
            Sepulang sekolah aku membungkus biola itu dengan rapi, dengan bungkus kado berwarna coklat, warna kesukaannya, dengan harapan ia sangat senang menerimanya. Setelah semua selesai, aku berlari kehalaman belakang rumahku, di bawah pohon apel tempat dimana terselenggaranya janji penting itu. Rumahku tak punya pagar, jadi Ian bisa masuk kapan saja kehalamanku. Namun disana tak ada siapapun, hanya aku. Mungkin Ian sedang bersiap siap, lalu aku menunggu tanpa beranjak kemana mana, sudah lebih dari 2 jam aku menunggu, hari hampir gelap. Perasaanku amat kecewa saat itu, pasti Ian sudah lupa akan janji penting itu.
            Meskipun ia tak menepati janji, aku tetap pergi kerumahnya agar aku yang akan menepati janji. Aku mengetok pintu berkali kali, dan muncullah Ian. “ada apa?” secepatnya aku menyembunyikkan bungkusan biola kebelakang tubuhku. “a..anu, aku..” aku sangat gugup mengatakannya, karena saat ini Ian agak lain, wajahnya terlihat lebih garang seperti biasanya. “kalau tak ada urusan apa apa, pergi sana” aku tersontak kaget mendengarnya, tak lama kemudian ia bicara lagi, “tadi aku ditolak Viona, katanya aku tak pantas untuknya, aku sekarang lagi bad mood tak mau ketemu siapa siapa dulu”
            Dengan cepat aku langsung berkata, “ini hadiah untukmu, hadiah terindah yang merupakan janji kita dulu, aku takkan lupa” Ian menatapku, lalu melempar hadiah itu lebih dari 3 meter kedepan dan berteriak “aku tak butuh itu! Aku tak butuh hadiah dari janji konyol itu! Sekarang yang kubutuhkan hanya cinta dari Viona!” aku sangat kaget, sedih, marah dan bercampur jadi satu, hadiah itu adalah hasil dari jeri payahku, tanpa sadar menangis dihadapannya, “kenapa kau seperti ini? Padahal aku sudah berusaha, aku tak akan mengecewakanmu, tapi ini balasanmu, maaf aku sudah salah menilaimu” aku berlari menuju rumah dan membanting pintu, menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk menangis.
            Besoknya aku bangun jauh lebih pagi agar tak ketemu Ian, dikelas aku tak mau melihatnya lagi, lalu saat makan siang aku sengaja makan siang dihalaman belakang sekolah, semua itu kulakukan agar tak bertemu Ian, aku sudah membencinya, tak mau menganggapnya teman lagi, kupikir Ian juga akan berpikir begitu padaku. Hal hal yang kulakukan sangat tak menyenangkan, hatiku masih sangat sakit kalau mengingat kejadian kemarin.
            Home dalam facebookku hampir semua dipenuhi oleh statusnya mengenai Viona, katanya Viona masih memberinya harapan. Aku merasa sangat jengkel melihatnya, segera kuputuskan kabel koneksinya dan pergi tidur, tiba tiba aku mendengar suara seperti orang sedang marah marah, aku menyadari bahwa itu adalah suara Ian, segera kubuka jendela dan melihatnya. Ternyata ia sedang marah marah ditelepon, “kau bilang kau memberiku harapan? Kenapa ini yang kau lakukan padaku!?” aku mengetahui kalau ia sedang menelepon Viona, mereka sedang bertengkar, aku tahu Ian tak akan diterima oleh Viona.
            Aku sedikit kasihan padanya, sejak kecil Ian cengeng, penakut dan egois. Dengan sifat kekanakkan itu aku yakin ia tak akan bisa melewati cintanya yang begitu rumit, meskipun aku masih sangat kesal padanya tapi aku ingin memainkan lagu dengan pianoku, lagu untuk menghiburnya. Segera kumainkan piano dan kubuka jendela lebar lebar agar ia bisa melihatku, aku tahu Ian pasti menyadari kalau aku sedang menghibur dirinya, karena aku sudah menceritakan arti lagu ini. Aku menangis sambil bermain piano, entah sedih atau senang, tapi mungkin aku senang, meskipun aku bukan untuknya, aku tetap akan membuatnya bahagia dan tak akan mengecewakannya karena aku masih mencintainya meskipun ia sudah kasar padaku.
            Sudah lebih dari 1 jam aku memainkan lagu itu, aku tak peduli ia mendengarnya atau tidak, yang penting aku akan terus ada untuknya. Tak lama setelah itu aku mendengar suara bel rumahku berbunyi, dengan cepat aku membuka pintu, ternyata Ian. Aku tersontak kaget, dan tak bisa menatap wajahnya. “maafkan aku” aku melihat wajahnya dan ia berkata lagi, “maafkan aku sudah kasar padamu, maafkan aku tak menepati janji, maafkan aku sudah membuatmu menangis,aku sangat menyukai biola yang kau beli, aku sangat senang kau memberikannya padaku, tapi aku sangat bodoh karena tak menyadari kalau kau selalu ada untukku, kau yang paling mengerti aku, dan kau yang sudah membuatku bahagia selama ini, sekali lagi maafkan aku, aku memang patut kau benci, aku memang lelaki menyedihkan” setelah berkata begitu Ian menangis, aku juga menangis.
            “tak apa, aku sangat senang kau sudah minta maaf, hapus air matamu, lelaki tak seharusnya menangis” ia menghapus air matanya dan berkata “aku akan menepati janji, sekarang ganti bajumu yang bagus” “apa?” “sudahlah ganti saja, cepat ya aku menunggu disini” aku tak mengerti apa yang ia katakan, segera aku berganti baju dan ia menutup mataku dengan kain, setelahnya aku mulai membuka mata. Aku berada diatas panggung dimana banyak orang berkumpul, “apa ini?” “kau ingin jadi pianis terkenal kan? Bermainlah disini, aku yakin bisa” “apa?” aku sangat gugup karena tak pernah bermain piano didepan orang sebanyak ini.
            Aku hanya melakukan yang terbaik, bermain sebisaku sampai lagu selesai, aku sangat lega ketika selesai, keringat dingin dari tubuhku bercucuran, tapi tak lama setelah itu tepuk tangan para penonton yang meriah membuatku sangat bangga, lalu sang juri mulai berbicara, “permainan yang bagus untuk pemula seperti kau, malam ini kau yang jadi juaranya, ini langkah pertamamu untuk menuju internasional” aku sangat senang setengah mati mendengarnya, hampir menangis terharu, lalu Ian muncul dari balik panggung dan berkata “ini hadiah untukmu yang sudah kujanjikkan, nikmatilah”
            Malam sudah mulai larut, aku dan Ian tetap memandang langit bersama dengan perasaan lega, ia mulai membuka bungkus biola baru dariku dan memainkan lagu itu lagi, lagu baru yang diciptakannya, jauh lebih bagus dari kemarin. “kau tahu, waktu itu aku belum memberi lagu ini judul, tapi sekarang aku sudah tahu judulnya, ‘love song’ karena lagu ini hanya kumainkan dihadapanmu, aku mencintaimu Opi” aku tersenyum lega mendengarnya dan berkata “aku juga mencintaimu”. Sekarang aku tahu kebahagiaan yang datang pada umur 17 tahun, yang lebih manis dari tahun tahun sebelumnya, yaitu cinta.

Pukul 12 malam



            Bagimu apa yang paling yang kau ingin lakukan didunia ini? Bertemu dengan artis idola? Berkencan dengan cowok paling tampan disekolah? Atau selebriti yang jadi pusat perhatian? Tapi, kau salah kalau kau bertanya begitu kepadaku karena aku tak menginginkan semua itu. Aku adalah cewek biasa yang tak punya kelebihan apa apa. Setiap hari hanya pergi kesekolah dan kursus, membuat pr sampai belajar keras untuk ulangan. Semua hidupku diserahkan dibidang itu sampai sampai aku tak punya waktu untuk diriku sendiri dan memikirkan apa yang kuinginkan. Hari hari terasa sangat cepat karena aku hanya mengerjakan itu itu saja. Tidur dari jam 10 malam dan bangun pukul setengah 6 pagi. begitu terus selanjutnya, mungkin sampai mati.
“coba baca ini”
“apa?” tanyaku sambil melepaskan selebaran kertas yang ditempelkan oleh Nina dan membacany pelan pelan, “kencan malam anak sekolahan? Apa ini?”
“sekarang sedang musim lho, acaranya seru, ngobrol dengan lawan jenis, nyanyi, dansa, dan..” Nina bermaksud mau menjelaskan selanjutnya, tapi dia lupa dan menatapku seolah aku harus merespon ucapannya, “itukan hobinya kamu, genit! Aku mana mau ikut yang begitu, ajak orang lain aja” Nina menarik tanganku dan memohon, “Carol, ayo dong, kok kamu tega sih? Masa kamu biarin aku pergi sendirian” , aku melepaskan tangannya dengan perlahan, menatapnya tajam dengan pandangan “pergi kau”-ku yang merupakan tatapan andalan, “Nina sayang, tolong ya, aku ini gak tertarik sama yang begituan, pacaran aja aku belum pernah, nanti aku dikira aneh lagi kenapa cewek kaku kayak aku bisa datang ketempat begitu” aku mencoba menjelaskan dan Nina memotong, “padahal aku ingin cewek yang katanya sahabatku ini bisa lebih ceria kalau dapet cowok” aku menatapnya dengan tatapan “itu tidak perlu”-ku lalu ia pergi dengan menggelengan kepala.
            Jam dinding dikamarku sudah menunjukkan pukul 7 malam saat aku baru saja duduk ditempat tidur untuk istirahat setelah melewatkan jadwal ‘ketat’-ku. Setiap hari memang selalu begini, memang agak membosankan, eh sangat membosankan malah. Mungkin aku memang harus ikut kencan malam itu agar kehidupan remajaku sangat berwarna, lho? Apa yang kupikirkan sih? Aku mana cocok ikut yang begituan. Tapi, jujur saja aku memang mau, aku memang belum pernah pacaran, tapi bukan berarti aku belum pernah mencintai. Aku sudah sangat sering mencintai seseorang, namun tak pernah tersampaikan. Aku hanya berani memandangnya dari jauh, dengan senyuman kecil, dan tatapan kosong, lalu lama lama rasa suka itu menjadi samar samar dan akhirnya menghilang, tak pernah sekalipun benar benar menyangkut dihati yang terdalam.
            “Nina!” sapaku dari jauh ketika aku melihatnya dikantin sekolah sedang makan bakso dengan porsi super, Nina memang tukang makan, tapi yang membuatku heran ia sama sekali tidak menggemuk, berbeda denganku yang makan agak banyak saja langsung nambah tiga kilo. “kenapa Carl?”
Sambil garuk garuk kepala aku menjelaskan dengan kaku, “ehm, kemarin kamu cerita kan soal kencan malam itu? Gue mau ikut deh, hitung hitung menyegarkan pikiran” wajah Nina menjadi seperti ketumpahan berjuta juta bunga saat itu, lalu dia memulukku dengan senang, “yang bener carl? Wah makasih ya! Gue bakal minjemin loe baju bagus deh, loe bakal jadi cantik, serius!”
“ssssst! Nina jangan keras keras ah, malu ntar didenger orang” kataku, “tunggu dulu, baju? Maksud kamu?” Nina menatapku dengan tatapan sok imutnya, “itukan disuruh pakai baju formal, gue tau kok loe gak ada gaun mini, jadi gue pinjeminlah” aku terkejut sampai berdiri, “apa? Gaun mini? Serius loe? Astaga, mestinya emang gue muter otak dulu buat yang beginian”
“kenapa?” tanya Nina, “kamu malu? Carol, kamu itu sebenarnya cantik kalo didandanin kok, pasti cocok deh, aku jamin” Nina menenangkan, lalu aku menghela nafas. Sepertinya kehidupan gue yang gak biasa, bakalan gak lama lagi.
            Ntar loe langsung temuin gue didalem ya, gue pakai gaun ungu. Aku meringis sesaat setelah membaca sms dari Nina, lalu melihat diriku dicermin, memakai gaun pendek selutut bewarna krem lembut dengan hiasan pita diperut dan dileher, rambut yang sudah ditata rapi dengan hiasan pita berwarna putih, lalu sepatu cantik yang diperoleh dari meminjam dengan sepupuku. kenapa aku harus melakukan sejauh ini hanya untuk acara konyol itu? Entahlah. Mungkin kalau kau melihatku lebih dari 2 menit kau takkan dapat menahan muntahmu. Lalu akau mengambil tas kecil yang juga berwarna krem dan meninggalkan kamar.
            Tak lebih dari 10 menit aku sudah sampai ditempat itu, tempat parkir sudah dipenuhi mobil mobil berwarna warni anak anak muda. Lalu ketika aku turun dari mobil, astaga! antrian pintu masuknya sangat panjang. Aku tak habis pikir banyak juga orang yang lebih konyol dari Nina. Berarti aku harus menunggu yang membuat kakiku pegal dan make up-ku luntur. Hore! Yang benar saja. Aku melihat keadaan lalu mengendap endap lewat jalur belakang. Dan, aha! Aku bisa melihat pintu kecil dibelakang gedung itu, tak terkunci pula. Pintu itu tersambung ketoilet ruangan pesta, syukurlah. Aku memang agak curang, tapi apa mungkin mereka mau memeriksa pengunjung satu persatu.
            Aku akhirnya keluar dari toilet yang cukup megah dan bersih itu setelah berjalan cukup lama melewati koridornya, akhirnya aku tiba diruangan pesta. Disana banyak remaja remaja yang sedang mengobrol, menyanyi, berdansa, makan, dan lain sebagainya. Ditemani musik klasik yang benar benar menentramkan jiwa, dinding yang dibaluti wallpaper berwarna putih dan motif motif bunga, tiran gorden yang sepanjang 7 meter membentang dari ujung langit langit kelantai. Dan aku bisa menatap tangga yang menuju lantai 2 dan 3, disana aku bisa melihat cahaya cahaya lampu luar, bintang bintang, dan bulan sabit dari jendela. Sangat indah dan menawan.
            Dan karena aku sangat terpaku dengan pemandangan pemandangan itu, tanpa sengaja aku menginjak kaki seseorang, “aduh” teriaknya, spontan aku menoleh. Ternyata itu adalah suara lelaki remaja yang wajahnya tampan, cukup tampan, aku merasa sangat bersalah dan sifat kaku milikku muncul lagi, “ah, maaf.. aku.. s.. sakit ya?” ia menatapku dengan tatapan curiga, tapi tak lama kemudian menjadi tatapan menggoda, “ah, tak apa. Ngomong ngomong siapa namamu?” ia bertanya, “Carol”, kataku “Caroline Angelica” “nama yang bagus, apa hobimu?”
            Tiba tiba terdengar suara kegaduhan yang mendekat, lalu aku sadar kalau beberapa pria yang seperti satpam itu berlari kearahku, memanggil manggilku dengan suara keras. Spontan seluruh orang dalam ruangan melihat kearahku dan aku seperti menjadi selebritis mendadak, “itu dia! Cewek itu masuk tak bayar!” bayar? Oh iya aku lupa, masuk ketempat mewah ini pasti bayar, dan aku sudah seenaknya lewat jalan belakang dan masuk sini, astaga. Sepertinya ada seseorang yang melihatku masuk tadi, spontan aku lari tunggang langgang agar tidak kena hukuman, kuangkat rok gaun miniku dan melepaskan sepatu yang sedikit punya hak tinggi itu. mungkin saat aku lari aku menabrak 5 sampai 6 orang, aku tak perduli lagi, aku hanya lari dan lari, padahal sudah cukup jauh, tapi aku masih bisa melihat mereka mengejarku, terpaksa aku memanjat pohon yang cukup tinggi untuk bersembunyi. Aku cukup mahir memanjat, sejak sd aku selalu memanjat pohon untuk tidur dan memakan apel. Dengan takut takut aku bersembunyi didedaunan pohon itu, sepertinya mereka tak berhasil menemukanku dan akhirnya menyerah. Syukurlah, inikah kehidupan tak biasa yang kuinginkan? Oh bukan. Maaf ya Nina, aku ada sedikit masalah, aku tak bisa datang, besok aku traktir deh sebagai tanda maaf. Nina percaya saja dengan ceritaku, sepertinya dia tak melihat kegaduhan tadi, hari ini hari keberuntungan yang sial.
            Aku baru ingat kalau ada pr mengarang, segera kukeluarkan buku dari tas ranselku, tapi tiba tiba aku melihat kertas yang tak kukenal berada ditumpukan bukuku. Sebuah surat. Segera kubuka dan kubaca.
 Namaku Gery Mandala, maaf tidak sopan mengirimimu surat seperti ini, tapi aku hanya ingin kau tahu, aku sedikit menyukaimu. Aku hanya cowok malang yang kau tabrak beberapa waktu lalu dikencan malam,bagiku saat kau berlari dengan muka cemas itu sangat keren, aku sangat berharap bisa menyapamu, tapi itu tak bisa kulakukan. Aku ingin kenal lebih dekat denganmu, besok jam 12 siang temui aku di taman air mancur, aku akan menyapamu. Bye. Gery.
            Apa apaan ini? Seenaknya saja dia menganggapku yang berlari memalukan itu keren? Minta ketemuan lagi, astaga. Aku sudah berkali kali bertemu dengan cowok seperti ini, aku tahu harus diapakan, didiamkan saja, dan kalau dia masih ngotot, pukul dengan tinju langsung.
            Tiga hari setelah kejadian itu, tak terjadi apa apa. Biasa saja, sepertinya dia tidak terlalu ngotot. Jam dinding sudah menunjuk kepukul 10 malam, saatnya tidur. Aku melihat istana, pegasus, dan putri kupu kupu, lalu aku mendengar suara gitar. Seperti nyata, tidak, mungkin memang nyata. Seketika aku terbangun dari tidurku yang nyaman, dan memang benar, suara gitar itu tetap terdengar. Aku menyadari kalau asal suaranya ada diluar jendela kamarku, dengan takut takut aku membuka nya dan aku melihat  seorang anak lelaki yang belum pernah kutemui  berdiri dengan memegang gitar sambil bernyanyi, memndangku dengan mata penuh harap. Merdu, harus kuakui itu, tanpa terasa aku mengikuti nyanyiannya, bergerak kesana kemari seperti menari, mungkin aku memang terpesona. Lelaki itu memang tak begitu tampan, tapi aku merasa aku bisa dibuat gila olehnya. Tak lama kemudian lagunya berhenti dan gerakanku juga berhenti spontan, seolah sadar dan malu apa yang kulakukan, lalu aku bertanya, “siapa kau? Untuk apa kau menyanyi disini? Kau tahu sekarang jam berapa? Jam 12 malam!. “aku tahu” katanya, “karena kau tak memenuhi ajakanku bertemu jam 12 siang, jadi kubuat jadi jam 12 malam” aku tersentak dengan perkataannya, “jadi, kau?” dia memotong pembicaraanku, “eh, aku ada pidato, mau dengar?” mulutku hanya ternganga dengan tingkah laku anehnya. “selamat malam nona Caroline, namaku Gery Mandala, aku menyukaimu dan aku kesini untuk membuatmu terkesan, mungkin aku memang gila, tapi aku gila karenamu, demikianlah” mulutku kembali menganga, kali ini lebih lebar, begitu banyak pertanyaan yang ingin kutujukan kepadanya, saking banyaknya aku bingung harus bertanya apa. “baiklah nona Caroline, aku menunggu jawabanmu, sampai jumpa”. Gery meninggalkan lapangan rumahku begitu saja dengan tenang. Setelahnya aku dibuat tak bisa tidur olehnya, menyebalkan.
            Dan ternyata benar, Gery datang lagi jam 12 malam ini, membuyarkan mimpi indah dalam tidurku. Kali ini ia tidak menyanyi, tapi ia menari, dengan tarian kuno yang aku tak tahu. Seperti orang gila, diiringi dengan musik yang gila juga, dan bukan hanya itu, ia berkostum pangeran, lalu berteriak kearahku, “aku datang untuk menculikmu, putri!” aku benar benar tak tahu apa isi otaknya. Seperti biasa setiap tengah malam ia datang, kadang berkostum raja, lupin, monster, atau semacam itu. ia selalu menyanyi dan menari hanya ditujukan kepadaku. Ini menjadi rutinitas yang menyenangkan. Tanpa terasa aku jadi mulai menyukainya, ia berani berkorban datang malam begini kerumahku hanya untuk bertigkah seperti orang gila.
            Hanya pada malam itu, akhirnya aku turun dari jendela kamarku yang terletak dilantai dua, karena dibawahnya ada petaan bunga yang empuk, aku bisa langsung melompat. “akhirnya kau turun putri, maukah kau menjadi pendampingku?” tanyanya dengan sok meniru pangeran romantis, “ya aku bersedia, bawa aku ke istanamu, wahai pangeran”. Mungkin bisa dibilang kami jadian, ia pacarku yang pertama, setiap malam kami bernyanyi bersama, mungkin ini baru bisa dibilang kencan malam. Kencankan memang harus dengan orang yang dicintai. Setiap hari aku pulang pergi dengannya kesekolah, sekolahnya tak jauh dengan sekolahku. Ternyata ia anak orang kaya, membuat teman teman yang melihatku dengannya jadi cemburu, tidak termasuk Nina. Hari hariku yang membosankan berubah menjadi berwarna.
            Tapi sudah beberapa hari ini ia tidak datang pada malam hari, saat aku menanyainya ada apa, ia hanya bilang “aku ketiduran” biasanya ia takkan begitu, saat kami sedang berdua, wajahnya seolah mengatakan ia tidak sedang bahagia, gery sangat beda dari biasanya, meskipun kutanyai berkali kali, ia selalu menjawab “tak apa” atau “bukan salahmu”, mungkin ini yang namanya berubah. Laki laki akan merasa sangat penasaran kalau belum mendapatkan apa yang ia inginkan, tetapi kalau sudah didapat ia akan sangat mudah melepaskannya karena sudah menegetahui semua tentang perempuan itu, aku membaca itu dibuku bertema psikologi cinta. Mungkin ini memang akhirnya, aku tak akan pernah menemukan apa yang diinginkan diriku sebenarnya.
            Aku menceritakan semua masalahku pada Nina, ia menjawab begini dengan menggebu gebu “tak boleh begitu! Buat dia benar benar terkesan! Buatlah sesuatu yang tak mungkin bisa ia lupakan denganmu” aku mencerna baik baik kata katanya tapi aku tetap tak bisa menemukan solusi, aku tahu aku benar benar mencintainya tapi aku tak bisa mempertahankannya, apa ini yang bernama, ‘pengecut’? aku memandang jendela tepat dimana aku bisa memandangnya dari sini waktu itu. ia bernyanyi, menari, dan melakukan hal gila lainnya hanya untuk membuktikan dia mencintaiku. Dan itu dia! aku juga harus membuktikan cintaku.
            Maka pada malam itu jam 12, aku berdandan selayaknya seorang putri, berlatih akting juga suara. Aku mendatangi rumahnya menyetel musik keras keras dan menari nari, Gery muncul dari jendelanya dan sangat kaget melihatku, lalu aku berkata, “aku punya pidato, mau dengar?” ia mengangguk, masih dengan wajah yang kaget, “selamat malam tuan Gery, aku datang untuk membuatmu ceria, aku adalah utusan raja yang diperintahkan untuk menyelamatkanmu dari kegelapan, turunlah dan kita jelajahi dunia dengan sinar cahaya” Gery tersenyum dan turun dari kamarnya lalu menghampiriku, “kau? Berani melakukan ini demi aku?” “kenapa kaget?” aku bertanya, “kau saja bisa melakukannya apalagi aku, kita kan sama sama suka” “ya, aku mencintaimu”. Sekarang aku tahu apa yang benar benar kuinginkan, yaitu cinta abadi.

Ingin Hidup


Aku tidak tahu harus sampai berapa lama aku menahan rasa sakit ini. Kaki, tangan, kepala serta perutku semuanya sakit. Tak dapat terbayangkan jika semua organ itu bisa bicara dan berteriak kesakitan. Mungkin seluruh tubuhku tertimpa atau tertusuk sesuatu, tak dapat kupastikan karena mataku tak bisa terbuka. Apa aku akan mati? Orang bilang jika menjelang kematian kita bisa melihat masa lalu kita selama hidup, saat bayi, remaja, dewasa, semuanya akan tertonton jelas dibenak kita. Tapi sekarang aku tak melihat apa apa, semuanya gelap gulita dan disertai rasa sakit disekujur tubuh. Ayah, ibu, kakak? Apa kalian masih hidup? Seingatku kita pergi dan bernyanyi bersama sampai sebuah truk pengangkut batu bara yang dikendarai oleh supir jahanam menyeruduk mobil keluarga kita seperti badak mengalahkan musuh kecilnya. Apa yang harus kulakukan sekarang? Mengangkut seluruh anggota keluargaku yang malang kerumah sakit? Kalau ditanya begitu aku akan jawab “iya”. Tapi saat ini tak ada yang bisa kulakukan, hidup atau mati saja aku tak tahu. Ya Tuhan, lindungilah aku dan keluargaku jauhkanlah kami dari jurang yang bernama kematian
                Mataku akhirnya terbuka, dan bisa melihat dunia. Perasaan bahagia meluap luap dari hatiku yang terdalam, dan kenyataan bahagia dalam otakku yang pertama kali terpikirkan adalah aku masih hidup. Badanku bisa kugerakkan dengan ringan, tapi ada sesuatu yang janggal. Kupikir semua organ tubuhku terluka karena sebelumnya terasa amat sakit dan seperti meluarkan cairan merah kental yang bernama darah, ternyata tidak, semua bagian tubuhku bersih tak ada bekas luka apapun. Mungkin rasa sakit itu terjadi karena aku berhalusinasi akan mati. Aku sekarang merasa ada didalam ruangan yang nyaman yang selalu kupakai selama lebih darih 15 tahun, ini kamarku. Mungkin seseorang mengangkutku kesini karena kecelakaan itu. Kecelakaan? Oh iya aku lupa soal kecelakaan itu? Dimana keluargaku? Apa mereka selamat?. Kaki tangan dan kepala yang terasa ringan tadi sekarang terasa amat berat, berat karena takut menerima kenyataan. Tapi kupaksakan bergerak dengan sekuat tenaga berlari keluar pintu kamar dan menyusuri 9 anak tangga dan berlari keruang keluarga. Berharap menemukan keluargaku sedang menyesap teh hangat pagi dengan canda tawa seperti biasanya.
                Tapi aku tak melihat satu pun anggota keluargaku,malah ada tamu tamu yang cukup banyak memenuhi ruang keluarga, dapur, sampai keluar teras rumah. Apa yang terjadi disini? Pikiran seratus persen negatif mulai memasuki pikiranku satu persatu. aku menyerobot dan bahkan menabrak banyak tamu tamu itu, aku juga bisa merasakan wajahku yang pucat pasi. Dan akhirnya aku sampai pada pusat keramaian rumah ini, yang menjadi sebab akibat datangnya tamu tamu tak diundang. Disana terbaring 3 tubuh kaku yang diselimuti kain putih dan bau melati. Yang terlihat hanya wajah tak berdosa pemilik tubuh tubuh tersebut yang berwarna putih yang teramat pucat. Aku mengusap mataku bahkan sampai 5 kali untuk bisa meyakinkan kenyataan seperti apa yang kulihat. Tiga buah mayat tersebut adalah ayah, ibu dan kakakku. Aku tidak tahu sudah berapa liter air mata ini menetes, kenyataan yang pahit ini harus kutelan mentah mentah. Tidak ada anak laki laki yang tak menangis jika melihat keluarganya sudah seperti ini dengan bola matanya sendiri. Tangisanku semakin mejadi dan aku mulai berteriak teriak ditengah keramaian, tak ada tamu yang memperdulikan dan menenangkan aku karena aku tak begitu menginginkannya, aku tahu kesedihan dan kepedihan ini tak bisa dibuat tenang begitu saja.
                Aku kembali berlari kekamar dan mengunci pintu, menutup wajahku dengan bantal dan mulai menangis lagi, lebih dari tiga jam aku sudah melakukannya, tak ada yang bisa membuatku tenang. Aku melirik kearah lemari lemari baju yang biasa kukenakan. Ibuku selalu merapikannya setiap hari dengan sambil mengomel mengenai kerapian, lalu aku melihat sepatu bola mahal kesayanganku yang terletak disamping lemari yang sudah kupakai lebih dari satu tahun, itu adalah hadiah dari ayahku karena aku berhasil mencetak 3 gol berturut turut dalam satu pertandingan saat aku SMP. Lalu kaca gantung yang pecah yang masih digantung didinding, itu terjadi karena aku berkelahi dengan kakak yang lebih tua 2 tahun dariku karena memperebutkan gantungan kunci yang didapat dari teman ayah dari jepang, aku mendorong kakakku terlalu keras sehingga punggungnya mengenai pecahan kaca dan harus dirawat dirumah sakit selama seminggu, dan aku mendapatkan tamparan keras sebagai hukuman dari ayahku. Tapi setelahnya kakakku memberikan gantungan kunci itu padaku, rasa bersalah yang besar melekat dihatiku sampai saat ini seperti melekatnya bekas luka  dipunggung kakakku. Kami sekeluarga sering melakukan piknik bersama setiap minggu mulai dari kelaut, kekebun binatang, kemall, ketaman bahkan keacara keluarga yang membosakan yang isinya selalu membicarakan masa depan anak anak. Kalau mengingat semua kejadian itu hatiku terasa pedih, sakit dan dingin. Seperti ditikam pedan es. Bagaimana aku harus melewati semua sisa hidupku tanpa keluargaku? Umurku masih 15 tahun dan belum bisa bekerja. Aku menemukan wajah ku dicermin, rambut acak acakan pinggiran mata yang mengitam dan bengkak, hidung dan pipi yang memerah seperti tomat. Setelah rasa sedih, rasa marah meluap luap dari tubuhku, seperti hawa pembunuh. Aku ingin sekali membunuh sopir jahanam itu, yang sudah membuat keluargaku harus berpulang.
                Aku tak perduli apa yang terjadi diluar sana, mungkin keluargaku sudah dikuburkan. Aku tak kuat untuk melihat mereka, makanya aku lebih memilih dikamar meskipun harus megorbankan banyak air mataku. Besok aku harus pergi kesekolah, mungkin ada banyak teman temanku yang menghiburku. Pagi sudah menjemput dan tiba saatnya aku pergi kesekolah, mungkin tampangku sangat jelek sekarang karena semalaman aku tak bisa tidur, terus mengeluarkan air mata. Mungkin aku termasuk kategori anak laki laki yang cengeng. Akhirnya aku tiba disekolah dengan berjalan kaki, rumahku tak jauh dari sekolah. Tapi tak seperti yang aku harapkan, teman temanku sama sekali tak menghiburku bahkan sama sekali tak melihat kearahku, kehadiranku sama sekali tak dirasakan oleh mereka. Bahkan pacarku, Emily tak mau bicara padaku. Apa yang terjadi? Kenapa mereka terlihat sangat jahat ketika aku sedang sangat membutuhkan mereka?. Waktu pulang telah tiba, aku masih menerima jika teman temanku tidak menegurku, tapi aku sangat tak terima jika pacarku tidak menghiburku, aku sudah lebih dari satu tahun memacarinya. Jadi, aku berlari menemuinya. “tahukah kau apa yang aku butuhkan sekarang?” tanyaku padanya, “tidak, apa?” dia menjawab dengan wajah tanpa dosa yang amat menyebalkan. Dan aku mulai berteriak, “kau tidak tahu? Aku merasa seperti dikhianati! Bukankah kau mencintaiku? Kenapa kau sama sekali tak menghiburku karena aku sudah kehilangan keluarga yang teramat aku sayangi!?” “maaf, aku tak memikirkan itu, karena sebenarnya aku juga sedang bersedih, aku juga kehilangan orang yang amat kusayangi.” Jawabnya. “maksudmu?” aku sangat tak mengerti dengan apa yang ia katakan. “maaf ya, aku tak menghiburmu disekolah tadi, sekarang maukah kau menemaniku makan siang? Aku rasa kau sedang lapar”. Aku sangat bahagia mendengar kata katanya barusan, aku rasa ialah satu satunya orang yang aku butuhkan sekarang. Setelah menyantap sebuah hamburger berukuran sedang disalah satu restoran dekat sekolah, aku baru menyadari kalau matanya bengkak, seperti habis menangis semalam. “matamu kenapa? Semalam kau menangis?” tanyaku, “aku, baru saja kehilangan orang yang aku sayangi, kan sudah kubilang tadi” jawabnya, “siapa?”. Ia tak menjawab pertanyaanku, aku memakluminya, mungkin ia baru kehilangan kucing kecil kesayangannya, aku tahu kalau dia memelihara banyak anak kucing dirumahnya. Setelah aku berpisah dari Emily dan pamit untuk pulang, Emily ditanyai oleh teman temannya. “kenapa kau tadi makan sendirian? Dan bicara sendiri?”
                Jam sudah menunjukkan pukul empat tepat, satu jam berlalu setelah aku tiba dirumah, rumahku sudah bersih dan rapi kembali, tamu tamu itu sudah merapikannya sendiri. Kini aku sendirian lagi dirumah ini, amat sakit merasakannya tapi air mataku sudah kering untuk menangis lagi. Untuk menghibur keadaan aku memencet remote tv dan berusaha menemukan channel bagus, jariku terhenti menekan ketika melihat tanyangan berita. “selasa,24 november 2009 kemarin terjadi kecelakaan dikawasan X, Kejadian bermula ketika supir bus mengantuk dan menabrak mobil kijang yang berada didepannya, yang berisi satu keluarga. Semuanya meninggal seketika karenak terpental sejauh 50 meter. Menurut saksi satu keluarga tersebut terdiri dari empat orang, dan semuanya mati. Tetapi saat ambulans datang mayat yang ditemukan hanya 3 orang, padahal saksi sudah memeriksa kalau empat orang yang mati. Kini pencarian terus dilanjutkan”. Tubuhku terbujur kaku tak bergerak sedikitpun, yang mati ada empat orang? Apa maksudnya? Kulihat cermin sekali lagi, tapi aku tak melihat diriku disana. Akhirnya semua semakin jelas, aku harus menelan kenyataan pahit ini sekali lagi, kenyataan bahwa aku sudah mati. Dan aku sekarang adalah roh. Pandanganku mulai gelap, sampai tak dapat melihat apa apa dan tak dapat melakukan apa apa. Akhirnya aku melihat tontonan mengenai kehidupanku saat aku masih hidup dibenakku, saat aku digendong ibuku, saat aku pertama kali masuk sekolah sampai aku menyatakan cintaku pada Emily, semua tertonton jelas disini. Sekarang aku benar benar akan mati.
                “Emily, Emily akhirnya jenasah pacarmu ditemukan di dalam semak semak, syukurlah sekarang ia bisa dikuburkan dengan tenang” “aku sudah tahu, bu. Saat ini aku sedang bahagia karena tadi siang aku bertemu dengannya, aku sangat bersyukur do’a ku terkabul” “do’a apa?” “do’a untuk melihat orang yang kusayangi sekali lagi, aku yakin sekarang ia sudah berada disurga bersama keluarganya, ia laki laki terbaik yang pernah kumiliki”