Mengerjakan tugas laporan, belajar untuk menghadapi kuis dan
uts, membeli isi binder, pensil dan penghapus baru, mempersiapkan surprise
untuk ibu tersayang, membantu kakak menjahit bros, dan.. satu persatu kegiatan
mulai menyesaki benakku, kemudian aku membuka mata pelan sambil mengibaskan
rambut yang lengket karena keringat perlahan kebelakang dan membenarkan posisi
duduk di kursiku yang sempit dan kecil, belum lagi posisinya agak miring
kebawah, kalau saja tidak setiap sepuluh menit sekali aku membenarkan posisi
duduk, pasti seluruh tubuhku sudah merosot sampai kebawah. Sinar matahari yang
sudah tidak malu malu lagi mulai menyerangku dengan kasar, menyilaukan mata dan
hampir memerahkan setengah wajahku yang memang kukeluarkan sedikit dari jendela
bus karena menginginkan sedikit udara segar dari bus yang sesak, namun bukanlah
udara segar yang membelai wajahku, melainkan angin panas yang mengandung debu
debu halus maupun kasar yang berlomba memasuki mata dan hidungku, klaksonan
mobil dan motor, gemerisik gesekan ban yang menyentuh tanah berbatu terdengar
saat beberapa supir memaksakan kendarannya melewati jalan yang terjal kebawah,
dan teriakan sesumbar yang kasar terdengar keluar dari mulut orang yang
berpindidikan maupun yang tidak, pemandangan ini, suara ini, rasa ini dan
suasana ini sangat tidak bosan bosannya menjahili hari dan duniaku yang semula
bisa dibilang tentram.
“tik, tidur
ya?” terdengar sesayup suara lembut dari sebelah tempatku duduk “macet lagi
nih, gimana dong?”, katanya lagi, aku hanya diam sambil memerhatikan barisan
kendaraan kacau balau yang memanjang kesamping kearah tikungan yang tajam.
Macet, semua orang yang tinggal di kota atau di perbatasan kota sekalipun pasti
pernah mengalami kejadian ini.”yah, padahal aku janji mau nemenin mama aku
beliin kado buat adik aku” terdengar suara yang lebih melengking dari yang
sebelumnya, itu suara Inne, “aku mau ngebalikin dvd yang kemarin aku pinjem,
gimana nih, kalo malem tokonya udah tutup, kalo balikin besok, berarti aku
bakalan kena denda” kata putri, teman yang duduk disebelahku. Benar, semua
orang yang mengalami macet, pasti merasa kesal dan jengah karena menghabiskan
waktu, banyak kegiatan lain yang harus dilakukan dan terasa membosankan, semua
kegiatan yang terhenti atau tertunda diluar perkiraan adalah sesuatu yang tidak
mengenakkan, memang kehidupan tidak selalu lancar seperti yang ada dalam benak
manusia, contohnya, cinta.
Masa menuju
titik kedewasaan, menstabilkan emosi, dan merubah persepsi ‘cinta monyet’
terjadi di masa SMA, namun tidak terhitung jumlah murid yang berpacaran dengan
teman satu sekolah mereka sendiri, tidak termasuk aku. Sejak masuk SMA hingga
saat itu, aku tidak merasakan berpacaran dengan teman satu sekolahku, sekalipun
jatuh cinta dan sempat mengalami masa pendekatan. Sesekali aku menatap iri
dengan teman dekat maupun teman yang tidak terlalu dekat, iri saat melihat
mereka berjalan kekantin berdua sambil tertawa kecil, iri saat melihat mereka
berboncengan keluar masuk perkarangan sekolah dengan mengenakan seragam sekolah,
iri saat melihat mereka berduaan di balkon lantai tiga maupun lantai dua gedung
sekolah. Semenjak awal kelas satu SMA, aku sudah berkali kali jatuh cinta
dengan beberapa laki laki, meskipun awalnya mengalami kedekatan, namun pada
akhirnya status berpacaran tidak kunjung aku dapatkan. , aku berpikir kalau aku
tidak akan pernah bisa pacaran dengan murid sekolah ini.
jarum terus bergerak kearah kanan dengan
kecepatan dan nada yang teratur, langit, menunjukkan waktu dan suasana yang
sedang kita alami. Waktu terus berjalan dan menguasai kita sampai akhir dunia.
Akan tetapi, waktu yang bisa menentukan suasana dan terlihat seperti menguasai
segalanya pun tetap berlari mengejar tanpa mengetahui keinginan, takdir dan
kejadian yang kita alami. Meskipun kau sudah berusaha sampai titik darah
penghabisan untuk mencapai tujuanmu, takdirmu tetap ditentukan dan waktu terus
mengejarmu. Terkadang, takdir dan waktu bisa bersahabat dengan dirimu hanya
apabila kau mengerti mereka, mungkin takdir yang mempertemukanku dengan dirinya
dan waktulah yang berkuasa saat memperlihatkan keindahannya. Akhirnya aku
berada dalam situasi dimana orang orang mulai berlomba mencari tempat bimbel
yang bagus, membeli buku buku soal soal persiapan UN dan SNMPTN, berkonsultasi
dengan guru maupun mentor, mengikuti try out yang diadakan dimana, kapan dan
oleh apa saja, dan memperhatikan promosi dan seminar seminar dari beberapa
universitas dengan seksama, benar, aku memasuki semester dua kelas tiga SMA, ketegangan
dan kegigihan mulai merambat satu persatu dan memasuki jiwa para murid yang
ingin mempunyai masa depan yang menyenangkan. Disaat semua orang mulai sibuk
dengan semua itu, ditengah tengah pelajaran yang berlangsung di sebuah kelas,
teringat lagi akan keinginanku dulu untuk mempunyai pacar dengan anak satu
sekolah saat melihat seorang temanku sedang menemui kekasihnya didepan pintu,
bagaimana dan apa saja rasanya saat berpacaran dengan teman satu sekolah mulai
kembali mengalir ke benakku, hanya satu jawaban yang kudapatkan setelah melamun
sejenak dalam keadaan yang sunyi, ‘menyenangkan’. Kemudian, aku berpikir lagi
bahwa ini bukan saatnya memikirkan cinta , yang harus dipikirkan adalah
bagaimana caranya lulus dengan nilai yang tinggi dan mendapatkan universitas
bergengsi untuk mendapatkan masa depan yang terbilang cerah. Namun, saat aku
berpikir untuk mencintai laki laki yang kutemui di jurusan yang sama dan
berpacaran dengannya suatu saat nanti, aku salah besar.
Tok tok tok
pintu kayu yang dilapisi cat minyak berwarna coklat diketuk oleh tangan seseorang,
dan terdengar bunyi engsel pintu dipegang dan ditarik, aku dengan sigap
menundukkan wajah, mengambil pena, dan pura pura menulis, namun saat aku
sengaja mengangkat dagu perlahan dan menggerakan mata kekanan, bukan orang itu
yang kulihat, bukan orang yang kutunggu tunggu dengan jantung yang berdegup
dari tadi, aku menghela nafas pelan dan melihat kearah arloji temanku sekilas,
waktu menunjukan pukul 14.50, hampir setengah jam saat jam pelajaran di sebuah
kelas bimbel ini dimulai. ‘mungkin dia tidak masuk’ pikirku pelan dengan nada
kecewa, ‘berarti aku baru akan bertemu dengannya minggu depan’, aku merasakan
rasa kecewa yang lumayan dalam. Sepuluh menit setelahnya, pintu kembali diketuk
dan dengan penuh harapan aku mengangkat daguku dan membelalakkan mataku dengan
sigap melihat siapa yang akan memasuki ruangan, ternyata benar, laki laki yang
kuharapkanlah yang memasuki kelas, sosok yang aku tunggu tunggu dengan perasaan
gugup dari tadi, tanpa sengaja aku menatap dirinya selama beberapa detik, sadar
diperhatikan, ia melirik kearahku, kearah mata hitamku yang penuh dengan
dirinya, kami bertatapan tidak lebih dari satu detik, aku kembali melihat
kebuku catatan dan ia kembali menunduk sambil melangkahkan kaki masuk kedalam
ruangan, diiringi dengan sorakan anak anak lainnya yang berkata “sudah telat
setengah jam, enggak usah kursus aja sekalian”, dan lain sebagainya, jantungku
bertambah kencang degupannya dengan irama yang tidak konstan, mungkin kalau aku
sebuah boneka bersekrup, sekrupku harus diputar lima detik sekali saat melihat
dirinya, hanya satu detik, satu detik saat aku bertatapan dengannya, satu detik
yang berharga.
Aku menggenggam erat handphoneku
ditangan kanan dan melirik kearahnya satu menit sekali, saat led dari
hadphoneku menyala merah, dengan sigap dan cepat aku membuka kunci dan melihat
messenger yang kuterima, dengan senyum sumringah aku melihat nama yang tertera
disana, ternyata benar, itu dirinya, sesegera mungkin aku menekan tombol ‘open
chat’.
Hei :p lagi apa? Udah mandi sama sholat kan? Kalo belum, sholatlaah :p
Aku membalasnya dengan cepat, dan aku memulai membincangkan
kejadian tadi.
Tadi kita selihatan kan? Kok kamu nunduk sih? Hahahaha
Haha, aku masih malu, maaf ya L :p
Haha, gak papa kok, aku juga malu, hehe J
Oiya, sudah US nanti gak ada acara kan? Aku mau ngajak
jalan, mau nggak?
Air minum yang semula berada dalam mulutku, setengahnya
menyembur keluar, jantungku mulai berdegup kencang seperti biasa, dengan cepat
aku kembali mengetik
Hehe, maulah :P kemana?
Ia serius mengajakku jalan berdua saja setelah ujian sekolah
nanti, rasa bahagia yang tak tertahankan menjalar dari ujung rambut sampai
ujung kakiku, pikiranku seolah ingin mengeluarkan ‘bunga’, kalau saja dirumahku
sekarang terdapat kolam renang, aku pasti akan melompat kedalamnya dengan tanpa
melepas pakaianku dan berteriak keras keras. Namun, pikiran ‘bunga-bunga’ ku
terhenti saat aku memikirkan kalau kami tidak pernah sekalipun bertatapan dan
berbincang bincang, bagaimana mungkin kami berdua akan ‘berkencan’ dengan
tenang, aku pasti akan mengalami degupan jantung yang dahsyat, keringat dingin
dan sakit perut saking gugupnya, namun pikiran itu kutunda sementara, yang
kupikirkan saat ini hanyalah ‘kebahagiaan’, aku sangat bahagia diajak kencan
oleh laki laki yang kuciintai meskipun bukan kekasihku, sudah lama sekali aku
tidak merasakan sensasi kebahagiaan karena cinta ini.
Waktu yang
sudah ditunggu tunggu telah tiba, semakin mendekati jam dua siang, degupan
jantungku semakin kencang dan terdengar sampai ketelingaku sendiri, handphone
yang aku pegang berkali kali hampir jatuh karena keringat di telapak tanganku
yang keluar dengan teramat banyak. Sekarang, aku sudah berada di tempat yang
dijanjikan, aku sengaja duduk dan menghela nafas panjang untuk menenangkan
pikiran, kakakku bilang kalau kau ingin semuanya berjalan lancar, tariklah
nafas dalam dalam dan hembuskan seperti kau mengeluarkan seluruh masalahmu,
belum sempat aku melakukan semua itu, sosok laki laki yang kutunggu tunggu
mulai terlihat batang hidungnya, semula aku menunduk dan begitu pula dirinya,
saat ia sudah mendekat kearahku, aku berdiri dengan menguatkan kedua kakiku
yang kesemutan, aku menahan nafas dan mengatur suaraku sejenak agar tidak
terdengar gemetar, dengan perlahan dan dengan satu kata yang kuucapkan pertama
kali untuknya, “mau langsung keatas?” tanyaku dengan menatap matanya, ia juga
terlihat gugup, kondisinya hampir sama denganku “hmm.. iya” jawabnya. Aku
berpikir kalau kencan pertama dalam hidupku ini akan berlangsung hambar karena
kami berdua sama sama gugup, namun pikiranku salah besar, kami berkencan
selayaknya pasangan muda mudi biasa, ia dengan mudah mencairkan suasana dengan
suaranya dan nada bicaranya yang lembut serta didampingi dengan tawaan dan
canda kecilnya, aku sangat bersyukur bisa hidup sampai hari ini saking
senangnya, aku senang sekali bisa berkencan dan mencintai laki laki ini sampai
detik ini. Waktu menunjukkan pukul setengah 6 sore, dan kami mulai memutuskan
untuk mengakhiri kencan ini, sesaat setelag kami berjalan kearah berlawanan, ia
berteriak “Makasih manis” aku terkaget mendengarnya berkata demikian, saking
kagetnya aku tidak bisa berkata apa apa, aku hanya membalas dengan senyuman
kecil dan menunduk lalu berjalan kearah pintu luar. Sebenarnya, aku agak kecewa
dengannya, semula aku berpikir kalau dia akan menyatakan cintanya padaku, namun
tidak berjalan semulus itu, inilah awal ‘macet’ bermula.
Hampir
seluruh teman dekatku mengetahui kedekatan kami, tidak sedikit dari mereka
menulis dan mengolok olok kami di dunia maya maupun nyata, namun itu tidak
masalah buatku, aku senang bisa digosipkan dengan laki laki yang memang aku
sukai. Hampir satu bulan berlalu setelah kencan itu kami masih melalukan
komunikasi lewat handphone seperti biasa, rasa penasaran dan harapanku sedikit
demi sedikit mulai sirna akan cinta dari dirinya, aku mulai berpikir yang tidak
tidak, akankah tiba saatnya saat ia menyatakan rasa cinta padaku? Apakah
sebenarnya ia mencintaiku? Kalau ia benar benar menyukaiku tidak mungkin ia
membiarkanku menunggu begitu lama? Apa yang sebenarnya ia pertimbangkan? Satu
persatu pertanyaan memasuki pikiranku, dan malangnya aku tidak dapat
menjawabnya sendiri, semua orang benar, terjebak dalam situasi macet itu sangat
tidak mengenakkan, banyak hal yang harus kita pikirkan, banyak hal yang harus
kita lakukan, menunggu bukan sesuatu yang enak untuk dilakukan mengingat kita
tidak bisa melakukan apa apa selain duduk diam dan berpikir positif, karena
kalau tidak berpikir positif, kita bisa jadi gila.
Ada seorang
‘teman’ yang pernah berkata begini “tik, kok kamu mau sih di PHP-in kayak gitu?
Kalian udah ada panggilan sayang lho, masa’ kamu belum ditembak sih? Kalau aku
sih gak bakalan mau menunggu selama itu, masih banyak kok cowok yang lain”.kata
katanya yang tajam seolah menyiram minyak kedalam api yang merah membara, ia
benar, aku seperti seorang yang bodoh karena terus menunggu sesuatu yang tidak
begitu pasti, akan tetapi setelah menimang nimang, berpikir keras dan melamun
sejenak, aku mendapatkan sebuah jawaban, untuk apa selama ini aku berkomunikasi
dengannya? Untuk apa selama ini aku menunggu dia datang keruang kelas sambil
menunduk dan gugup? Untuk apa selama ini aku menunggunya datang kesekolah dan
menunggu dia lewat dari atas balkon? Untuk apa selama ini aku memeperhatikan
punggungnya sampai hilang sosoknya saat pulang sekolah? Itu semua demi dirinya,
itu semua demi kebahagaiaan diriku, aku yakin kalau aku bisa menunggu saat ia
menyatakan cintanya padaku selama apapun itu, karena itu yang memang aku
tunggu, karena itu yang memang aku inginkan, aku menginginkan dirinya dengan
semua lebih dan kurangnya.
Beberapa
hari kemudian saat mentari sudah malu malu dan membenamkan dirinya, ia
menyatakan rasa cintanya padaku, demi semua rasa, yang aku rasakan saat ini
hanya rasa bahagia, hanya satu rasa, namun memenuhi jiwaku dengan amat
berlimpah. Sampai sekarang, aku dan dirinya tetap menjalin cinta tanpa adanya
rasa kurang sedikitpun, kami dijuluki pasangan yang paling romantis oleh teman
teman kami. Adakah hal lain yang dapat menggantikan semua ini? Aku rasa tak
ada, andai saja saat itu aku sudah mundur, andai saja saat itu aku sudah
menyerah, pasti rasa bahagia ini tidak akan pernah aku dapatkan seumur hidup.
Macet dan menunggu memang kejadian yang sangat tidak menyenangkan untuk
diperbincangkan, namun, kalau kita bisa mengerti akan arti dibalik semua itu,
akan ada balasan yang jauh lebih berarti.
“wah
akhirnya sampai Palembang tepat waktu, asiiik bisa nemenin mama, apalagi mama
sedang berada drestoran pasti setelahnya aku bakalan ditraktir” kata inne
dengan senyum sumringah
“rental dvd juga belum tutup, eh, barusan aku dapet kabar
dari pemiliknya kalau ada stok dvd film terbaru dan baru muncul hari ini, entar
aku pinjem, kita nonton sama sama dirumah aku ya, teman” kata putri sambil
memegang handphonenya, tak lama setelah itu, handphoneku bergetar, ada sebuah
messenger yang masuk. Sayang, kamu udah
dipalembang kan? Aku jemput ya, setelahnya kita makan yuk, kamu pasti belum
makan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar