“jadi, katakan
padaku apa yang kau lihat, nona?”, pria setengah baya itu menatapku dan
memandangi wajahku lekat-lekat dengan tatapan sinisnya, aku tahu ia sudah benar
benar jengkel melihatku, atau mungkin ia sebenarnya tidak bersedia untuk
memeriksaku.
“kenapa kau masih diam saja? Kami
sudah menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk pemeriksaan, kenapa kau
masih saja tetap tidak bisa diajak kerja sama? Satu satunya petunjuk hanyalah
dirimu yang saat itu berada di TKP, apakah kau...”
“pak polisi! Cukup!” potong pria
setengah baya yang tadi menatap sinis kearahku, ia berdiri, “lebih dari satu
bulan yang lalu, sebuah keluarga besar dibunuh secara sadis dan misterius, dan
gadis ini” ia memegang bahu kananku, “melihat dengan mata kepalanya sendiri
kematian semua keluarganya, tidakkah kau berpikir mengenai keadaannya? Itu
pasti membuatnya shock berat, kalau anda membentaknya begitu lagi itu akan
membuatnya sangat tertekan, yang harus kita lakukan hanya tetap tenang dan
menunggu ia bicara, karena gadis ini satu satunya kunci kasus ini, ia pasti
tahu sesuatu” kata pria itu mencoba menjelaskan, meskipun aku sebenarnya tidak
tahu apa yang ia bicarakan, namun dalam hati aku lega karena ia sebenarnya
membela diriku.
“lebih baik kita tinggalkan dia
disini dengan penjagaan anak buahku” kata pria yang dipanggil ‘polisi’ tadi,
“kau benar, dokter, kita harus tetap sabar, atau mungkin gadis itu sebenarnya
bisu?” ia menatap kearahku dengan kasar , “kuharap kau bisa membantu kami untuk
membuat gadis itu bicara sesuatu” katanya lagi, lalu pergi meninggalkan aku dan
dokter ini didalam ruangan sempit yang dipenuhi kaca, “nah, aku tahu kau tidak
sedang berbohong, maafkan atas ketidaksopanan kami” ia membungkukkan badan,
lalu pergi.
***
Dinding
dengan cat yang terkelupas, tempat tidur berwarna putih yang keras, jam dinding
yang sudah tidak berfungsi, TV yang selalu dibiarkan menyala, dan sebuah kursi
kosong. Aku tidak tahu apa yang membawaku berada disini sekarang, sejauh yang
kuingat, aku sudah berbaring diranjang tak nyaman ini dan satu persatu polisi
masuk kesini dan menanyaiku berbagai hal seperti, apa yang kau lihat? Bagaimana
wajahnya? Senjata apa yang ia pakai?, dan semacam itu, jujur saja aku benar
benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, terkadang mereka membentakku
dengan kata kata yang tidak kumengerti pula, dan aku kembali ditinggalkan
diruangan ini sendirian, seperti tadi. Melihat apa? Senjata apa? Wajah siapa?
Aku sama sekali tidak tahu, sekeras apapun aku berpikir, aku tetap tidak
mendapatkan jawabannya. Sesekali aku berdiri dan menemukan diriku yang sedang
melihat kearah cermin, yang kulihat hanya seorang gadis berwajah pucat,
berambut tebal acak acakan, bibir yang semakin hari semakin membiru dan hidung
yang kasar dan mengkerut, aku menyentuh cermin itu dengan hati hati dan
bertanya, apa benar bahwa gadis yang berdiri menatapku dicermin ini adalah
diriku? Kenapa wajahku mirip sekali dengan wajah gadis yang selalu berada di TV
setiap channel berita? Apakah itu aku? Kenapa aku ada di TV? Kenapa aku ada disini?
Siapa aku?.
Toktoktok, terdengar ketukan pelan dari arah pintu ruanganku, dan
seseorang membuka pintu, “Laila, temanmu datang menjenguk” kata seorang wanita
berseragam putih dari ujung kepala sampai kaki, ia tersenyum kearahku, “kau
hanya dikasih waktu selama satu jam” katanya kepada laki laki disebelahnya,
“terima kasih, suster”, katanya.
“aku membawakanmu makan siang,
kau pasti bosan makan makanan rumah sakit terus, kan” kata laki laki itu
kepadaku, aku menatapnya, tubuh tinggi yang agak kurus, rambut coklat dan tahi
lalat di kening sebelah kanan, ah, aku tidak bisa mengingatnya juga, aku tidak
tahu siapa laki laki ini, aku tidak bisa mengingat apa apa.
“laila? Kau baik baik saja?”
tanyanya sambil melambai lambaikan tangannya didepan mataku, aku tersadar dari
lamunanku, “eh?.. uhm.. siapa kau?” tanyaku dengan suara kecil nan parau, ia
terkejut mendengar pertanyaanku barusan, matanya yang agak sipit kini mulai
terlihat jelas, lalu ia duduk disebelahku, “maafkan aku kalau aku tidak segera
menjengukmu dari sebulan lalu, aku punya banyak kerjaan di kanada, aku harap
kau mengerti, maafkan aku”, aku bertambah bingung mendengar ucapannya, aku
pikir dia tidak mengerti, lalu kuulangi lagi, “maaf, aku bertanya siapa kau?” ,
raut wajahnya berubah dari bingung menjadi agak kesal, “sudahlah Laila,
hentikan candaan ini, kau membuatku takut” katanya sambil memelototiku, “Laila?
Apa itu namaku?” tanyaku, wajahnya bertambah bingung saat kutanyai begitu, lalu
aku berdiri dari tempat tidur, “sepertinya kau tahu sesuatu, bisa kau jelaskan
kenapa wajahku ada di berita setiap hari? Lalu kenapa aku berada disini dan
setiap hari selalu ditanyai macam macam oleh para polisi?”, laki laki itu
beranjak dari tempat tidur, “aku akan memanggil dokter” katanya, kemudian ia
berlari.
“kau
benar, Laila sepertinya hilang ingatan, kenapa aku tidak menyadarinya? Kupikir
ia masih shock akan kejadian itu dan tidak mau bicara” kata dokter itu kepada
laki laki tadi, mereka berdua berbicara didepan ruanganku setelah aku diperiksa
dimesin berwarna putih yang aneh, “lalu kita harus bagaimana, dok?” tanyanya,
“hilang ingatan yang diderita Laila bukan yang permanen, ia hilang ingatan
karena gangguan didalam pikirannya, bukan karena benturan, hal yang harus kau
lakukan adalah membawanya ketempat asalnya dan membuatnya ingat kembali akan
kejadian itu, kuharap kau mampu melakukkannya,kami sudah kehilangan cara untuk
membuat ia bicara, para polisi pasti juga akan senang, kau harus membuatnya
tenang dan mengingat perlahan” kata dokter itu, jadi saat ini aku hilang
ingatan? Bagaimana diriku yang sebenarnya dan dimana tempat tinggalku
sebenarnya? Apa aku bisa mengingat semuanya lagi? Kataku dalam hati.
“apa
yang anda lakukan, dokter? Kenapa anda seenaknya akan mengeluarkan Laila dari
rumah sakit? Ada banyak sekali misteri yang belum terungkap dan gadis itu
adalah kuncinya, kami belum mendapatkan petunjuk apa apa dan anda seenaknya mau
membiarkan dia bebas?” tanya seorang laki laki yang disebut polisi tadi pagi,
aku mendengar semua percakapan mereka diluar karena dinding rumah sakit ini
sudah rapuh dan banyak sekali lubang dimana mana, aku tahu mereka sedang
membicarakan diriku, aku hanya diam, terus mendengarkan.
“mohon maaf, pak polisi yang
terhormat jika aku sudah berkata dan melakukan sesuatu yang tidak sopan
sehingga membuat anda tersinggun, namun akulah yang lebih paham mengenai
keadaan dan kedetailan kesehatannya, aku tahu apa yang harus kulakukan dan apa
yang tidak akan kulakukan, Laila mengalami gangguan ingatan didalam pikirannya,
memori dalam otaknya seperti hilang sebagian dan terpecah belah, tentu saja ini
bukan gangguan otak permanen, namun akan menjadi masalah yang sangat serius
jika anda terus menahannya diruangan sempit ini sedangkan ia sedang tidak tahu
apa apa, dari dulu aku tahu, terus menahannya disini bukanlah perbuatan yang
menguntungkan untuk memecahkan masalah ini, karenanya kita harus
membebaskannya, membiarkan dia menghirup udara segar sejenak, dan membiarkan ia
mengingat perlahan akan kejadian itu, aku harap anda mengerti”, ada jenjang yang
sangat panjang setelah dokter itu berbicara panjang, semuanya hening, diam
tanpa kata, lalu polisi itu kembali bicara, “pelaku pembunuhan keluarganya itu
belum tertangkap sampai sekarang, ia pasti tahu wajah perempuan yang
melihatnya, Laila sedang dalam bahaya, ia bisa saja diserang kapan dan dimana
saja ia berada, pelaku itu pasti sedang mengintainya sampai sekarang, akan jauh
lebih berbahaya jika anda membiarkan Laila bebas”
“aku yang akan melindunginya”
terdengar suara laki laki yang berambut cokelat yang menemuiku tadi.
“orang luar tidak boleh ikut
campur! Kau mengganggu pekerjaan polisi! Tinggalkan aku dan dokter ini
sendirian, ini pembicaraan yang sangat penting!” teriak polisi itu
“dimohon jangan berteriak didalam
rumah sakit tuan, anda bisa mengganggu pasien yang lain” kata dokter itu, “anak
ini tidak mengganggu, dia bisa membantu kita untuk mengumpulkan kembali ingatan
Laila yang hilang, ia sahabat dekat Laila dari kecil, ia tahu seluk beluk
keluarga Laila dan kehidupan Laila sendiri, keputusanku Laila akan dibebaskan
dari rumah sakit ini, tidak boleh ada yang menanyainya tentang pembunuhan itu
sampai ia mengingatnya sendiri” kata dokter itu lagi, kembali ada beberapa
senjang waktu setelah kata katanya, lalu polisi itu berkata lagi, “baiklah
kalau itu memang keputusan yang tepat, aku akan meminta para anak buahku untuk
melindungi dan mengikuti dimana pun ia berada”
“para anak buahmu harus menyamar
menjadi orang biasa agar membuat Laila merasa nyaman akan kehidupannya, saya
harap anda mengerti, saya mohon pamit, saya harus mengurus berkas Laila agar ia
bisa keluar dari sini, permisi”
“huh, dia pikir dia siapa? Seenaknya
saja membebaskan kunci penting dalam kasus ini” gumam polisi itu, lalu
terdengar langkah kaki, ia meninggalkan si laki laki berambut coklat itu, saat
keadaan agak mereda, aku keluar dari kamar itu dan menghampirinya.
“kau mendengarkan dari balik
pintu ya? Kau dengar semua percakapan kami?” tanya laki laki berambut coklat
yang katanya sahabatku dari kecil itu, aku hanya menunduk, “aku sudah tidak
tahu lagi apa yang harus aku lakukan” katanya memulai “dan aku juga tidak tahu
aku harus menjelaskan dari mana” katanya lagi, aku tetap diam beberapa detik,
dan mulai berkata.
“aku tidak tahu siapa diriku
sebenarnya dan kenapa aku ada disini, aku juga tidak tahu siapa kamu, tapi saat
mendengarkan percakapan tadi aku sedikit banyak mengerti apa yang terjadi dalam
diriku” laki laki itu menelan ludah dan menatapku dengan menerawang, aku
memulai lagi sambil melangkahkan kaki memasuki kamarku, ia mengikuti, “kau tahu
tidak rasanya berada disini? Ditempat yang tidak kau kenali dimana satu persatu
orang yang juga tidak kau kenali seenaknya masuk dan berkata macam macam,
sedangkan dirimu sendiri sedang mengalami sebuah pertempuran dalam ingatan yang
masih tidak bisa diketahui siapa yang menang” aku menghela nafas perlahan dan
melanjutkan lagi, “saat aku tahu aku kehilangan ingatan, aku agak sedikit lega,
lega karena mengetahui aku sebenarnya pasti mempunyai kehidupan yang selayaknya,
aku sangat ingin ingatanku kembali dan keluar dari sini, karena itu, bisakah
kau membantuku? Meskipun aku tidak mengenalmu, tapi dari tadi aku yakin kau bukan
orang orang jahat yang akan berkata hal yang tidak aku mengerti, aku percaya
padamu” kataku sambil tersenyum kearah laki laki yang sedang menatapku dengan
terkejut, kemudian ia tersenyum perlahan, “namamu laila” ia memulai, “laila vanderwicks,nama
yang bagus kan?” tanyanya sambil tersenyum, “kau adalah gadis berumur 25
selayaknya, dan aku adalah orang yang akan membantumu mengingat kembali
kenangan dalam hidupmu, melindungimu dari bahaya, menceritakan semua yang ingin
kau dengar, membantumu dalam segala hal dan akan tersenyum padamu jika kau
ingin melihatnya, namaku beverley even anderson, orang orang suka memanggilku ‘bev’,
tapi kau boleh memanggilku ‘even’, even diambil dari kata evening karena aku
lahir pada jam dua siang” katanya sambil mengambil telapak tanganku untuk
berjabat.
***
Gemirisik
ranting pohon yang diterpa angin pagi musim semi, suara tetesan embun pagi yang
jatuh ke daun daun bunga mawar putih, meriahnya kicauan burung pipit yang
bertengkar memperebutkan remah roti yang ditebar miranda si nenek tua
diseberang sana, dan sinar matahari pagi yang menembus kecela cela kayu dan
membelai wajahku dengan hangat, membuat diriku menyadari betapa menyenangkannya
dunia luar, aku beranjak dari tempat tidur, membersihkan debu debu yang
menempel di celah celah jendela kayu yang wangi, dan membuka jendela yang
berderit itu, dan menatap sekeliling sambil tersenyum. Nenek tua miranda yang
sedang asyik menebar remah roti menyadari kehadiran laila yang memperlihatkan
wajah cantiknya dari jendela atap lantai dua, ia berkata, “hai nona cantik, kau
memakai baju yang agak tipis untuk cuaca pagi sedingin ini, wajahmu memerah,
kau baik baik saja? Apa perlu aku pinjamkan jaket? Sepertinya kau baru tinggal
disini” katanya sambil berjalan pelan kearahku, aku tersenyum dan menggelengkan
kepala, “aku tidak apa apa” kataku “terima kasih atas kebaikanmu, nyonya”
“kau baru tinggal disana ya? Apakah
kau saudara perempuannya beverley?” tanyanya lagi
“tidak, aku temannya, aku tinggal
disini sementara karena suatu hal” kataku lagi
“hei ada lingkaran hitam di
sekitar matamu, kau yakin kau baik baik saja, nona?”
“iya, aku tidak apa apa, mungkin
kita bisa ngobrol lain kali, sampai jumpa” kataku dengan agak buru buru, aku
takut ia akan bertanya macam macam seperti orang orang dirumah sakit itu.
“kau sudah bangun?” tanya even
dengan piring berisi empat buah roti panggan yang sudah diolesi selai blueberry,
“hati hati tangga itu agak rapuh karena jarang dipakai” katanya saat ia
melihatku menuruni tangga untuk menghampirinya, “sebenarnya kamar itu dulu
ditinggali oleh ayahku sekitar dua tahun lalu, tapi sekarang ia sudah berada di
kanada dan hanya pulang dua kali dalam setahun, ayahku suka tidur di atap yang
ia buat seperti kamar, menurutnya inspirasinya akan lebih lancar kalau ia
berada ditempat sempit yang lebih tinggi” katanya, “oh iya, ayahku seorang
penulis” tambahnya. “iya, tempatnya nyaman kok” kataku memulai sambil menyesap
teh susu yang ia julurkan kepadaku barusan, “setidaknya sangat jauh lebih
nyaman dari pada kamar kecil disudut koridor rumah , setidaknya disini ada
jendela, aku suka”
“Baguslah kalau begitu, setelah
ini aku akan mengajakmu kesuatu tempat” katanya , “oh iya, air mandinya sudah
kusiapkan, setelah itu pakailah baju yang ada dilemari besar berwarna coklat
disebelahnya, sebenarnya aku punya adik perempuan dan sekarang sedang berkuliah
di new york, umurnya 23 tahun, tubuhnya juga tidak beda jauh denganmu”, aku
terdiam beberapa saat, lalu aku bertanya, “even, boleh aku bertanya suatu hal?”
kataku
“apa?”
“kenapa kau baik padaku? Sebenarnya
aku ini siapa mu?” tanyaku
“kau akan segera tahu” jawabnya
sambil tersenyum dan melemparkan handuk kering berwarna putih kearahku.
Setelah
mandi dan berpakaian, aku melihatnya mengangkat pintu garasi dengan tangannya
putihnya yang kekar, ia masuk kedalamnya dan aku mengikuti dengan ragu ragu
sambil menebak nebak kendaraan apa yang ada disana, garasi itu cukup luas
dengan kaleng kaleng bekas wadah minyak ditumpuk dan disusun rapi disudut
garasi yang agak gelap dan lembab, lalu ditengah ruangan ada sebuah mobil yang
dibungkus kain berwarna perak yang sudah agak debuan, even membukanya perlahan
sambil menepuk nepukkan debu di permukaan bungkus itu tanpa mengetahui
keberadaanku, ternyata itu adalah sebuah mobil roadstar tipe lama berwarna
coklat tua yang sudah jarang ada dijaman sekarang ini.
“oh, kau sudah selesai” katanya,
ia menyadari keberadaanku karena suara batuk yang disebabkan oleh debu halus
yang masuk ketenggorokan, sepertinya tempat ini sudah lumayan lama tidak
diapakai, pikirku, “maaf ya disini banyak debu, aku sudah lama tidak
mengendarai ini semenjak ayahku pergi, ini mobil milik ayahku, tapi aku cukup
mahir mengendarainya, naiklah, aku akan memanaskan mesinnya” katanya sambil
membukakan pintu mobil.
“kita mau kemana?” tanyaku saat
mobil sudah melaju kencang menuju pusat kota
“tempat yang mungkin bisa
membuatmu ingat tentang dirimu” jawabnya
“oh iya, dari kemarin aku
penasaran, sebenarnya apa pekerjaanmu?” tanyaku lagi sambil mengancingkan baju
yang baru sadar belum aku kancingkan dari tadi
“kau masih linglung ya, aku
sengaja tidak memberi tahu kukira kau akan menyadarinya lebih cepat”katanya
sambil tertawa kecil melihatku mengancingkan bajuku, wajahku sedikit memerah
dan menunduk malu “aku seorang teknisi di sebuah perusahaan swasta di new york”
katanya lagi, “aku lulusan teknik mesin di suatu institut, tapi hari ini sampai
minggu depan aku minta cuti dengan alasan ada urusan keluarga”
“oooh” kataku dengan nada cuek, “jangan
marah begitu dong, aku sengaja untuk mengetahui keadaanmu, ternyata pikiranmu
masih agak kacau, sepertinya aku harus minta cuti tambahan satu minggu lagi”
katanya sambil tersenyum kearahku. Tak lama kemudian kami sampai di sebuah
sekolah yang sepi.
“turunlah” katanya sambil
membukakkan pintu, mataku masih terpaku melihat bangunan tua ini, ada sesuatu
yang bersesir dan melewati pikiranku dengan perlahan, namun aku masih tetap
tidak bisa menggapainya, aku tidak bisa mengingat apa apa tentang sekolah tua
ini, sedikitpun.
“jangan dipaksa, kalau kau
memaksa untuk mengingat sesuatu bukankah itu akan membuatmu tersiksa? Biarkan itu
mengalir sendiri dari dasar jiwamu, jangan tergesa gesa, ada aku disini yang
akan selalu membantumu” kata even dengan suaranya yang lembut seakan merasuki
kedalam jiwaku, ia menarik tanganku dan mengajakku masuk kedalam lingkungan
sekolah itu, lalu ia berkata “ini tempat dimana kau menghabiskan masa kecilmu,
mulai dari taman kanak kanak sampai sma, kau habiskan di sini, dan disini
jugalah tempat kita pertama kali bertemu” katanya sambil tersenyum kearahku,
aku tertegun melihatnya dan membiarkan ia memegang tanganku dengan tangannya
yang lembut dan hangat.
“kenapa tidak ada orang disini?”
tanyaku kepadanya
“tentu saja, inikan hari minggu,
tidak ada satupun yang mau kesekolah di hari minggu kan, penjaga sekolah yang
tua itu, pak jack, juga tidak datang hari ini karena setiap hari minggu ia selalu
mengunjungi makam ibunya setiap hari minggu, sejak 18 tahun yang lalu” jawabnya
Ia
mengajakku kesebuah taman bermain kecil di lingkungan taman kanak kanak, lalu
ia memulai “kita pertama kali bertemu disini” katanya sambil duduk diayunan “saat
tk, tubuhku sangat kecil dan membuat anak anak disekitarku menyakitiku, aku
tidak dibiarkan bermain di permainan apa saja, kalau aku melawan mereka akan
menghajarku ,sesekali aku ingin melawan, namun tentu saja aku kalah, aku sangat
lemah tak berdaya, tapi suatu hari saat aku menangis karena luka dipipiku
sesaat setelah mereka menghajarku, kau datang sambil berkata begini ‘kau sedang
apa sendirian menangis disini? Kenapa tidak bermain?’ lalu aku menjawab ‘aku
tidak diizinkan bermain’ lalu kau mengangkat tanganku sambil berkata ‘aku
ajarkan kau cara berkelahi, aku sering diajarkan oleh kakakku, lihat aku ya’
lalu dengan sekejap mata kau mampu melawan semua anak laki laki yang bertubuh
besar itu dan berkata kepada mereka ‘kalau kalian macam macam lagi sama dia,
kalian akan berurusan dengan aku dan kakakku, kakakku orang yang paling kuat’,
aku bahkan masih ingat bagaimana wajah ketakutan mereka saat kau berkata
demikian, kau dulu kuat sekali sampai semua teman teman di taman kanak kanak
itu menjuluki dirimu ‘ratu’, kau sering berkata kepadaku, ‘kakakku bilang anak
laki laki harus kuat, anak laki laki tak boleh menangis’,
lalu ada bagian yang sangat aku
sukai, kau bertanya padaku siapa nama ku, lalu kujawab dengan takut takut ‘beverley
even anderson, orang orang biasa memanggilku bevvy untuk mengejek karena hampir
sama dengan nama perempuan’ kataku, tapi kau malah berkata begini ‘baiklah, aku
akan memanggilmu even, karena kupikir even berasal dari kata evening, aku
sangat suka siang yang menunju senja, bagiku itu waktu yang enak untuk santai
dan minum jus dirumah’ katamu dengan wajah polos” kata even sambil menghela
nafas panjang dan tersenyum kearahku “ayo duduk diayunan ini, selamat atas
keberhasilanmu menghajar mereka dan terima kasih telah memberikan kursi ini
untukku waktu itu, sang ratu” aku tersenyum kepadanya, bagiku itu adalah cerita
yang paling indah, sesaat kemudian aku penasaran dengan suatu hal dan bertanya
padanya “even, tadi kau bilang aku punya kakak? Dimana kakakku? Apa dia baik
baik saja?” tanyaku sambil mecengkram rok yang kupakai, even terlihat terkejut
namun ia menyembunyikan mimiknya itu, dan berkata “kau akan segera tahu”.
“baiklah, ayo kita keruang kelas
di lingkungan smp” katanya sambil menarik tangan kananku, setelah melewati
taman yang dihiasi pohon pohon apel yang masing masing diberi nama anak anak
yang menanamnya dan melewati koridor yang dipenuhi lukisan tangan tangan kecil anak
sd, sampailah kami ketempat yang sepertinya ingin even tunjukkan kepadaku,
ruang kelas di lingkungan smp, ia menggeser sebuah pintu kayu yang dilapisi cat
minya berwarna abu abu sambil berkata “kunci pintu kelas ini selalu rusak dari
tahun ke tahun, akhirnya tak pernah ada yang mencoba menguncinya lagi” ia masuk
kedalam ruang kelas yang berisi meja meja dan kursi kursi kayu, juga berisi
loker loker kecil yang atasnya diletakkan bunga yang dinamain nama anak anak perempuan
di setiap vasnya, juga terdapat lukisan hasil tangan tangan anak smp, even
berjalan ke sebuah kursi didekat jendela kanan paling belakang, lalu duduk
disana “dulu aku duduk disini” katanya “dan laila duduk disana” katanya sambil
menunjuk kearah kursi paling depan dekat meja guru, “kau suka mengangkat tangan
saat guru belum mengizinkan untuk bertanya, kau suka menghentakkan kaki
sebanyak tiga kali saat kau tidak bisa memecahkan soal sulit, kau suka
meletakkan pensil diatas bibirmu yang kau monyongkan dan selalu melepas
kacamata sesaat setelah menulis” katanya lagi “aku selalu memperhatikanmu dari
sini”
“kenapa kau suka memperhatikanku?”
tanyaku dengan bingung
“karena kau sangat manis, bahkan
dari belakang” katanya dua suara ringan, aku tertegun mendengarnya, keingintahuanku
terhadap siapa sebenarnya laki laki ini semakin bertambah dan meningkat.
Even
menutup pintu mobilnya dan mulai menjalankan mesin mobilnya, “sekarang kita mau
kemana?” tanyaku, aku rasa kecanggungan diantara kami berdua mulai hilang,
diperjalanan sesekali kami besenda gurau dan tertawa kecil, beberapa saat
kemudian sampailah kami disebuah apotek, itu yang kutahu dari papan yang
tertera disana.
“kenapa kita kesini? Kau mau
membeli obat? Tapi apoteknya masih tutup kan” kataku dengan bingung
“tidak, apoteknya tidak tutup,
pemiliknya ada disini” katanya sambil membuka pintu apotek tersebut dengan
kunci diar saku celananya, “oh kau juga punya apotek ya, kenapa tidak bilang?”
kataku sembil memanjangkan leher untuk melihat apa saja yang ada didalamnya “tidak
bukan aku, tapi kau” katanya lagi “kau pemilik apotek ini, aku mengambil kunci
ini dirumahmu semalam”
“maksudmu? Aku pemilik apotek? Jangan
bergurau, melihat orang meracik obat saja aku belum pernah” kataku sambil
mundur dua langkah karena ketakutan.
“ayolah jangan takut, kau tidak
akan apa apa” katanya sambil menarik tanganku masuk, bau obat obatan tercium
jelas dari hidungku saat baru melangkahkan dua kaki masuk ke apotek ini, aku
sama sekali tidak ingat aku pernah mendirikan apotek ini, tidak ingat kalau ada
tiga sofa panjang minimalis berwarna coklat muda diletakkan di tengah dan
dipinggir apotek, tidak ingat kalau ada beberapa rak obat yang dijual dipabrik yang
diletakkan maupun yang digantung didinding, tidak ingat kalau ada mesin kasir
kecil lucu di sudut ruangan, tidak ingat kalau ada meja meja kecil disekitar
kursi yang diletakkan beberapa vas bunga, tidak ingat kalau namaku terpampang
didinding sebagai apoteker pengelola apotek, tidak ingat kalau ada dua kaca
besar yang ditempel didinding yang dicat berwarna hijau, tidak ingat kalau ada
beberapa lampu bergaya minimalis digantung dilangit langit, dan tidak ingat ada
sebuah kulkas berisi berbagai macam susu didekat pintu, sama sekali tidak bisa
kuingat, aku hanya terpana , melongo dan terdiam sesaat, “kau pasti bercanda,
ini bukan apotek milikku” kataku kepadanya beberapa saat kemudian , “kau tidak
lihat nama siapa yang terpampang disana?” ia menunjuk sebuah papan yang
berterakan namaku “kau adalah apoteker, kau pemilik apotek ini” katanya lagi,
aku mulai ketakutan, kepalaku pusing dan mataku berkunang kunang, aku belum
bisa mengingat apa apa “kau pasti bercanda!” kataku sambil membuka pintu dan
berniat untuk keluar, dengan cepat ia menarik tanganku “akan kutunjukkan kau
sesuatu” katanya lagi, “jangan takut, tidak akan terjadi apa apa, aku yang akan
melindungimu, laila, percayalah” aku menghela nafas perlahan dan bertanya “bisakah
aku mempercayaimu?” lalu ia mengangat tangannya dan menggerakkan jarinya
seperti mengambar tanda silang, lalu berkata “cross my heart”.
Even
menarik tanganku lagi dan menuntunku naik ketangga yang berada dibelakang
apotek, lalu kami berada ditempat yang ‘sepertinya’ tempat para apoteker
meracik obat mereka, bau obat obatan terasa sangat menusuk dan membuat pedih
mata, berbagai macam wadah obat disertai namanya tersimpan rapi di masing
masing raknya sendiri sesuai abjad, aku melangkah dan melihat melihat, seolah
terpesona atau mungkin seolah ingat , “laila, bisa kau ambilkan aku bubuk
parasetamol? Dimana letaknya?” tanyanya, aku dengan cepat menuju kesebuah rak
yang berada ditengah dan mengeluarkan wadah obat yang bertuliskan ‘acetaminofen’
dan memberikan kepadanya “hmm, laila, aku minta serbuk obat paracetamol bukan
acetaminofen” katanya sambil tersenyum, “acetaminofen sama saja dengan
paracetamol” jawabku dengan enteng, beberapa saat kemudian aku kaget kenapa
diriku berkata demikian “dari mana kau tahu?” katanya sambil tersenyum yang
kini semakin melebar, “tidak tahu, tahu begitu saja” kataku kepadanya
“lalu, bisa kau ambilkan aku
tetrasiklin hidroklorida? Sepertinya ada dilaci sana, ada empat wadah obat yang
tidak ada namanya, aku rasa kau juga bisa membedakannya” katanya lagi sambil
menunjuk sebuah rak kecil yang berada dibawah, “mana mungkin aku bisa
membedakannya! Aku bukan apoteker, harus berapa kali aku bilang sih?” kataku
dengan kesal, “sudahlah lakukan saja” katanya sambil mendorongku, dengan kesal aku
membuka laci bagian bawah itu, dan benar ada empat bahan obat tidak ditempeli
namanya, aku terdiam dan berpikir sejenak sambil menghela nafas perlahan, ada
sesuatu yang mengalir dalam diriku, aku membiarkannya dan ternyata aku bisa
mengingat sesuatu, hanya sedikit tapi kurasa ini penting, di dalam laci itu ada
empat wadah obat yang berbeda warna yaitu coklat, putih, kuning dan hitam dengan
cepat aku mengambil wadah sebuk yang berwarna kuning, dan membawanya ke even
“kau benar lagi” katanya sambil
tersenyum
“tidak perlu dites lagi, aku
ingat, aku ingat kalau aku seorang apoteker, tiga tahun yang lalu aku
mendirikan apotek ini dan bekerja disini dengan dua puluh asisten apoteker dan
tiga apoteker pengganti, aku ingat cara meracik semua obat yang dulu pernah aku
pelajari, namun ingatanku terputus sampai situ, aku belum bisa mengingat ada
atau tidaknya dirimu dan keluargaku dan kehidupanku yang sebenarnya.
“yang penting jawaban atas
pertanyaan tentang siapa dirimu sudah terjawab” katanya memulai “ayo kita
segera pulang, hari sudah gelap, besok akan kutunjukkan kau sesuatu yang lebih
mengejutkan, persiapkan dirimu.